Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berbekal Jaringan Menuju Senayan

Melepas status pegawai negeri, Binny memilih hidup sebagai aktivis LSM. Ia maju lagi setelah gagal di Yogyakarta.

24 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DISKUSI terbuka di Balai Desa Karangmojo, Ponorogo, Jawa Timur, 12 Maret lalu, berlangsung seru. Sore itu tiga puluh lebih ibu-ibu muda-sebagian menggendong anak usia balita-menyimak materi tentang tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia. Pembicaranya Nunung Fatma, Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DKI Jakarta.

Jauh-jauh datang dari Jakarta, Fatma diundang si empunya hajat, Binny Bintarti Buchori. Aktivis lembaga swadaya masyarakat ini diundang ke Ponorogo bukan hanya untuk mengkampanyekan pentingnya ibu sehat, melainkan juga membantu tuan rumah memperkenalkan diri sebagai calon anggota legislatif. Binny sedang membidik kursi di DPR melalui Partai Golkar.

Perempuan kelahiran Bandung 56 tahun silam itu akan bertarung di daerah pemilihan Jawa Timur 7, yang meliputi Ngawi, Pacitan, Magetan, Trenggalek, dan Ponorogo. Ia akan bersaing antara lain dengan Edhie Baskoro Yudhoyono, yang mencalonkan diri kembali melalui Partai Demokrat, dan aktivis buruh Dita Indah Sari dari Partai Kebangkitan Bangsa.

Binny memiliki bekal yang lumayan untuk maju ke Senayan. Pada 2000, ia tergabung dalam Tim Advokasi Penyelesaian Kasus (Tapak) Ambon. Binny juga pernah menjabat Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan bendahara Voice of Human. Saat ini ia menjadi penasihat senior Perkumpulan Prakarsa.

Dalam pertemuan itu, Binny menyampaikan harapan agar ibu-ibu yang hadir memilihnya saat pemilu legislatif pada 9 April nanti. Tak lupa, panitia mengadakan sesi pembagian hadiah hiburan. Panitia menyiapkan sepuluh bungkus door prize. "Alhamdulillah," seorang peserta berteriak girang ketika mendapat hadiah.

Pertemuan itu hanyalah salah satu cara Binny menjaring suara. Mantan wartawan The Jakarta Post ini memang sengaja memanfaatkan jaringan dan koleganya di berbagai lembaga swadaya masyarakat. "Saya dimintai tolong membantu sesama aktivis," kata Nunung kepada Tempo. Binny berharap, dengan cara itu, ia bisa merebut simpati dan suara masyarakat.

Binny memilih kegiatan berkonsep diskusi untuk melakukan sosialisasi di daerah pemilihan. Pada akhir Februari lalu, ia menggelar diskusi di Restoran Sami Lumayan, Ponorogo, dengan tema ekonomi hijau dalam pengembangan pedesaan. Bulan sebelumnya diskusi dengan topik serupa diadakan di kawasan wisata Telaga Sarangan, Magetan.

Alumnus sastra Inggris Universitas Gadjah Mada itu memang tak pernah jauh dari dunia akademik dan politik. Ayahnya, Mochtar Buchori, dikenal sebagai tokoh pendidikan dan Rektor IKIP Muhammadiyah Jakarta (1991-1995). Di bidang politik, Mochtar pernah menjadi Wakil Ketua Balitbang PDI Perjuangan (1994) dan anggota DPR dari partai ini (1999-2004).

Selama di kampus, Binny juga aktif dalam berbagai kelompok diskusi dan mulai terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. Pada awal 1980-an, Binny melibatkan diri dalam gerakan pengembangan masyarakat pinggiran Kali Code, Yogyakarta, yang dipimpin Pastor Yusuf Bilyarta Mangunwijaya alias Romo Mangun.

Pada 1986, ia mendapat beasiswa untuk -belajar di University College of Wales, Aberystwyth, -Inggris. Selama dua tahun di sana, ia juga banyak bergaul dengan aktivis LSM. Kembali ke Jakarta pada 1988, ia mengajar di Universitas Indonesia. Pada saat yang sama ia bergabung dengan -Kalyanamitra dan beberapa lembaga nirlaba lain.

Pada 1995, Binny memutuskan keluar dari UI, melepas status pegawai negeri. Alasannya, ia merasa lebih cocok bekerja sebagai aktivis LSM.

Latar belakang sebagai aktivis pulalah yang mendekatkan Binny dengan Partai Golkar. Saat itu, sejumlah LSM pemerhati anggaran negara diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla. Forum itu mempertemukan Binny dengan Kalla, yang saat itu Ketua Umum Golkar.

Namun, dalam pemilihan umum tahun ini, -Binny justru tidak banyak melibatkan -struktur partai di daerah. Itu sebabnya, pengurus -partai setempat tak banyak tahu. "Saya kenal -sepintas saja karena beliau baru masuk ke daerah -pemilihan ini beberapa bulan terakhir. Yang saya tahu beliau dari LSM," kata Ketua Bidang Hukum dan HAM Golkar Ponorogo Atika Banowati.

Caleg DPRD Jawa Timur itu menyayangkan langkah Binny yang dianggapnya berjalan sendiri. Padahal, kata dia, berkampanye bareng kader Golkar lain akan lebih efektif. Atika pernah menyampaikan masalah ini kepada Binny, tapi tak bersambut.

Senada, Wakil Ketua Bidang Pemenangan -Pemilu Golkar Pacitan, Lancur Susanto, pun belum begitu mengenal Binny meski balihonya sudah banyak terpasang. Toh, Lancur memuji Binny sebagai figur yang baik, tegas, dan pantas menjadi anggota Dewan. Karena itu, ia ingin bekerja sama.

Binny membenarkan pernah ada ajakan -berkampanye bersama rekan separtai di daerah pemilihan yang sama. "Kenyataannya, -mereka -sudah sangat sibuk," ujarnya berkilah. Alasan lain, penjaringan dukungan melibatkan struktur partai memerlukan biaya yang tidak murah.

Pemilihan umum tahun ini bukan yang pertama bagi Binny. Pada Pemilu 2009, Binny maju sebagai caleg Partai Golkar dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tapi ia gagal melenggang ke Senayan.

Kali ini Binny mencoba kembali peruntungannya. Tapi banyak keloga memprotes. "Seharusnya ia berdiri di partai oposisi," kata aktivis -INFID, Boni Setiawan. Ia mengingatkan, "Orang baik berada di sistem yang buruk bisa larut." Boni menilai Binny punya kemampuan menjadi wakil rakyat.

Binny berargumen, "Golkar salah satu yang paling siap. Infrastruktur, sumber daya, mesin politik. Ini Golkar baru." Ia meyakinkan perlunya orang yang terlibat mereformasi dari dalam sistem.

Berbeda dengan di Yogya, kali ini Binny yakin akan berhasil. Dari sederet forum diskusi di wilayah pemilihannya, masyarakat mulai mengenal dia. "Caleg DPR RI, dari Partai Golkar, nomor urut satu, Dapil Jatim 7," jawab seorang peserta diskusi di Balai Desa Karangmojo, Ponorogo.


Bagaimana sikap Anda jika partai meminta mencari proyek?

Partai harus mandiri. Jika iuran anggota berjalan baik, partai tak perlu mencari-cari proyek.

Bagaimana jika kepentingan konstituen bertabrakan dengan kepentingan partai?

Fungsi partai politik adalah mengartikulasikan kepentingan rakyat. Dalam tubuh partai politik harus ada kelompok kritis.

Bagaimana kalau sikap partai bertentangan dengan hak asasi, gerakan antikorupsi, dan pro-lingkungan?

Partai umumnya menyatakan akan menjunjung tinggi hak asasi, pro-lingkungan hidup, serta mendukung pemberantasan korupsi. Tan-tangan-nya adalah menjadikan isu tersebut sebagai arus utama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus