BERBURU harta karun kini merupakan modern yang berkembang pesat.
Setidaknya di negeri maju, tempat orang tidak lagi terlalu
memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari . "Dengan modal beberapa
poundsterling, siapa saja bisa membeli pelacak logam (metal
detector) dan melancarkan perburuannya di alam bebas," demikian
tulis Derek Wilson dalam majalah The Sunday Times. Orang Inggris
menyebut hobi baru ini teeaitching. Ini sebenarnya lafal Inggris
dari ejaan THing - singkatan Treasure Hunting.
Derek Wilson sendiri adalah penyusun, The World Atlas of
Treasure yang berisi peta lokasi harta karun di seluruh dunia.
Bagaimana ia memperoleh bahan untuk membuat peta tersebut, dan
apakah petanya dapat dipercaya, wallahualam. Tapi sejak buku itu
terbit, 1981, dan kemudian 1982, ia menerima banyak surat yang
menanyakan keterangan terperinci lokasi yang dipetakannya.
Sebagaimana lazimnya pemburu, saat paling menggetarkan ialah
ketika hasil buruannya hampir diraih tangan. Tantangan yang
dihadapi sangat besar dan banyak. Jika harta terpendam di laut,
sipemburu harus pandai menyelam - harus mempunyai fisik yang
kuat. Belum lagi kemungkinan menhadapi ancaman ikan hiu. Sejak
Juli yang lalu, dua pemburu harta karun berkebangsaan Inggris
ditahan pemerintah Vietnam. Mereka mendarat tanpa izin di sebuah
pulau wilayah Vietnam yang diduga menyimpan harta karun Kapten
Kidd yang terkenal itu.
Tapi nasib baik mengiringi David Allen dan Gerry van Niekerk
yang berburu di laut Afrika Selatan . Tak tanggung-tanggung
penemuan mereka: 30 ton tembaga batangan, yang berubah warna
menjadi hijau karena lama terendam air laut, meriam-meriam
perunggu, dan berpeti-peti perak. Barang-barang ini adalah
muatan kapal Dodington, milik The East Indian Company alias EIC
VOC-nya Inggris - yang tenggelam 200 tahun lalu . Penemuan
mereka dianggap kejadian paling penting dalam arkeologi lautan
tahun-tahun belakangan ini. Lebih menarik lagi: tenggelamnya
kapal Dodington itu merupakan kejadian paling "romantis" dalam
sejarah Inggris.
Pada 1754, Robert Clive, yang sudah harum namanya sebagai
pahlawan yang menegakkan kolonialisme Inggris di India,
diperintahkan kembali ke negeri itu oleh para direktur ElC. Ia
akan memangku jabatan wakil gubernur Madras. Maka musim semi
1755 ia meninggalkan Inggris, kemudian dalam lima tahun
berikutnya menaklukkan Benggala, provinsi India terkaya.
Beberapa minggu sebelum berangkat, 1755, Clive sudah memesan
kapal Dodington. Sebagian barangnya sudah dimuat, termasuk
sebuah peti bertanda 'R.C. No. 1' yang berisikan œ 3.000 mata
uang emas. Tapi pada saat-saat terakhir ia diperintahkan naik
kapal lain. Dodington tetap berlayar sebagai salah satu anggota
konvoi Clive. Ketika sampai di Tanjung Harapan, kapal ini segera
meninggalkan kapal-kapal lainnya semata-mata karena ingin lebih
dulu sampai. Dan ia memang benar-benar sampai - bukan di India,
melainkan dasar laut di Teluk Algoa, perairan Afrika Selatan.
Dari 270 awaknya, hanya 23 yang berhasil selamat. Mereka
mendarat di pantai sebuah pulau kecil berbatu-batu yang didiami
banyak burung. Daratan Afrika sama sekali tak kelihatan. Mereka
menamakan pulau itu Pulau Burung, nama yang dipakai sampai
sekarang.
Di kapal yang tenggelam mereka membawa cukup banyak perbekalan
dan alat kerja, termasuk sebuah peti berisi 2.000 riyal mata
uang perak. Setelah tujuh bulan di pulau itu, mereka membuat
perahu. Delapan minggu kemudian mereka tiba di Lourenco Marques
(Moambik) dengan meninggalkan harta karun di Teluk Algoa.
Allen dan van Niekerk menghabiskan waktu 10 tahun untuk
mengadakan penelitian, memeriksa segala dokumen dan peta yang
ada agar bisa menentukan dengan tepat tempat tenggelamnya kapal
Dodington.
Dodington tenggelam di batu karang bergerigi tajam. Ombak di
situ sangat besar. Selama 3 bulan beroperasi di Pulau Burung,
Allen dan van Niekerk hanya bisa menyelam 11 hari. Ikan hiu di
situ ganas pula. Baling-baling motor mereka pernah putus digigit
hiu.
Tantangan lain ialah: para penyelam-pembajak yang mengintip
gerak-gerik mereka, dan kemudian merampok hasilnya. Apalagi
setelah pada 1971 mahkamah agung Afrika Selatan menyatakan
penyelaman kapal-kapal EIC yang tenggelam di perairan Afrika
Selatan terbuka bagi siapa saja. Semakin banyak saingan yang
dihadapi.
Allen dan van Niekerk dengan waspada memasang mata mereka, dan
menghentikan kegiatan jika ada yang dicurigai membuntuti mereka.
Hasil penemuan mereka lebih dari lumayan, termasuk di antaranya
sebuah cincin yang diduga milik Clive sendiri.
***
Betapa kerasnya persaingan antara pemburu harta karun dan dinas
purbakala (arkeologi) dialami oleh Fred Hancock, peneliti yang
tekun dan juga pemburu harta karun lain lagi. Fred telah
mengumpulkan satu lemari penuh barang antik dari tepian Sungai
Thames dekat jembatan Blackfriar London. Ia menemukan
barangbarang ini setelah meneliti berbagai tempat penyeberangan
yang digunakan orang di zaman Romawi dan Sakson.
la menyimpulkan, selama bertahuntahun tentulah banyak barang
kecil milik para musafir dan saudagar yang berjatuhan di tempat
penyeberangan karena mereka harus mengarungi lumpur. Kebenaran
pendapatnya terbukti dengan ditemukannya barang-barang seperti
tanda pengenal para peziarah Canterbury yang jatuh di lumpur
Sungai Thames. Sebagian besar penemuan Fred kini disimpan di
Museum London.
Fred juga menemukan beberapa tempat yang kini dikenal sebagai
situs purbakala. Sebagai warga negara yang baik, ia melaporkan
penemuannya ini. Tetapi ketika penggalian dimulai, ia ditendang
ke luar.
Kadang-kadang Fred dan kawan-kawannya menemukan sesuatu di
tempat yang oleh para ahli purbakala dinyatakan tak mengandung
apa-apa lagi dan dibiarkan diisi dengan bangunan gedung baru. Di
Thetford, Norfolk, setelah Arthur Brooke menemukan "Harta Karun
Thetford" berupa mata uang dan perhiasan zaman Romawi kuno
dengan pelacak logamnya, para ahli purbakala datang memeriksa
lebih lanjut. Karena tak menemukan apa-apa lagi, mereka
mengizinkan pembangunan pabrik di anah itu.
Sebaliknya, Fred yakin bahwa masih banyak yang bisa ditemukan di
tempat itu. Ini karena sejumlah mata uang yang berasal dari situ
dibawa ke tokonya oleh orang-orang tertentu . Mata uang yang
sama pernah pula dilihatnya di Negeri Belanda dan Swiss.
Sehingga ia berkesimpulan, Thetford merupakan tempat pembuatan
uang Ratu Boudica, yang di zaman Inggris kuno memimpin
pemberontakan terhadap Romawi pada 61 M.
Dengan bantuan majalah Sunday Times, Fred memperoleh izin dari
perusahaan Howson Algraphy Ltd., pemilik pabrik, untuk melakukan
penggalian. Syaratnya: Fred tidak akan menggali lebih dalam
daripada yang sudah digali dinas purbakala. Semua hasil penemuan
harus diserahkan dan dibagi sama antara Fred dan rombongannya
dan dana kesejahteraan perusahaan tersebut.
Hasilnya luar biasa. Fred menemukan mata uang dan perhiasan
bernilai ratusan poundsterling. Dan mata uang yang ditemukannya
persis sama dengan yang di lihatnya di Negeri Belanda. Tujuh
bulan kemudian, lapangan di sebelah pabrik itu dinyatakan oleh
dinas purbakala Norfolk sebagai "hampir pasti " situs dari kuil
Boudica.
Seorang bekas aktor Inggris, Richard Knight, punya gagasan lebih
brilyan: mengapatidak minta bantuan satelit untuk melacak tempat
harta karun? Ia lalu meminta bantuan Badan Penerbangan dan
Antariksa Amerika Serikat (NASA) untuk melacak tempat harta
karun Kapten Kidd yang terkenal itu.
Bajak laut Kapten Kidd pada 1701 mati di tiang gantungan.
Bersamanya ikut pula terpendam rahasia harta rampasannya. Antara
1929 dan 1934, Hubert Palmer, seorang pengumpul derma dari
Eastbourne, memperoleh dari empat sumber yang berbeda empat buah
peti yang dikabarkan sebagai milik Kapten Kidd. Dalam tiap peti
ditemukan sebuah peta menunjukkan sebuah pulau - dan
keempat-empatnya tampaknya sama. Keempat peta itu, kini sudah
terlalu kabur untuk direproduksi, berada di Kanada.
Salah satu peta bertandakan "Laut Cina", tetapi petunjuk ini
selalu dianggap sebagai pengalih perhatian. Kapten Kidd
diketahui tidak pernah ke daerah Timur. Garis lintang dan garis
bujur yang digambarkan menunjukkan wilayah Hindia Barat. Karena
itu, pencarian sebelumnya selalu dipusatkan ke Atlantik Utara
bagian Amerika.
Knight menyadari, pada akhir abad ke-17 garis bujur belum mantap
di peta bumi. Garis lintang pertama saja baru ditetapkan di
Greenwich pada 1884. Maka kepada NASA ia minta dibuatkan foto
satelit mulai dari garis bujur antara Semenanjung Malaya dan
Jepang. Ia lalu mencari pulau yang persis seperti tertera di
peta Kapten Kidd. Ternyata di Teluk Muangthai terdapat pulau
yang dimaksudkan itu. Penduduk setempat menamakan pulau itu Ho
Tre Non, artinya Pulau Perompak.
Tahun lalu Knight mengunjungi pulau itu. Dengan bantuan pelacak
logam dan mengikuti petunjuk misterius Kapten Kidd, ia menemukan
tiga peti. Isinya: mata uang emas, emas batangan, perhiasan,
barang-barang porselin, dan batu jade. Penemuan paling berharga
ialah batu permata ruby yang besar.
Khawatir akan kapal patroli angkatan laut Vietnam - ia pernah
disetop sekali, kamera dan filmnya berisi dokumentasi dan bukti
dirampas - juga bajak laut, ia menguburkan kembali harta karun
itu. Di mana, tentu saja tak diceritakannya. Ia berharap akan
membawanya ke luar kemudian dengan bantuan orang lain dan kapal
yang lebih besar. Ia percaya, nilai harta itu sekitar 20 juta
poundsterling.
Akhir Juli lalu, dengan seorang temannya, Knight menghilang
dalam usahanya kembali ke pulau itu. Ternyata ia ditangkap
pemerintah Vietnam. Majalah The Sunday Times mencoba mendekati
pemerintah Hanoi agar membebaskannya.
Ada lagi seorang penyelam yang mengkhususkan diri hanya mencari
barang-barang yang terbuat dari kuningan dan tembaga. Paddy
O'Sullivan, kontraktor listrik di perusahaan Bandon, Co.,
menyelam di perairan sekitar Cork dan Kerry, Irlandia. Modal
pokoknya hanyalah pakaian selam, tabung udara, dan sampan karet
bermotor tempel sepanjang 4 meter.
Di antara perolehannya terdapat sebuah kanon kuningan sepanjang
3 meter. Kanon ini diambilnya dari sebuah kapal tenggelam, dan
ditaksir berharga œ 8.000. Paddy juga memiliki koleksi barang
kuningan dan tembaga, riyal Spanyol, serta dollar Meksiko. Ia
salah seorang penyumbang pada Museum Irlandia. Menyelam sejak
tahun 1962 dengan hanya mengenakan pakaian selam, kedalamannya
(110 meter) tercatat sebagai rekor dunia.
Birokrasi pemerintah merupakan salah satu hambatan yang harus
diperhitungkan oleh para pemburu harta karun, dan lebih sering
menyebabkan mereka kecewa. Ini dialami Frank Nolan, insinyur
telepon dari Edinburgh, yang bersama rekan-rekannya mencoba
memburu harta karun di Lima, Peru.
Kisah harta karun ini dimulai pada 1821, ketika para pemimpin
masyarakat dan agama di kota terkaya Amerika Latin itu merasa
terancam oleh pemberontakan kaum nasionalis. Mereka menyewa
sebuah kapal Skot, Mary Dear, untuk mengungsikan diri dan harta
kekayaannya ke Panama. Melihat muatan yang dibawanya, kapten
kapal itu, William Thompson, betul-betul ngiler. Tak terhitung
banyaknya peti berisi mata uang emas dan perhiasan, batu permata
yang belum diasah, hiasan altar yang terbuat dari emas tempat
lilin perak, piala untuk misa dengan berbagai hiasan, salib, dan
berbagai perlengkapan upacara di gereja.
Tergiur oleh barang-barang berharga itu, Thompson dan awak
kapalnya berkomplot membunuh para penumpangnya. Mereka lalu
melarikan diri ke Pulau Coco, sarang bajak laut di Pasifik. Di
sanalah harta itu mereka sembunyikan. Tapi kemudian mereka
tertangkap dan diajukan ke pengadilan.
Thompson berhasil melarikan diri dan kembali ke kampungnya di
Annan. Penduduk kampung kelahirannya yang mendengar peristiwa
tersebut segera mengucilkannya. Thompson berlayar kembali,
menetap di Spanyol, tempat ia menikah dan punya anak bernama
Isabella. Satu atau dua kali ia kembali ke Coco, dan mengangkut
semua emas yang bisa dibawanya.
Ini baru sebagian kecil dari harta rampasan itu. Namun ia bisa
membeli sebidang tanah yang luas di salah satu negara Amerika
Selatan yang baru merdeka, dan hidup bahagia sampai akhir
hayatnya. Segala keterangan terperinci mengenai harta karun dan
lokasinya ditinggalkannya pada anak perempuannya dan rekannya
berlayar, Keating.
Selama abad yang lalu, ratusan orang mencoba datang ke Pulau
Coco, membawa peta dan petunjuk-petunjuk yang dipercaya sebagai
salinan salah satu dari dua peta Thompson yang asli. Pulau Coco
memang ramai dikunjungi pemburu harta karun meskipun kebanyakan
ekspedisi hanya "menemukan" satu hal: alam pulau yang ganas.
Hampir seluruhnya diliputi rimba belantara yang rapat dan penuh
serangga hawanya panas dan lembab. Kecuali dua teluk, daerah
pantainya yang lain sulit didarati, lautnya penuh hiu. Tapi
kemasyhuran pulau itu membuat banyak tokoh terkenal mencoba
bertualang di sana, di antaranya Franklin Delano Roosevelt, yang
kemudian menjadi presiden Amerika Serikat.
Pemilik pulau, pemerintah Kosta Rika, sudah lama bosan
menghadapi ekspedisi perburuan harta karun di sana. Mereka
menetapkan peraturan ketat bagi para peminat: harus mengisi
formulir permohonan, ekspedisi harus disertai tentara mereka,
dan 50% dari hasil perburuan harus masuk ke kas pemerintah.
Sering kali permohonan izin itu ditolak. Dan kalaupun dapat,
bukan berarti kesulitan lain tak akan dihadapi. Para pemburu
terdahulu bercerita tentang alat-alat mereka yang dicuri atau
disita, sedang mereka sendiri diperas atau ditahan tanpa alasan.
Dalam keadaan yang ideal, berburu harta karun tidak lebih dari
sekadar mencari tantangan petualangan, dengan tujuan akhir
kemungkinan menemukan harta. Merekayang bersungguh-sungguh
dengan hobi ini akan masuk suatu klub, dan mematuhi
peraturannya: tidak memasuki suatu daerah tanpa izin, selalu
melaporkan penemuan yang penting, menimbun tanah kembali setelah
menggali, dan seterusnya.
Mereka juga belajar memahami pentingnya risetdokumen di kantor
arsip setempat, dan lebih memahami peranan para ahli ilmu
purbakala. Jika mereka menemukan mata uang kuno atau kapak batu,
misalnya, mereka akan menyerahkannya kepada pejabat setempat
yang akan menentukan apakah penemuan tersebut dapat disebut
sebagai harta karun atau tidak. Jika keadaannya ideal, maka
undang- undang, para pemburu harta karun, dan arkeolog akan bisa
bekerja sama secara harmonis.
Tapi keadaan yang kita hadapi bukanlah yang ideal. Pertentangan
kepentingan selalu saja ada, demikian pula saling curiga dan
salah paham. Di balik ketegangan dan persaingan ini, mengintai
para pencuri yang selalu menunggu tiap kesempatan. Mereka
memasang mata dan telinga di tempat-tempat penggalian penting
sedang berlangsung. Demikianlah sekarang ini, para arkeolog
terpaksa menempatkan penjagaan 24 jam terus menerus di situs
penggalian penting untuk mencegah penggalian liar dan pencuri.
Yang mengerikan lagi ialah adanya kecenderungan digunakannya
kekerasan: para petugas di suatu penggalian diperingatkan supaya
berhati-hati di suatu daerah tertentu terhadap kemungkinan
tindak kekerasan dari orang-orang tak bertanggung jawab.
Di Italia, Turki, dan beberapa negara Amerika Latin, pencurian
barang-barang purbakala di tempat penggalian dilakukan secara
terang-terangan. Ini terjadi, antara lain, karena pejabat
pemerintah bisa disogok. Di Kosta Rika, negeri yang sangat
miskin tetapi kaya dengan harta karun, terdapat kurang lebih
5.000 huaqueros (perampok pekuburan) . Mereka ini punya hubungan
rapat dengan para penadah di Amerika Serikat dan Eropa.
Situs-situs pu rbakala di Etrusca, Italia, secara sistematis
digerogoti oleh tombaroli, pencuri barang antik. Mereka sangat
ahli menggali barang-barang purbakala, dan tahu betul
jalur-jalur pasaran internasional yang bisa menadah hasil
garapan mereka. Di Indonesia, yang belum semua peninggalan
purbakalanya dapat diungkapkan, masalah pencurian pun sudah
sejak lama memusingkan alat negara. Sesekali kita baca berita
disitanya sejumlah barang purba yang hendak diselundupkan ke
luar negeri. Atau tentang penggalian liar di Sangiran yang kaya
fosil, di Jawa Tengah.
Menurut Derek Wilson, London diketahui telah mengambil alih
peranan Athena dan Istambul sebagai pusat pasar gelap benda
purbakala. Pertukaran uang dan barangnya mungkin terjadi di
tempat lain. Yang terkenal ialah Jenewa. Tapi transaksinya
sendiri terjadi di London .
Dewan Purbakala Inggris mulai memperlihatkan kecemasannya
terhadap penyelundupan benda-benda purba ke luar negara
tersebut.
Beberapa bulan lalu, kepada seorang ahli purbakala diperlihatkan
sebuah lencana unik, tanda pengenal para peziarah di Abad
Pertengahan yang masih dalam keadaan baik. Tak lama kemudian
diketahui, benda tersebut sudah masuk dalam daftar seorang
pedagang barang antik Australia. Sejumlah mata uang emas
diketahui hilang dari sebuah situs penggalian zaman Romawi di
Anglia Timur. Ternyata benda itu sudah dibawa ke Amerika, dan
oleh pesawat Angkatan Udara AS !
Seperti di Indonesia, undang-undang Inggris mengharuskan adanya
izin untuk mengekspor benda purba yang berasal dari negara itu.
Penemuan setiap logam berharga harus diberitahukan kepada
pejabat pemerintah setempat. Jika pemerintah Kerajaan Inggris
mengambil penemuan tersebut, ganti rugi yang layak akan
diberikan sesuai dengan harga pasaran. Tapi para pemburu harta
karun lebih suka menjual penemuan mereka ke pasar gelap daripada
kepada pemerintah. Karena apa yang disebut penggantian "sesuai
dengan harga pasaran" biasanya didasarkan pada taksiran petugas
museum. Tak pernah ada lelang terhadap barang-barang tersebut,
sehingga bisa diketahui patokan harga sesungguhnya.
Kemajuan teknologi yang semakin menyempurnakan peralatan kerja
termasuk alat penggalian dan pelacak atau detektor - semakin
merangsang orang berburu harta karun. Penemuan tiga alat penting
untuk tujuan militer menyebabkan makin ramainya perburuan harta
karun pada 1960-an dan 1970-an. Ketiga alat itu ialah pelacak
bahan tambang (mine detector), sonar laut, dan perlengkapan
selam skuba (scuba diving equipment) yang digunakan tentara pada
Perang Dunia II.
Dengan ketiga alat ini, usaha menemukan harta karun yang
terpendam dalam tanah, atau terbenam di laut dangkal, tidaklah
begitu sulit lagi. Dengan ditemukannya teknik penyelaman di laut
yang lebih dalam dan pelacak logam yang lebih peka, semakin
banyak harta karun yang bisa diburu. Beberapa di antaranya yang
masih menanti ialah:
Emas di Loch Arkaig. Pada 1746 sebuah kapal Prancis membawa mata
uang emas louis (uang emas yang dikeluarkan di zaman Raja Louis
XIII sampai XVl) yang bernilai œ35.000. Uang ini akan diserahkan
kepada simpatisan kaum Jakobin untuk mengobarkan kembali
pemberontakan yang ditumpas di Culloden. Sebagian besar uang itu
dilarikan ke daerah Loch Arkaig karena serbuan tentara Inggris
yang mendadak. Sebuah dokumen menjelaskan tempat
persembunyiannya, tapi segala usaha menemukannya tak berhasil
hingga kini.
Harta Karun Jenderal Monck. Pada 1651 penguasa Inggris, Oliver
Cromwell, mengutus Jenderal George Monck untuk merampok
orang-orang Skot. Barang rampasannya dari Dundee, menurut
laporan ketika itu, cukup untuk mengisi 60 kapal. Tapi
kapal-kapal itu tenggelam di Firth of Tray karena badai.
Emas Laksamana Nakhimoff, berupa lantakan senilai œ20 juta
tenggelam di Selat Formosa pada awal abad ini. Yang membawanya
ialah kapal perang Rusia Laksamana Nakhimoff yang ketika itu
sedang berperang melawan Jepang. Tempat tenggelamnya sudah
diketahui, tetapi kedalaman lautnya dan ketentuan mengenai siapa
pemiliknya merupakan persoalan pelik bagi usaha memburunya.
Andrea Doria, kapal penumpang yang terbakar dan tenggelam di
dasar laut sedalam 250 kaki di lepas pantai Nantucket pada 1956.
Peter Gimble, seorang pemburu harta karun Amerika yang
mengetahui tempat tenggelamnya, sudah membuat perkiraan.
Kalaupun ia berhasil menyelamatkan emas permata yang nilainya
lebih dari satu juta poundsterling dari dasar laut, biaya
persiapan yang harus dikeluarkannya akan lebih besardari itu.
Kuburan Atilla, yang paling menggiurkan dari semua harta karun.
Setelah merampoki Kekaisaran Romawi, Atilla meninggal dalam
perjalanan pulang. Jenazahnya dikuburkan di tenggara Kota
Budapest. Peti matinyadilapisi emas kemudian perak, dan besi.
Ditambah lagi dengan senjata musuh-musuhnya yang dirampas dalam
peperangan dan berbagai perhiasan emas permata. Dan agar tak
seorang pun tahu tentang kuburltu, semua orang yang bertugas
dalam penguburan itu dibunuh ....
***
Ini hanya sebagian kecil saja dari harta karun yang menunggu
pemburunya. Setiap pemburu harta karun akan bercerita tentang
tempat-tempat lain yang lebih banyak lagi. Benar tidaknya cerita
itu, soal lain. Inilah yang merangsang orang untuk selalu terus
berburu - lengkap dengan segala argumentasi, pertentangan
mengenai segi hukum, perdagangan gelap, dan rasa optimisme yang
tumbuh kembali setelah menghadapi setiap kegagalan. Dan hanya
segelintir yang benar benara kan mengalami saat paling
menggetarkan - ketika akhirnya bisa menemukan harta idaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini