Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat itu datang sekitar tiga bulan lalu. ”Dari sesama artis,” kata Rieke Diah Pitaloka, si penerima surat. Isinya mengingatkan pemeran Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri ini tentang bahaya pornografi. Pengirim mengajak Rieke ikut men-dukung isi Rancangan Undang-Undang (RUU) Antipornografi dan Pornoaksi, yang sedang dibahas anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Rieke mengenal betul si pengirim surat, tapi menolak menyebutkannya. Dia juga enggan membalas surat itu. Pesan pendek melalui telepon genggam pun banyak diterimanya. Ada yang bernada halus, banyak pula yang sinis, bahkan berisi ancaman. Dia mengaku tidak terlalu peduli.
Ternyata penolakannya terhadap- RUU Antipornografi juga berpengaruh pada pekerjaan. Tiba-tiba nama Rieke dicoret dari daftar pelakon pada sebuah acara televisi yang sudah matang dirancang, hanya bebe-rapa hari menjelang kontrak dite-ken. ”Sutradaranya nggak suka karena saya terlalu politis,” katanya.
Hingga kini penyusunan RUU Antipornografi masih belum final. Bebe-rapa fraksi di DPR masih mengajukan sejumlah perubahan setelah mende-ngar masukan dari masyarakat. Parlemen juga memanggil kedua kubu artis yang berbeda pendapat. Mereka yang bekerja di dunia hiburan sangat berkepentingan karena paling berpotensi menjadi subyek pelanggaran jika rancangan ini disahkan menjadi undang-undang.
Dalam RUU itu terdapat larangan mempertontonkan bagian tubuh yang sen-sual dan menari erotis atau bergo-yang erotis di muka umum. Mereka yang berciuman di muka umum juga di-ancam pidana penjara. Pelanggar se-mu-a ketentuan itu bisa dipenjara mu-la-i satu tahun sampai 20 tahun penjara-. Hukuman masih bisa ditambah den-da Rp 100 juta sampai Rp 3 miliar. Per-soalannya, mengenai definisi sensu-al-, erotis, dan pornografi sen-diri belum- ada kata sepakat di antara fraksi di DPR.
Meski masih berupa rancangan, RUU Antipornografi menjadi tembok- pemisah antara penyokong dan pe-nolak. Artis dari kedua kubu tiba-tiba menjadi simbol dalam setiap aksi, kampanye, maupun debat yang membahas RUU ini.
Salah satu aksi sejumlah organisasi dan individu penolak RUU Antipornografi dilakukan di Bundaran Hotel Indonesia, akhir April lalu. Sejumlah artis yang ikut dalam aksi tersebut antara lain Rieke Diah Pitaloka, Inul Daratista, dan Nurul Arifin. Kehadir-an mereka langsung menyedot perhatian masyarakat maupun media massa. Saat itu Inul Daratista menyanyi dan bergoyang dengan gaya khasnya, ngebor.
Inul menuai ancaman selang dua pekan kemudian. Forum Betawi Rempug, sebuah organisasi massa berbasis kelompok etnis, melabrak rumah-nya di Pondok Indah dan Karaoke InulVista miliknya di Pasar Festival, Ku-ningan, Jakarta Selatan. Mereka menyebut goyangan Inul pada unjuk rasa itu tidak senonoh. Koordinator Forum Betawi Rempug Kebayoran Baru mengusir Inul pergi dari Jakarta bila tidak meminta maaf kepada warga Betawi.
Pengusiran itu mengingatkan kembali pada hujatan yang pernah dilontarkan raja dangdut Rhoma Irama kepada Inul, tiga tahun lalu. Penyanyi asal Pasuruan, Jawa Timur, ini bahkan pernah dicekal manggung di beberapa daerah. Inul sendi-ri dalam berbagai kesem-patan menyatakan tidak menolak RUU An-tipornografi. ”Tapi ja-ngan terlalu banyak penekanan di sana-sini,” be-gitu permintaan-nya.
Artis-artis yang mendorong a-gar RUU Antipornografi ini segera disahkan juga tak kalah ge-tol ber-suara. Sebut saja Astri Ivo, Ne-no Warisman, Inneke Koeshera-wa-ti, atau Titi Qadarsih. Mere-ka bergabung dalam gerakan Aliansi Selamatkan Anak Bangsa Indonesia dan mela-kukan pertemuan berkala sebulan sekali.
Pemain sinetron Astri- Ivo- me-nga-kui perbedaan pen-dapat itu mem-pengaruhi hu-bungan antar-penghibur, mes-ki sebelumnya tidak ada masalah. Tapi dia bersama teman-te-mannya yang mendukung RUU Anti-por-nografi terus mencoba mendekati pa-ra penentang dalam berbagai kesem-pa-tan. ”Saya biasanya mengingatkan me-reka akan bahaya pornografi bagi anak-anak mereka,” kata Astri Ivo.
Senada dengan Rieke, Astri tidak- -ter-lalu peduli jika rezeki mesti- terpangkas- karena pilihan sikapnya. ”Buktinya, Inneke tetep laris dan main di banyak sinetron,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo