KASEM (beranak empat) kawin lagi, dan Desa Karang Kemiri geger. Bukan karena wanita bertubuh kecil dan berparas biasa-biasa saja itu kawin dengan perjaka ting-ting. Tapi lebih dari itu, suaminya adalah gendruwo, sejenis dedemit yang konon jemarinya sebesar pisang ambon. Begitulah yang diyakini penduduk desa 30 km sebelah timur Cilacap itu. Tak ada penghulu dipanggil, tentu saja. Sang gendruwo, menurut Kasem, 24, tak lain cucu Panembahan Penusupan, cikal bakal desa. Perkawinan pun dilangsungkan di kubur sang panembahan, medio Desember lalu. Kasem tampak menyembah kubur tiga kali dan membakar kemenyan. Suaminya entah duduk di sebelah mana. Tak kelihatan, sih. Tapi puluhan ibu PKK, dan khalayak yang ratusan jumlahnya, berjubel di situ. Bahkan acara itu dimeriahkan dengan pertunjukan kuda lumping segala. Dan, semenjak kawin, Kasem jadi pandai meramal dan mengobati orang. "Padahal, dulu dia perempuan bodoh yang hampir tak pernah keluar desa," kata tetangganya. Kisah cinta Kasem dengan gendruwo dimulai tahun 1976. Sewaktu suaminya tak ada di rumah, di tengah malam Kasem kedatangan pria tampan yang mengajaknya begituan. Kasem menolak. Beberapa waktu kemudian, Kasem menemukan "jimat" - berupa kentongan kecil sebesar ibu jari berisi batu merah hati - dalam lemarinya. Oleh suaminya, Darsan, jimat tadi dijual ke Bandung, laku Rp 400 ribu. Dan sejak itu rumah Kasem disatroni. Setiap malam seperti ada yang melempari batu. Lemparan misterius baru menghilang setelah diadakan selamatan. Apalagi karena, konon, Kasem lalu bersedia menjadi istri gendruwo. Darsan rupanya cemburu juga, meski madunya tak pernah kelihatan sosoknya. Pada 24 Desember silam, ia pun resmi bercerai dengan Kasem. Kasem sendiri kini mulai kelihatan banyak uangnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini