Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KINI asal-usul seseorang jadi -ma-salah penting di Bumi Cende-rawasih. Hanya orang Papua yang boleh memimpin dae-rah ini. Bukan cuma untuk calon gu-bernur dan wakilnya, calon bupati dan wali kota juga akan diberlakukan sya-rat: mesti orang asli Papua. -Re-ko-menda-si ini datang dari Majelis Rak-yat Pa-pua.
Ketua MRP Agus Alua Alue me-ng-a-takan, rekomendasi itu berdasarkan aspi-rasi warga. Majelis telah berkunjung ke sejumlah daerah untuk me-ngetahui ke-inginan penduduk pada April lalu. Umum-nya mereka ingin putra daerah tampil. Menurut Agus, di Kabupaten Jaya-pura, misalnya, warga menghendaki calon bupati dan wakilnya harus war-ga asli Papua.
Landasannya adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Di situ diatur, orang asli Papua menjadi salah satu sya-rat calon gubernur dan wakilnya. Sebenarnya ketentuan ini tidak berlaku buat calon bupati dan wali kota, tapi MRP berharap hal ini juga diterap-kan pada mereka.
Siapa yang disebut orang asli Pa-pua? MRP sudah membuat kriteria lewat rapat yang digelar pada November tahun lalu, menjelang pemilihan Gu-bernur Papua. Sesuai dengan undang-undang, Majelis memang diberi we-wenang membuat kriteria. Lembaga ini beranggotakan 42 orang yang ber-asal dari perwakilan adat, utusan per-empuan, dan utusan semua agama.
Setelah melewati perdebatan panjang dalam rapat November, anggota Ma-jelis menyepakati sejumlah kriteria orang asli Papua. Pertama, orang yang lahir dari ibu dan ayah yang asli Pa-pua. Kedua, ayah asli Papua dan ibu dari daerah lain. Ketiga, calon mem-pu-nyai basis kultural dan masyarakat adat.
Berdasarkan tiga syarat, calon Gu-ber-nur Papua pun disisir. Dua nama langsung terpental. Salah satunya Komarudin Watubun, calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Bar-nabas Suebu. Dia dianggap tidak memenuhi satu pun dari ketiga kriteria itu. Abud Musa’ad, calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Lukas Enembe, juga ikut dicoret.
Asal-usul Abud Musa’ad cukup la-ma dibahas. Walau ayahnya seorang Arab, ia dianggap asli Papua oleh sejumlah peserta lantaran ibunya orang Fak-fak, Papua. Setelah lama berdebat, akhirnya dilakukan voting. Hasilnya: 28 tidak mengakui Musa’ad orang asli Papua, dan cuma 8 mengakui-nya. Satu peserta memilih abstain. Watubun dan Musa’ad pun terpental dari daftar calon.
Calon yang pasangannya terpental lalu sibuk mencari pengganti. Barna-bas Suebu memilih Alex Hesegem, dan Lukas Enembe memilih Arobi Ahmad Aituarauw. Pemilihan gubernur dilaksanakan serentak di Papua pada 10 Maret 2006. Hasilnya, pasangan Bar-nabas Suebu dan Alex Hesegem ke-luar sebagai pemenang. Mereka dilantik pada 25 Juli 2006.
Kini, untuk menentukan kriteria- calon bupati dan wali kota, tak ha-nya- MRP yang turun tangan. Anggo-ta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Ja-yapura bersama sejumlah perkumpulan mahasiswa juga menggelar lokakarya beberapa waktu lalu. Tujuannya menyusun rancangan peraturan daerah tentang pemilihan bupati dan wali kota. Rancangan yang mensyaratkan calon bupati orang asli Pa-pua ini sudah disepakati. Tapi, ”Pihak eksekutif tidak mau menandata-ngani sehingga belum bisa dijalankan,” kata Isak Samuel Felle, Wakil Ketua DPRD Jayapura.
Sesungguhnya tidak semua warga sepakat dengan rancangan peraturan itu. Forum Komunikasi Pemuda Nasional Jayapura pernah mendatangi DPRD dan keras menolak peraturan itu. ”Kami minta Komisi Pemilu Jaya-pura melaksanakan pemilihan bupati berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Peme-rintah Nomor 6 Tahun 2005,” kata Red Suebu, pemimpin kelompok ini. Dua peraturan itu tidak mensyaratkan calon bupati atau wali kota orang asli Papua.
Sejumlah lembaga swadaya masya-rakat di Papua juga menentangnya. Budi Setyanto, Direktur Eksekutif The Institute For Civil Strengthening, yang bergerak dalam penguatan masyarakat sipil, menegaskan bahwa Undang-Undang Otonomi Khusus cuma mengatur pemilihan gubernur dan wakil gubernur, tidak mengatur pemilihan di kabupaten. ”Jika peraturan daerah itu dipaksakan, hak-hak orang lain akan terpasung,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo