Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tinggal album kenangan

Satu-satunya kantor berita foto. dalam usia 37 th nyaris menjadi museum. kekurangan dana. tak pernah mendapat subsidi dari pemerintah. (md)

15 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POTRET Bung Karno membaca naskah proklamasi, atau rakyat yang berjubel di Lapangan Ikada di bawah ancaman bayonet Jepang yang terhunus, kini sudah memudar kecokelatan. Sedangkan pemotretnya, Alex Impurung Mendur, sudah tiada. Bahkan kantor berita foto yang berdiri setahun kemudian kini nyaris menjadi museum. Dengan maksud mengabadikan sejarah perjuangan bangsa, Alex dan adiknya, Sumarto Frans Mendur, serta juru potret lainnya, seperti Njong Frederich Umbas, Just Kopit Mendur, dan Alexander Mamusung, Maret 1946 mendirikan sebuah biro foto pers. Pada 2 Oktober 1946 biro itu diresmikan sebagai Indonesian Press Photo Service (Ipphos). Nama Ipphos kemudian muncul menyertai setiap foto berita yang menyangkut perjuangan republik. Sejak itu hingga kini, 37 tahun kemudian, Ipphos-lah satu-satunya kantor berita foto yang pernah ada. Tapi, usaha partikelir yang pernah berjaya itu kini tak berdaya. Bukan lantaran termakan usia, tapi karena tak pernah mengandalkan subsid. Memang aneh bahwa pemerintah tak pernah memberi subsidi. Sekretariat Negara pernah menjanjikan bantuan, memang. "Hal itu pernah dicetuskan seusai peresmian museum pers di Solo. Tapi sampai sekarang tak ada pelaksanaannya," kata Alex Mamusung, 63 tahun, seorang dari para pendiri Ipphos yang masih hidup. Gubernur Ali Sadikin dan Tjokropranolo pernah membantu lemari dan meja-kursi, bahkan Menteri Pernerangan Ali Moertopo pernah menyumbang Rp 2,5 juta. Tapi bantuan-bantuan itu seperti tak ada artinya mengingat kebutuhan Ipphos yang tidak sedikit. Sepuluh tahun lalu Ipphos mampu mengerahkan 7 juru potret dibantu koresponden lepas di semua ibu kota provinsi plus 35 karyawan di kantor pusat, kini tinggal 6 wartawan toto dan 5 karyawan. Dulu sekitar 50 penerbitan pers berlangganan. Kini, kalaupun ada koran mengambil foto-foto Ipphos, sifatnya hanya membantu. "Mereka sudah punya wartawan foto sendiri. Di antaranya ada yang pernah mengecap pendidikan di sini," ujar Johny Mendur, 41 tahun, anak bungsu Almarhum Sumarto Frans Mendur yang bekerja di sana sejak 1961. Dan Ipphos tentu kian terdesak ketika LKBN Antara tampil dengan radiophoto. Ipphos memang bisa tergusur karena kantornya di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat yang ditempati sejak awal revolusi, pada ]967 pernah diusik tapi tetap bertahan, karena Ali Sadikin menyatakan, kantor itu sebagai gedung bersejarah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus