Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kiai Pro-Pluralisme dari Jatiwangi

Dikenal sebagai kiai muda Nahdlatul Ulama yang membela Ahmadiyah. Ia ingin menerapkan pluralisme di DPR.

24 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amuk massa pada Mei 1998 begitu membekas di ingatan -Maman Imanulhaq, 41 tahun. Pendiri dan pengelola Pondok Pesantren Al-Mizan di Desa Ciborelang, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, ini tidak kuasa mencegah orang-orang di sekitar pondok merusak gereja serta menghancurkan rumah dan toko warga keturunan Cina. Tapi tragedi itu menjadi momentum bagi Al-Mizan, yang meyakini bahwa musuh agama bukan agama lain, melainkan kebodohan.

Sejak itu, pesantren plus yang berawal dari pengajian santri kalong Ath-Thoyyibah ini terbuka bagi perbedaan karena keberagaman adalah anugerah Allah. Kepada para santrinya, -Maman menanamkan nilai-nilai pluralisme dan perdamaian. Tidak hanya melalui proses pendidikan, tapi juga lewat dialog dan seni-budaya. Menurut Maman, berkesenian adalah cara merayakan keberagaman serta mengukuhkan kebersamaan tanpa ada sekat golongan, ras, dan agama.

Walhasil, tiap Sabtu malam diadakan latihan musik, tari, dan menulis. Saban tahun, pada hari jadi pesantren itu, digelar Festival Al-Mizan, yang melibatkan kelompok kesenian, seperti gamelan, sintren, barongsai, bahkan debus. Al-Mizan pun didatangi tokoh nasional dan mancanegara, dari seniman seperti Slank, para menteri, anggota Dewan Perwakilan Daerah, hingga peneliti dan tokoh lintas agama dari Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Mereka ingin melihat suasana pesantren dengan 700 santri dan memiliki jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga sekolah tinggi itu mempromosikan pluralisme.

Kang Maman-begitu Maman Imanulhaq disapa oleh santri dan jemaah pengajian-juga merangkul kaum yang terpinggirkan: anak jalanan. Melalui seni musik, para remaja yang awalnya risi didatangi kiai itu mau bergabung dan belajar di Al-Mizan secara gratis, selain diberi pelatihan usaha mandiri. Mereka yang dulu pecandu minuman keras dan narkotik serta akrab dengan musik pop itu pelan-pelan belajar gamelan dan salawat sampai akhirnya membentuk komunitas gamelan salawat Qi Buyut.

"Qi Buyut kerap mengiringi saya saat berdakwah," ucap pria yang lahir di Sumedang, 8 Desember 1972, dari pasangan Abdurrochim dan Lalih Halimah ini.

Rekam jejak Maman dalam membela kaum marginal tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai salah satu dari 11 kiai muda Nahdlatul Ulama yang membela Ahmadiyah. Maman juga termasuk pemohon uji materi atas Undang-Undang tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama pada 2010. Ia bersama 10 organisasi dan perorangan meminta empat pasal dalam undang-undang itu dihapuskan karena melanggar kebebasan memeluk agama dan keyakinan sebagaimana dijamin konstitusi. Permohonan itu ditolak Mahkamah Konstitusi.

Sikap membela Ahmadiyah itu membuat -Maman jadi korban. Pada saat menghadiri acara peringatan Kelahiran Pancasila 1 Juni 2008 yang diadakan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Monumen Nasional, tiba-tiba ia diserang orang-orang yang mengenakan atribut salah satu organisasi massa Islam. Dia dipukuli dan diinjak-injak sehingga harus menginap di rumah sakit. Tapi pengalaman itu tak membuat anggota Majelis Nasional Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika ini berhenti.

Pembelaan Maman terhadap Ahmadiyah tampaknya akan terus ia bawa ke parlemen. Maman, yang menjadi calon legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa dengan nomor urut 1 di daerah pemilihan Subang, Majalengka, dan Sumedang (Jawa Barat 9), berjanji jika terpilih akan memperjuangkan kasus pelanggaran hak asasi manusia yang dialami jemaah Ahmadiyah di Majalengka. Lebih dari itu, ia bertekad menerapkan pluralisme di DPR.

"Mengukuhkan kembali kesadaran bahwa keberagaman adalah intisari berbangsa. Persoalan rumit dan kompleks yang menimpa bangsa ini hanya bisa diselesaikan dengan ide, pikiran, dan kerja semua elemen masyarakat yang beragam," ujar Maman, yang bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa sejak 2007 ketika Abdurrahman Wahid memintanya menjadi anggota Dewan Syura Dewan Pimpinan Pusat PKB. "Saya akan berjuang dengan partisipasi penuh dalam mewujudkan masyarakat yang berdaulat, berkeadilan, beradab, dan berdaya saing. Selalu teguh pada ajaran Gus Dur dalam berpolitik," Maman menambahkan.

Untuk menarik simpati massa, Maman mengaku terjun langsung dengan tiga cara: silaturahmi, silatufikri, dan silatulamal. Ia menemui para kiai, tokoh pemuda, dan masyarakat serta menyapa langsung warga agar mengenalnya. Maman pun mengadakan silatufikri atau beradu gagasan dan pikiran tentang persoalan yang timbul di masyarakat sekaligus mendengar aspirasi, usul, bahkan solusi yang ditawarkan. Kerja nyata ia lakukan seperti saat banjir di Subang beberapa waktu lalu, memperbaiki masjid, dan -mengunjungi orang sakit.

Dalam sehari, Maman bisa mengunjungi lima-tujuh titik. Seperti ketika Tempo menemuinya pada 8 Maret lalu, ia bersosialisasi ke pendukungnya di Desa Cimalaka, Sumedang. Maman mengaku membuat alat sosialisasi dalam jumlah yang sangat terbatas dan dipasang di tempat yang tak melanggar aturan. Isinya slogan yang menggugah kesadaran. Misalnya: "Pendidikan Senjata Utama Perubahan" atau "Islam Spirit Perubahan dan Perdamaian". Yang lain berbunyi: "Kang Maman: Muda, Cerdas, dan Antikorupsi".

"Daerah pemilihan saya sangat luas. Banyak orang yang tidak tahu saya menjadi caleg," ujar suami Upik Rofiqoh serta ayah dari Fahma, Hablie, dan Emily ini.

Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ini menargetkan bisa meraup 150 ribu suara di daerah pemilihannya. Suara itu ia harapkan datang dari warga NU; keluarga pondok pesantren, majelis taklim, dan jammiyyah; kaum perempuan; anak muda dari Slanker, Oi, dan Bobotoh; para petani dan buruh; kader PKB; serta kaum minoritas.

Maman memang dekat dengan semua kalangan, seperti diakui oleh Zaenal Mutaqin, aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di Subang. Menurut Zaenal, Maman adalah pemikir muda NU yang dekat dengan semua kalangan, dari rakyat jelata, aktivis kampus, kepemudaan, sampai kalangan ibu-ibu. "Karena orangnya cepat beradaptasi."

Adapun aktivis muda NU Kabupaten Subang, Ade Mahmudin, meyakini Maman bakal bisa melenggang ke Kompleks Parlemen Senayan. "Karena basis massa NU cukup kuat di daerah pemilihan Jawa Barat 9. Dia menggunakan metode dakwah buat mencari dukungan dari konstituennya," kata Ade menaksir peluang Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Jawa Barat itu pada hari pencoblosan 9 April nanti.


Jika partai meminta Anda mencari proyek di DPR?

Saya akan membantu partai saya selama tidak melanggar aturan dan hukum serta tidak mencederai janji kepada rakyat.

Jika idealisme Anda bertentangan dengan kepentingan partai?

Saya yakin idealisme saya mendapat respons partai. Kalaupun ada perbedaan, kami berdialog. Saya akan terus beradu argumen sampai publik tahu mana yang lebih berpihak kepada masyarakat.

Jika partai tidak antikorupsi serta tidak pro terhadap hak asasi manusia dan lingkungan?

Saya menolak tegas pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi, termasuk kalau ide itu berasal dari partai saya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus