Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bola dagelan

Pertandingan sepak bola antara kes. semaki melawan kes. tahunan menyambut hut proklamasi di kec. umbulharjo, yogyakarta, penuh kelucuan. misal: ada kiper menangkap dan membawa lari bola mengitari lapangan.

27 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTANDINGAN sepak bola di Indonesia justru menjadi menarik kalau semuanya melanggar aturan. Ya wasitnya, ya pemainnya, ya penontonnya. Contohnya, pertandingan sepak bola menyambut HUT Proklamasi di Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Hari itu, 8 Agustus, bertanding kesebelasan Tahunan melawan kesebelasan Semaki di lapangan Sido Kabul. Kedua tim bertanding seperti setan mabuk. Sistem yang dipakai kedua klub adalah total football. Kecuali kiper, semuanya menyerang. Semula maunya memakai sistem 4-4-2 dan 4-2-4, tapi begitu bola bergulir sistem modern itu ditinggalkan. Pokoknya, serang, sepak bola macam mana yang tidak menyerang? Skor 1-0 untuk Semaki. Ini membuat semua pemain Tahunan menyerang. Lalu, dua pemain Semaki melancarkan serangan balik. Keduanya menggiring bola tanpa ada hadangan, wasit pun tak peduli pada offside. Melihat itu, kiper Tahunan, John Haris, keluar dari sarangnya -- keluar jauh sampai melewati garis. Wasit Sumarwoko meniup peluit untuk pelanggaran John, tapi pemuda jangkung ini tak peduli. Ia akhirnya berhasil menangkap bola dari kaki lawan. Hebat, memang. Tapi wasit terus-menerus membunyikan peluit. John bukannya patuh pada wasit, ia tetap memegang bola itu. Ketika peluit dibunyikan lagi, ia malah berlari mengitari lapangan. Beberapa pemain mencoba merebut bola itu, tapi John dengan tangkas mengelak. Penonton pun ada yang ikut mengejar John. Prit ... prit .... Akhirnya wasit kesal dan ikut mengejar John. Ratusan pengunjung yang menyaksikan adegan kejar-kejaran itu bersorak-sorak. "Kiper edan. Kiper edan," teriak penonton. John Harris tak mau kalah, "Edan yo ben. Biar gila asal tampan." Ulah John berakhir tepat di ujung gawang lawannya. Di situ ia menyerahkan bola kepada wasit, sambil duduk bersimpuh dan menyembah. Wasit kemudian memberi kartu kuning pada John -- itu pun karena wasit tak punya persediaan kartu merah di kantung celananya. Tendangan langsung di luar kotak penalti di gawang John. Prit .. . Bola melenceng. John menari-nari. Tapi akhirnya kedudukan memang 1-1. Nah, karena ini pertandingan tingkat kampung dan takut keburu malam, tak ada perpanjangan waktu. Ya, begitu saja. Penonton puas karena tak henti-hentinya menertawakan John. "Dia memang gila," kata beberapa penonton. Tapi John, yang ditemui Heddy Lugito dari TEMPO, menyangkal disebut kurang waras. "Siapa bilang saya gila? Kalau gila mana mungkin saya jadi sarjana," kata lulusan akultas Keguruan Jurusan Keolahragaan UNS Solo ini. "Saya sengaja membuat dagelan untuk menghibur penonton. Buat apa bermain serius ? Lha wong ini cuma pertandingan antarkelurahan saja, kok," katanya. Betul, John, masakan untuk menonton dagelan bola orang Yogya harus pergi ke Senayan ?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus