Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mencicipi Globalisasi di McD

Gerai McDonalds di Sarinah, Jalan Thamrin, tutup permanen mulai besok. Meninggalkan sejuta kenangan bagi warga Jakarta.

9 Mei 2020 | 00.00 WIB

Pelayan membuatkan pesanan pelanggan di McDonald Sarinah, Jakarta, 8 Mei 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Pelayan membuatkan pesanan pelanggan di McDonald Sarinah, Jakarta, 8 Mei 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • McDonalds pertama membuka cabang di Indonesia pada 1991.

  • Gerai pertama di Sarinah Thamrin itu tutup secara permanen karena gedungnya akan dipugar.

  • Warga Jakarta memiliki banyak kenangan di gerai yang buka 24 jam tersebut.

Pada era pra-Internet dan sosial media, mungkin hanya ada satu restoran yang bisa membuat warga Jakarta berduyun-duyun berdatangan, antre, dan berakhir dengan bersantap di emperan karena semua kursi sudah terisi. Itulah McDonalds saat baru buka di Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Februari 1991.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Saya termasuk di antara mereka. Datang pukul 20.00, saya bersama orang tua melihat antrean mengular melewati pintu kaca. Di samping mereka, pengunjung lesehan melahap burger dan menyeruput soda di gelas plastik. Kami baru dilayani sekitar pukul 22.00 dengan pilihan sederet roti daging, yang sejujurnya tidak begitu kami pahami bedanya. Tapi siapa yang peduli. Itu adalah makanan yang juga disantap jutaan orang lain di berbagai belahan bumi melalui lebih dari 36 ribu gerai McDonalds.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Satu gigitan Big Mac dari sudut Jalan Thamrin dan Wahid Hasyim itu membuat kami menjadi warga dunia. Kami menjadi bagian dari "lengkungan emas" atau golden arches theory. Teori dari ekonom Thomas Friedman ini menyebutkan negara-negara yang warga kelas menengahnya mampu mengkonsumsi McDonalds—yang lambangnya berupa lengkungan emas—tidak akan saling berperang.

Besok, setelah 29 tahun dan penambahan lebih dari 200 gerai, McDonalds Thamrin tutup untuk selamanya. Manajemen Sarinah, pusat belanja tertua di Indonesia, hendak memugar gedung mereka. Hal yang tersisa dari gerai di sudut pertokoan itu hanyalah nostalgia.

Arie Mega Prastiwi menganggap ulang tahunnya yang ke-13 sebagai salah satu momen yang paling berkesan. Pada Maret 1992 itulah dia pertama kalinya menjejakkan kaki di McDonalds. Selama setahun sebelumnya, dari rumahnya di Ampera, Jakarta Selatan, dia selalu terpaku melihat patung Ronald McDonald yang mendadak "hidup" di pariwara televisi. "Amerika banget," katanya. Namun Arie tidak berani meminta orang tua mengantarnya ke sana. Bagi keluarganya, Thamrin merupakan kawasan elite yang tak tersentuh.

Pada hari ulang tahunnya, pamannya datang. Sang paman memboyong Arie sekeluarga naik Kijang Doyok ke Thamrin, melewati Pondok Indah Mall yang sedang dibangun. Mereka mampir di warung membeli lilin lampu untuk ditiup di kue tar. Impian Arie minum milkshake dan melihat patung Ronald terwujud hari itu, plus kentang goreng gratis dari karyawan sebagai hadiah ulang tahun. "Aku terharu," ujar Arie, 42 tahun, yang kini tinggal di Bintaro, Tangerang Selatan.

Yulida Pangastuti, 39 tahun, pertama kali masuk ke McDonalds Thamrin pada Juni 1991. Awalnya, dia hendak memesan ayam goreng, menu favoritnya di restoran cepat saji. Tapi nihil. McDonalds baru menyajikan ayam goreng pada tahun berikutnya.

Yulida kecil pun memilih cheeseburger, yang menjadi burger keju pertamanya, plus pai apel. "Sampai sekarang, tiap ke McD jadi selalu pesan cheeseburger," kata warga Tebet itu. Menu keduanya menghilang beberapa tahun kemudian. Warga Indonesia kerap berfoto saat makan apple pie McDonalds di luar negeri sebagai bukti keberadaan mereka.

Bagi sebagian warga Jakarta, McDonalds Thamrin bukan sekadar tempat makan, tapi juga tempat yang selalu terbuka 24 jam. Secekak-cekaknya kita, cukup dengan membeli es krim cone, yang harga awalnya Rp 500, kita bisa beristirahat atau numpang buang air. Anak muda era 90-an yang keroncongan habis dugem, misalnya, menjadikan gerai itu sebagai pilihan pertama. Di urutan berikutnya ada Nasi Goreng Kambing di Jalan Bhakti atau Gultik alias gulai tikungan di Blok M. Tapi, ya, itu tadi, repot kalau mesti buang hajat. Warung kaki lima ini juga tutup menjelang dinihari. Sedangkan di McDonalds Thamrin, kita bisa lanjut hingga subuh.

Arie Mega menyambung cintanya dengan Ronald McDonald saat masuk dunia kerja pada 2003. Kebetulan kantornya di Thamrin. "Pulang kantor jam 19.00, ngobrol sampai jam 21.00, baru makan jam 23.00. Yang buka, ya, McD," ujar dia.

Ada perasaan berbeda setiap bersantap di sana, bahkan bagi orang yang tidak doyan-doyan amat sajian McDonalds. Ada yang bilang karena suasana. "Rasanya damai makan sambil melihat gedung-gedung sana," ujar Arie. Mungkin juga karena nostalgia 1991, saat Jakarta pertama kali mencicipi globalisasi.

REZA MAULANA

Mencicipi Globalisasi di McD

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus