Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berburu harta karun

Para pemburu harta karun. terjadi persaingan diantara mereka dan banyak rintangn yang harus dihadapi. (sel)

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERBURU harta karun kini merupakan modern yang berkembang pesat. Setidaknya di negeri maju, tempat orang tidak lagi terlalu memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari . "Dengan modal beberapa poundsterling, siapa saja bisa membeli pelacak logam (metal detector) dan melancarkan perburuannya di alam bebas," demikian tulis Derek Wilson dalam majalah The Sunday Times. Orang Inggris menyebut hobi baru ini teeaitching. Ini sebenarnya lafal Inggris dari ejaan THing - singkatan Treasure Hunting. Derek Wilson sendiri adalah penyusun, The World Atlas of Treasure yang berisi peta lokasi harta karun di seluruh dunia. Bagaimana ia memperoleh bahan untuk membuat peta tersebut, dan apakah petanya dapat dipercaya, wallahualam. Tapi sejak buku itu terbit, 1981, dan kemudian 1982, ia menerima banyak surat yang menanyakan keterangan terperinci lokasi yang dipetakannya. Sebagaimana lazimnya pemburu, saat paling menggetarkan ialah ketika hasil buruannya hampir diraih tangan. Tantangan yang dihadapi sangat besar dan banyak. Jika harta terpendam di laut, sipemburu harus pandai menyelam - harus mempunyai fisik yang kuat. Belum lagi kemungkinan menhadapi ancaman ikan hiu. Sejak Juli yang lalu, dua pemburu harta karun berkebangsaan Inggris ditahan pemerintah Vietnam. Mereka mendarat tanpa izin di sebuah pulau wilayah Vietnam yang diduga menyimpan harta karun Kapten Kidd yang terkenal itu. Tapi nasib baik mengiringi David Allen dan Gerry van Niekerk yang berburu di laut Afrika Selatan . Tak tanggung-tanggung penemuan mereka: 30 ton tembaga batangan, yang berubah warna menjadi hijau karena lama terendam air laut, meriam-meriam perunggu, dan berpeti-peti perak. Barang-barang ini adalah muatan kapal Dodington, milik The East Indian Company alias EIC VOC-nya Inggris - yang tenggelam 200 tahun lalu . Penemuan mereka dianggap kejadian paling penting dalam arkeologi lautan tahun-tahun belakangan ini. Lebih menarik lagi: tenggelamnya kapal Dodington itu merupakan kejadian paling "romantis" dalam sejarah Inggris. Pada 1754, Robert Clive, yang sudah harum namanya sebagai pahlawan yang menegakkan kolonialisme Inggris di India, diperintahkan kembali ke negeri itu oleh para direktur ElC. Ia akan memangku jabatan wakil gubernur Madras. Maka musim semi 1755 ia meninggalkan Inggris, kemudian dalam lima tahun berikutnya menaklukkan Benggala, provinsi India terkaya. Beberapa minggu sebelum berangkat, 1755, Clive sudah memesan kapal Dodington. Sebagian barangnya sudah dimuat, termasuk sebuah peti bertanda 'R.C. No. 1' yang berisikan œ 3.000 mata uang emas. Tapi pada saat-saat terakhir ia diperintahkan naik kapal lain. Dodington tetap berlayar sebagai salah satu anggota konvoi Clive. Ketika sampai di Tanjung Harapan, kapal ini segera meninggalkan kapal-kapal lainnya semata-mata karena ingin lebih dulu sampai. Dan ia memang benar-benar sampai - bukan di India, melainkan dasar laut di Teluk Algoa, perairan Afrika Selatan. Dari 270 awaknya, hanya 23 yang berhasil selamat. Mereka mendarat di pantai sebuah pulau kecil berbatu-batu yang didiami banyak burung. Daratan Afrika sama sekali tak kelihatan. Mereka menamakan pulau itu Pulau Burung, nama yang dipakai sampai sekarang. Di kapal yang tenggelam mereka membawa cukup banyak perbekalan dan alat kerja, termasuk sebuah peti berisi 2.000 riyal mata uang perak. Setelah tujuh bulan di pulau itu, mereka membuat perahu. Delapan minggu kemudian mereka tiba di Lourenco Marques (Moambik) dengan meninggalkan harta karun di Teluk Algoa. Allen dan van Niekerk menghabiskan waktu 10 tahun untuk mengadakan penelitian, memeriksa segala dokumen dan peta yang ada agar bisa menentukan dengan tepat tempat tenggelamnya kapal Dodington. Dodington tenggelam di batu karang bergerigi tajam. Ombak di situ sangat besar. Selama 3 bulan beroperasi di Pulau Burung, Allen dan van Niekerk hanya bisa menyelam 11 hari. Ikan hiu di situ ganas pula. Baling-baling motor mereka pernah putus digigit hiu. Tantangan lain ialah: para penyelam-pembajak yang mengintip gerak-gerik mereka, dan kemudian merampok hasilnya. Apalagi setelah pada 1971 mahkamah agung Afrika Selatan menyatakan penyelaman kapal-kapal EIC yang tenggelam di perairan Afrika Selatan terbuka bagi siapa saja. Semakin banyak saingan yang dihadapi. Allen dan van Niekerk dengan waspada memasang mata mereka, dan menghentikan kegiatan jika ada yang dicurigai membuntuti mereka. Hasil penemuan mereka lebih dari lumayan, termasuk di antaranya sebuah cincin yang diduga milik Clive sendiri. *** Betapa kerasnya persaingan antara pemburu harta karun dan dinas purbakala (arkeologi) dialami oleh Fred Hancock, peneliti yang tekun dan juga pemburu harta karun lain lagi. Fred telah mengumpulkan satu lemari penuh barang antik dari tepian Sungai Thames dekat jembatan Blackfriar London. Ia menemukan barangbarang ini setelah meneliti berbagai tempat penyeberangan yang digunakan orang di zaman Romawi dan Sakson. la menyimpulkan, selama bertahuntahun tentulah banyak barang kecil milik para musafir dan saudagar yang berjatuhan di tempat penyeberangan karena mereka harus mengarungi lumpur. Kebenaran pendapatnya terbukti dengan ditemukannya barang-barang seperti tanda pengenal para peziarah Canterbury yang jatuh di lumpur Sungai Thames. Sebagian besar penemuan Fred kini disimpan di Museum London. Fred juga menemukan beberapa tempat yang kini dikenal sebagai situs purbakala. Sebagai warga negara yang baik, ia melaporkan penemuannya ini. Tetapi ketika penggalian dimulai, ia ditendang ke luar. Kadang-kadang Fred dan kawan-kawannya menemukan sesuatu di tempat yang oleh para ahli purbakala dinyatakan tak mengandung apa-apa lagi dan dibiarkan diisi dengan bangunan gedung baru. Di Thetford, Norfolk, setelah Arthur Brooke menemukan "Harta Karun Thetford" berupa mata uang dan perhiasan zaman Romawi kuno dengan pelacak logamnya, para ahli purbakala datang memeriksa lebih lanjut. Karena tak menemukan apa-apa lagi, mereka mengizinkan pembangunan pabrik di anah itu. Sebaliknya, Fred yakin bahwa masih banyak yang bisa ditemukan di tempat itu. Ini karena sejumlah mata uang yang berasal dari situ dibawa ke tokonya oleh orang-orang tertentu . Mata uang yang sama pernah pula dilihatnya di Negeri Belanda dan Swiss. Sehingga ia berkesimpulan, Thetford merupakan tempat pembuatan uang Ratu Boudica, yang di zaman Inggris kuno memimpin pemberontakan terhadap Romawi pada 61 M. Dengan bantuan majalah Sunday Times, Fred memperoleh izin dari perusahaan Howson Algraphy Ltd., pemilik pabrik, untuk melakukan penggalian. Syaratnya: Fred tidak akan menggali lebih dalam daripada yang sudah digali dinas purbakala. Semua hasil penemuan harus diserahkan dan dibagi sama antara Fred dan rombongannya dan dana kesejahteraan perusahaan tersebut. Hasilnya luar biasa. Fred menemukan mata uang dan perhiasan bernilai ratusan poundsterling. Dan mata uang yang ditemukannya persis sama dengan yang di lihatnya di Negeri Belanda. Tujuh bulan kemudian, lapangan di sebelah pabrik itu dinyatakan oleh dinas purbakala Norfolk sebagai "hampir pasti " situs dari kuil Boudica. Seorang bekas aktor Inggris, Richard Knight, punya gagasan lebih brilyan: mengapatidak minta bantuan satelit untuk melacak tempat harta karun? Ia lalu meminta bantuan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) untuk melacak tempat harta karun Kapten Kidd yang terkenal itu. Bajak laut Kapten Kidd pada 1701 mati di tiang gantungan. Bersamanya ikut pula terpendam rahasia harta rampasannya. Antara 1929 dan 1934, Hubert Palmer, seorang pengumpul derma dari Eastbourne, memperoleh dari empat sumber yang berbeda empat buah peti yang dikabarkan sebagai milik Kapten Kidd. Dalam tiap peti ditemukan sebuah peta menunjukkan sebuah pulau - dan keempat-empatnya tampaknya sama. Keempat peta itu, kini sudah terlalu kabur untuk direproduksi, berada di Kanada. Salah satu peta bertandakan "Laut Cina", tetapi petunjuk ini selalu dianggap sebagai pengalih perhatian. Kapten Kidd diketahui tidak pernah ke daerah Timur. Garis lintang dan garis bujur yang digambarkan menunjukkan wilayah Hindia Barat. Karena itu, pencarian sebelumnya selalu dipusatkan ke Atlantik Utara bagian Amerika. Knight menyadari, pada akhir abad ke-17 garis bujur belum mantap di peta bumi. Garis lintang pertama saja baru ditetapkan di Greenwich pada 1884. Maka kepada NASA ia minta dibuatkan foto satelit mulai dari garis bujur antara Semenanjung Malaya dan Jepang. Ia lalu mencari pulau yang persis seperti tertera di peta Kapten Kidd. Ternyata di Teluk Muangthai terdapat pulau yang dimaksudkan itu. Penduduk setempat menamakan pulau itu Ho Tre Non, artinya Pulau Perompak. Tahun lalu Knight mengunjungi pulau itu. Dengan bantuan pelacak logam dan mengikuti petunjuk misterius Kapten Kidd, ia menemukan tiga peti. Isinya: mata uang emas, emas batangan, perhiasan, barang-barang porselin, dan batu jade. Penemuan paling berharga ialah batu permata ruby yang besar. Khawatir akan kapal patroli angkatan laut Vietnam - ia pernah disetop sekali, kamera dan filmnya berisi dokumentasi dan bukti dirampas - juga bajak laut, ia menguburkan kembali harta karun itu. Di mana, tentu saja tak diceritakannya. Ia berharap akan membawanya ke luar kemudian dengan bantuan orang lain dan kapal yang lebih besar. Ia percaya, nilai harta itu sekitar 20 juta poundsterling. Akhir Juli lalu, dengan seorang temannya, Knight menghilang dalam usahanya kembali ke pulau itu. Ternyata ia ditangkap pemerintah Vietnam. Majalah The Sunday Times mencoba mendekati pemerintah Hanoi agar membebaskannya. Ada lagi seorang penyelam yang mengkhususkan diri hanya mencari barang-barang yang terbuat dari kuningan dan tembaga. Paddy O'Sullivan, kontraktor listrik di perusahaan Bandon, Co., menyelam di perairan sekitar Cork dan Kerry, Irlandia. Modal pokoknya hanyalah pakaian selam, tabung udara, dan sampan karet bermotor tempel sepanjang 4 meter. Di antara perolehannya terdapat sebuah kanon kuningan sepanjang 3 meter. Kanon ini diambilnya dari sebuah kapal tenggelam, dan ditaksir berharga œ 8.000. Paddy juga memiliki koleksi barang kuningan dan tembaga, riyal Spanyol, serta dollar Meksiko. Ia salah seorang penyumbang pada Museum Irlandia. Menyelam sejak tahun 1962 dengan hanya mengenakan pakaian selam, kedalamannya (110 meter) tercatat sebagai rekor dunia. Birokrasi pemerintah merupakan salah satu hambatan yang harus diperhitungkan oleh para pemburu harta karun, dan lebih sering menyebabkan mereka kecewa. Ini dialami Frank Nolan, insinyur telepon dari Edinburgh, yang bersama rekan-rekannya mencoba memburu harta karun di Lima, Peru. Kisah harta karun ini dimulai pada 1821, ketika para pemimpin masyarakat dan agama di kota terkaya Amerika Latin itu merasa terancam oleh pemberontakan kaum nasionalis. Mereka menyewa sebuah kapal Skot, Mary Dear, untuk mengungsikan diri dan harta kekayaannya ke Panama. Melihat muatan yang dibawanya, kapten kapal itu, William Thompson, betul-betul ngiler. Tak terhitung banyaknya peti berisi mata uang emas dan perhiasan, batu permata yang belum diasah, hiasan altar yang terbuat dari emas tempat lilin perak, piala untuk misa dengan berbagai hiasan, salib, dan berbagai perlengkapan upacara di gereja. Tergiur oleh barang-barang berharga itu, Thompson dan awak kapalnya berkomplot membunuh para penumpangnya. Mereka lalu melarikan diri ke Pulau Coco, sarang bajak laut di Pasifik. Di sanalah harta itu mereka sembunyikan. Tapi kemudian mereka tertangkap dan diajukan ke pengadilan. Thompson berhasil melarikan diri dan kembali ke kampungnya di Annan. Penduduk kampung kelahirannya yang mendengar peristiwa tersebut segera mengucilkannya. Thompson berlayar kembali, menetap di Spanyol, tempat ia menikah dan punya anak bernama Isabella. Satu atau dua kali ia kembali ke Coco, dan mengangkut semua emas yang bisa dibawanya. Ini baru sebagian kecil dari harta rampasan itu. Namun ia bisa membeli sebidang tanah yang luas di salah satu negara Amerika Selatan yang baru merdeka, dan hidup bahagia sampai akhir hayatnya. Segala keterangan terperinci mengenai harta karun dan lokasinya ditinggalkannya pada anak perempuannya dan rekannya berlayar, Keating. Selama abad yang lalu, ratusan orang mencoba datang ke Pulau Coco, membawa peta dan petunjuk-petunjuk yang dipercaya sebagai salinan salah satu dari dua peta Thompson yang asli. Pulau Coco memang ramai dikunjungi pemburu harta karun meskipun kebanyakan ekspedisi hanya "menemukan" satu hal: alam pulau yang ganas. Hampir seluruhnya diliputi rimba belantara yang rapat dan penuh serangga hawanya panas dan lembab. Kecuali dua teluk, daerah pantainya yang lain sulit didarati, lautnya penuh hiu. Tapi kemasyhuran pulau itu membuat banyak tokoh terkenal mencoba bertualang di sana, di antaranya Franklin Delano Roosevelt, yang kemudian menjadi presiden Amerika Serikat. Pemilik pulau, pemerintah Kosta Rika, sudah lama bosan menghadapi ekspedisi perburuan harta karun di sana. Mereka menetapkan peraturan ketat bagi para peminat: harus mengisi formulir permohonan, ekspedisi harus disertai tentara mereka, dan 50% dari hasil perburuan harus masuk ke kas pemerintah. Sering kali permohonan izin itu ditolak. Dan kalaupun dapat, bukan berarti kesulitan lain tak akan dihadapi. Para pemburu terdahulu bercerita tentang alat-alat mereka yang dicuri atau disita, sedang mereka sendiri diperas atau ditahan tanpa alasan. Dalam keadaan yang ideal, berburu harta karun tidak lebih dari sekadar mencari tantangan petualangan, dengan tujuan akhir kemungkinan menemukan harta. Merekayang bersungguh-sungguh dengan hobi ini akan masuk suatu klub, dan mematuhi peraturannya: tidak memasuki suatu daerah tanpa izin, selalu melaporkan penemuan yang penting, menimbun tanah kembali setelah menggali, dan seterusnya. Mereka juga belajar memahami pentingnya risetdokumen di kantor arsip setempat, dan lebih memahami peranan para ahli ilmu purbakala. Jika mereka menemukan mata uang kuno atau kapak batu, misalnya, mereka akan menyerahkannya kepada pejabat setempat yang akan menentukan apakah penemuan tersebut dapat disebut sebagai harta karun atau tidak. Jika keadaannya ideal, maka undang- undang, para pemburu harta karun, dan arkeolog akan bisa bekerja sama secara harmonis. Tapi keadaan yang kita hadapi bukanlah yang ideal. Pertentangan kepentingan selalu saja ada, demikian pula saling curiga dan salah paham. Di balik ketegangan dan persaingan ini, mengintai para pencuri yang selalu menunggu tiap kesempatan. Mereka memasang mata dan telinga di tempat-tempat penggalian penting sedang berlangsung. Demikianlah sekarang ini, para arkeolog terpaksa menempatkan penjagaan 24 jam terus menerus di situs penggalian penting untuk mencegah penggalian liar dan pencuri. Yang mengerikan lagi ialah adanya kecenderungan digunakannya kekerasan: para petugas di suatu penggalian diperingatkan supaya berhati-hati di suatu daerah tertentu terhadap kemungkinan tindak kekerasan dari orang-orang tak bertanggung jawab. Di Italia, Turki, dan beberapa negara Amerika Latin, pencurian barang-barang purbakala di tempat penggalian dilakukan secara terang-terangan. Ini terjadi, antara lain, karena pejabat pemerintah bisa disogok. Di Kosta Rika, negeri yang sangat miskin tetapi kaya dengan harta karun, terdapat kurang lebih 5.000 huaqueros (perampok pekuburan) . Mereka ini punya hubungan rapat dengan para penadah di Amerika Serikat dan Eropa. Situs-situs pu rbakala di Etrusca, Italia, secara sistematis digerogoti oleh tombaroli, pencuri barang antik. Mereka sangat ahli menggali barang-barang purbakala, dan tahu betul jalur-jalur pasaran internasional yang bisa menadah hasil garapan mereka. Di Indonesia, yang belum semua peninggalan purbakalanya dapat diungkapkan, masalah pencurian pun sudah sejak lama memusingkan alat negara. Sesekali kita baca berita disitanya sejumlah barang purba yang hendak diselundupkan ke luar negeri. Atau tentang penggalian liar di Sangiran yang kaya fosil, di Jawa Tengah. Menurut Derek Wilson, London diketahui telah mengambil alih peranan Athena dan Istambul sebagai pusat pasar gelap benda purbakala. Pertukaran uang dan barangnya mungkin terjadi di tempat lain. Yang terkenal ialah Jenewa. Tapi transaksinya sendiri terjadi di London . Dewan Purbakala Inggris mulai memperlihatkan kecemasannya terhadap penyelundupan benda-benda purba ke luar negara tersebut. Beberapa bulan lalu, kepada seorang ahli purbakala diperlihatkan sebuah lencana unik, tanda pengenal para peziarah di Abad Pertengahan yang masih dalam keadaan baik. Tak lama kemudian diketahui, benda tersebut sudah masuk dalam daftar seorang pedagang barang antik Australia. Sejumlah mata uang emas diketahui hilang dari sebuah situs penggalian zaman Romawi di Anglia Timur. Ternyata benda itu sudah dibawa ke Amerika, dan oleh pesawat Angkatan Udara AS ! Seperti di Indonesia, undang-undang Inggris mengharuskan adanya izin untuk mengekspor benda purba yang berasal dari negara itu. Penemuan setiap logam berharga harus diberitahukan kepada pejabat pemerintah setempat. Jika pemerintah Kerajaan Inggris mengambil penemuan tersebut, ganti rugi yang layak akan diberikan sesuai dengan harga pasaran. Tapi para pemburu harta karun lebih suka menjual penemuan mereka ke pasar gelap daripada kepada pemerintah. Karena apa yang disebut penggantian "sesuai dengan harga pasaran" biasanya didasarkan pada taksiran petugas museum. Tak pernah ada lelang terhadap barang-barang tersebut, sehingga bisa diketahui patokan harga sesungguhnya. Kemajuan teknologi yang semakin menyempurnakan peralatan kerja termasuk alat penggalian dan pelacak atau detektor - semakin merangsang orang berburu harta karun. Penemuan tiga alat penting untuk tujuan militer menyebabkan makin ramainya perburuan harta karun pada 1960-an dan 1970-an. Ketiga alat itu ialah pelacak bahan tambang (mine detector), sonar laut, dan perlengkapan selam skuba (scuba diving equipment) yang digunakan tentara pada Perang Dunia II. Dengan ketiga alat ini, usaha menemukan harta karun yang terpendam dalam tanah, atau terbenam di laut dangkal, tidaklah begitu sulit lagi. Dengan ditemukannya teknik penyelaman di laut yang lebih dalam dan pelacak logam yang lebih peka, semakin banyak harta karun yang bisa diburu. Beberapa di antaranya yang masih menanti ialah: Emas di Loch Arkaig. Pada 1746 sebuah kapal Prancis membawa mata uang emas louis (uang emas yang dikeluarkan di zaman Raja Louis XIII sampai XVl) yang bernilai œ35.000. Uang ini akan diserahkan kepada simpatisan kaum Jakobin untuk mengobarkan kembali pemberontakan yang ditumpas di Culloden. Sebagian besar uang itu dilarikan ke daerah Loch Arkaig karena serbuan tentara Inggris yang mendadak. Sebuah dokumen menjelaskan tempat persembunyiannya, tapi segala usaha menemukannya tak berhasil hingga kini. Harta Karun Jenderal Monck. Pada 1651 penguasa Inggris, Oliver Cromwell, mengutus Jenderal George Monck untuk merampok orang-orang Skot. Barang rampasannya dari Dundee, menurut laporan ketika itu, cukup untuk mengisi 60 kapal. Tapi kapal-kapal itu tenggelam di Firth of Tray karena badai. Emas Laksamana Nakhimoff, berupa lantakan senilai œ20 juta tenggelam di Selat Formosa pada awal abad ini. Yang membawanya ialah kapal perang Rusia Laksamana Nakhimoff yang ketika itu sedang berperang melawan Jepang. Tempat tenggelamnya sudah diketahui, tetapi kedalaman lautnya dan ketentuan mengenai siapa pemiliknya merupakan persoalan pelik bagi usaha memburunya. Andrea Doria, kapal penumpang yang terbakar dan tenggelam di dasar laut sedalam 250 kaki di lepas pantai Nantucket pada 1956. Peter Gimble, seorang pemburu harta karun Amerika yang mengetahui tempat tenggelamnya, sudah membuat perkiraan. Kalaupun ia berhasil menyelamatkan emas permata yang nilainya lebih dari satu juta poundsterling dari dasar laut, biaya persiapan yang harus dikeluarkannya akan lebih besardari itu. Kuburan Atilla, yang paling menggiurkan dari semua harta karun. Setelah merampoki Kekaisaran Romawi, Atilla meninggal dalam perjalanan pulang. Jenazahnya dikuburkan di tenggara Kota Budapest. Peti matinyadilapisi emas kemudian perak, dan besi. Ditambah lagi dengan senjata musuh-musuhnya yang dirampas dalam peperangan dan berbagai perhiasan emas permata. Dan agar tak seorang pun tahu tentang kuburltu, semua orang yang bertugas dalam penguburan itu dibunuh .... *** Ini hanya sebagian kecil saja dari harta karun yang menunggu pemburunya. Setiap pemburu harta karun akan bercerita tentang tempat-tempat lain yang lebih banyak lagi. Benar tidaknya cerita itu, soal lain. Inilah yang merangsang orang untuk selalu terus berburu - lengkap dengan segala argumentasi, pertentangan mengenai segi hukum, perdagangan gelap, dan rasa optimisme yang tumbuh kembali setelah menghadapi setiap kegagalan. Dan hanya segelintir yang benar benara kan mengalami saat paling menggetarkan - ketika akhirnya bisa menemukan harta idaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus