Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stefanus Roy Rening girang bukan main. Partai yang ia pimpin, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, lolos verifikasi faktual Komisi Pemilihan Umum, Juni lalu. Partai ini menjadi satu-satunya partai baru dari sekitar enam partai yang membawa bendera Nasrani yang berhak berlaga dalam Pemilihan Umum 2009. ”Ini hadiah dari kerja keras selama lima tahun,” katanya.
Partai Kasih sebenarnya sudah berdiri sejak 1998 dengan nama Partai Katolik Demokrat dan sempat berlaga pada Pemilu 1999. Namun partai ini hanya mendapatkan satu kursi Dewan. Apa boleh buat, pada Pemilu 2004, mereka mendaftar ulang dengan nama baru: Partai Katolik Demokrasi Indonesia. Tapi kali itu mereka gagal di verifikasi faktual.
Kegagalan pada 2004 tak ”mengubur” partai yang didirikan para mantan aktivis Pemuda Katolik Republik Indonesia itu. Malah mereka menggalang kerja sama dan ”merger” dengan partai Kristen lain yang juga tak ”kuat” maju sendiri. Mula-mula mereka bergabung dengan Partai Pewarta Damai Kasih Bangsa, lalu Partai Anugerah Demokrat, Partai Demokrasi Kasih Bangsa Indonesia, Partai Amanat Kasih, Partai Demokrat Kristen, Partai Kristen Demokrasi Indonesia, Partai Perjuangan Kasih Bangsa, serta Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1945 dan Partai Katolik. Dua partai terakhir mengambil nama dua pelopor partai Kristen. Dengan koalisi yang meluas itu, nama partai pun diubah menjadi Partai Kasih Demokrasi Indonesia.
Merasa menjadi representasi dari sebagian besar kelompok politik Kristen, partai ini optimistis lolos parliamentary threshold dalam pemilu nanti. Mereka membidik 14-15 juta pemilih yang berada di daerah berbasis Nasrani. ”Bisa meraih 30 persen saja suara di daerah-daerah itu sudah lebih dari cukup,” kata Phillip Gobang, anggota tim Badan Pemenangan Pemilu Partai Kasih Demokrasi Indonesia.
Di atas kertas, hitung-hitungan itu masuk akal. Masalahnya, Partai Kasih tak sendirian di jalur ini. Ada Partai Damai Sejahtera, yang juga sejak mula membawa misi kristiani dan ”mencitrakan” diri sebagai titisan Parkindo. Profil ketua umum di situs web Partai Damai Sejahtera yang diakses Januari, misalnya, menyebut nama ayah Ruyandi Hutasoit, Manixius Hutasoit, sebagai salah satu tokoh Parkindo.
Dibanding ”rivalnya”, langkah politik Partai Damai Sejahtera jauh lebih mulus. Berdiri sejak 2001, partai ini tak mendapat kesulitan lolos verifikasi faktual pada Desember 2003. Ini berlanjut dengan sukses meraih 13 kursi (2,36 persen) di Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilu 2004—cukup untuk membentuk satu fraksi mandiri dan lolos jeratan threshold.
Tentu saja Partai Damai Sejahtera kembali berharap pada pemilih kristiani dan menargetkan bisa meraup empat juta suara—sekitar dua kali perolehan pemilu lalu. Jika sukses, ini jelas cukup untuk mengantarkan mereka kembali melewati ambang aman: 2,5 persen kursi Dewan.
Sebenarnya, jika suara kristiani terbagi merata ke dua partai ini, mereka pasti aman. Persoalannya, cukup banyak calon kristiani yang mewakili partai lain. Mereka pun tentu akan berusaha meraih suara pemilih Nasrani. Sebagai pembanding, Pemilu 2004 meloloskan 81 wakil rakyat kristiani, tapi hanya 13 berasal dari Partai Damai Sejahtera.
Itu sebabnya Partai Damai Sejahtera dan Partai Kasih Demokrasi Indonesia membuka diri bagi politikus nonkristiani. Bahkan Partai Damai Sejahtera tahun lalu memproklamasikan diri sebagai partai terbuka. Ini jelas strategi memperluas basis pemilih, terutama di Jawa. ”PDS awalnya memang dibentuk kalangan Kristen. Tapi sekarang kami sudah terbuka,” ucap Ruyandi.
Partai Damai Sejahtera
Nomor Urut: 25
Berdiri: 1 Oktober 2001
Ketua Umum: Dr Ruyandi Hutasoit, SpU
Pemilu 2004: 13 kursi
Prediksi:
Jumlah Caleg: 322 orang
Partai Kasih Demokrasi Indonesia
Nomor Urut: 32
Berdiri: 22 Agustus 1998
Ketua Umum: Stefanus Roy Rening
Pemilu 1999: 1 kursi
Prediksi:
Caleg: 143 orang
Medan Perebutan Suara
Daerah yang diperebutkan PDS dan PKDI:
Zona Utama
Zona Pendukung
Keterangan: Jumlah pemilih kristiani 5-10 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo