Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ada dua jalan yang umumnya ditempuh seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) unprosedural yang ingin bekerja di luar negri. Pertama, lewat jalur imigrasi resmi dan kedua lewat jalan tikus. Belakangan kasus pekerja ilegal kembali ramai, setelah Revi Cahya Windi Sulihatun, WNI yang ditahan oleh Kejaksaan Distrik Osaka, Jepang pada 10 Juni 2024. Penangkapan itu terkait dugaan pekerja ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau lewat keimigrasian bisanya dia masuk tidak sesuai peruntukan, pakai turis," ujar Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha. Untuk jalur imigrasi modus yang digunakan juga beragam, dari mulai memakai visa turis, ziarah hingga umrah. Modus ini termasuk pelanggaran keimigrasian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dan menurut Judha, kasus pelanggaran keimigrasian paling banyak ditemukan dari total kasus WNI yang mengalami masalah unprosedural di luar negeri.
Sumber Tempo di lingkungan Kemenlu yang mengetahui soal perlindungan pekerja migran mengatakan, ada berbagai cara yang dilakukan untuk menembus imigrasi, bahkan jika pekerja itu masuk dalam daftar blacklist.
Ia menyebut, untuk masuk via jalur resmi, orang yang masuk daftar blacklist pasti masuk menggunakan oknum imigrasi. Ia mencontohkan, kasus yang kerap terjadi pada WNI yang bekerja ilegal di Malaysia. Artinya, seharusnya secara hukum ia tidak bisa masuk ke Malaysia. Untuk jalur Batam, Ia menyebut pekerja ilegal akan berkumpul di Batam Centre, salah satu terminal internasional yang bisa membawa WNI itu Ke Malaysia.
Mereka akan diangkut ke Pelabuhan Johor Baru, Malaysia dengan menggunakan kapal lewat jalur imigrasi resmi. Sesampainya di Johor, sudah ada calo yang mengarahkan ke loket imigrasi tertentu. "Dia masuk, finger printnya muncul di mesin, dia masuk daftar blacklist. Tapi pura-pura dicap, dikasih paspor masuk dia ke Malaysia," ujar sumber tersebut.
Namun, jika lewat jalur resmi, ada kode yang tertulis di paspor untuk mengetahui petugas siapa yang memasukkan orang tersebut. Maka, setelah orang itu melewati bagian imigrasi, mereka akan dikumpulkan kembali dan lembaran paspor yang ada cap masuk Malaysia dirobek. Ini berguna untuk menyulitkan pelacakan petugas yang memasukkan pekerja yang masuk daftar blacklist tersebut.
Modus lainnya lewat jalur imigrasi resmi ialah dengan memanfaatkan beberapa negara yang memperbolehkan konversi dari visa turis ke visa pekerja. Tapi hal ini tetap melanggar aturan di Indonesia. Sebab di Indonesia ia masuk undocumented, karena tidak tercatat dimana ia bekerja atau menetap. Modus ini, menggunakan visa jangka pendek pada saat keberangkatan lalu setibanya di sana visa dikonversi ke visa pekerja. Salah-satu negara yang memperbolehkannya adalah Arab Saudi.
Namun, Pekerja Migran Indonesia yang menggunakan cara ini tetap lemah di mata hukum. Sebab, legalisasi hanya ada di satu pihak. Di modus ini, pekerja akan melakukan kontrak kerja setelah sampai di Arab Saudi. "Posisi tawarnya lemah dan seringkali dia tidak memahami isi kontrak yang disodorkan," ujar dia.
Sementara, jika lewat jalan tikus, ia menyebut sindikat pekerja ilegal sering memanfaatkan jalur Parepare, Sulawesi Selatan ke Nunukan Kalimantan Timur. Kemudian mereka diberangkatan ke Tawau, Malaysia lewat perairan. "Sialnya kadang yang jemput keduluan sama petugas, cuma selisih beberapa waktu," ujar dia. Dan untuk kasus pekerja ilegal lewat jalan tikus, seringkali WNI membawa serta satu keluarga.