Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Budi-budi di Kemelut Mutasi

Surya Paloh diduga berperan dalam pencopotan Kepala Badan Reserse Kriminal Suhardi Alius. Penggantian dilakukan serba kilat.

26 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN kilat ditempuh Inspektur Jenderal Budi Waseso menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ia dilantik menggantikan Komisaris Jenderal Suhardi Alius hanya empat jam setelah ditetapkan rapat Dewan Jabatan Kepolisian yang dipimpin Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti pada Senin pagi pekan lalu.

Suhardi dipindahkan ke luar Markas Besar, menjadi Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional. "Memang sangat singkat prosesnya, tapi mutasi seperti ini pernah terjadi sebelumnya," kata Badrodin kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Serah terima jabatan dari Suhardi ke Budi Waseso pun dilakukan pada hari yang sama secara tertutup.

Rapat Dewan Jabatan yang dipimpin Badrodin, dengan anggota antara lain Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Dwi Priyatno, itu sebenarnya hanya "formalitas". Penetapan Budi Waseso, yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, telah diputuskan pada pekan sebelumnya. Ia merupakan satu-satunya perwira kepolisian yang mendampingi Budi Gunawan pada saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kepala Polri di Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu dua pekan lalu.

Kepala Badan Reserse Kriminal merupakan jabatan yang sangat strategis di Markas Besar Kepolisian. Ia adalah orang ketiga setelah Kepala Polri dan wakilnya, sehingga mereka sering dijuluki Tri Brata-3 atau TB-3. Ia mengendalikan penanganan semua perkara, termasuk kasus pemberian keterangan palsu yang dipakai untuk menangkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, Jumat pekan lalu.

Suhardi dicopot di tengah memanasnya situasi di Markas Besar Kepolisian, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka penyuapan dan gratifikasi. Komisi antikorupsi menggunakan data transaksi keuangan di rekening sang Jenderal untuk menyidik dugaan kejahatan ini. Kabar pencopotan itu sampai ke Suhardi pada Kamis malam dua pekan lalu, yang membuat dia mengumpulkan anak buahnya pada esok paginya. Ia sekaligus berpamitan meninggalkan jabatan yang dipegangnya selama setahun lebih itu.

Kepada sejumlah orang dekatnya, Suhardi mengeluh ia dicopot karena dituduh memasok data rekening Budi Gunawan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia memang dianggap dekat dengan pimpinan KPK. Sejumlah petinggi komisi itu menyatakan sikap kooperatif Suhardi membuat hubungan kedua lembaga cukup harmonis selama Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Sutarman.

Sebelum menetapkan status tersangka Budi Gunawan, Ketua KPK Abraham Samad bertemu dengan Jenderal Sutarman dan Suhardi Alius, meminta kepastian agar proses hukum terhadap jenderal bintang tiga ini tak memunculkan perlawanan dari Kepolisian. Dalam pertemuan tersebut, Sutarman menjamin dan mengizinkan KPK menjadikan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Jaminan itu diperlukan karena ada kekhawatiran pengalaman pada 2009 dan 2012 bakal terulang. Pada 2009, ketika komisi antikorupsi menyelidiki keterlibatan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji dalam pencairan dana nasabah Bank Century yang diselamatkan pemerintah, dua komisioner dijadikan tersangka, yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Adapun pada 2012, ketika komisi antikorupsi menyidik korupsi di Korps Lalu Lintas Polri, penyidik Novel Baswedan dijerat dengan perkara yang telah berlalu delapan tahun.

Dimintai konfirmasi soal cerita itu, Suhardi menolak berkomentar. Ia, yang biasanya gampang dikontak dan memberi pernyataan, sama sekali tak mau berkomentar tentang pemindahannya. Soalnya, Budi Waseso begitu resmi menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal pada Senin sore mengatakan ada pengkhianat di lingkup internal Polri. Meski ia tak menyebut nama orangnya, banyak yang menduga tuduhan itu ditujukan kepada Suhardi. "Nanti kami bahas lagi soal ini di internal," ujarnya.

Badrodin menyatakan Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Polri memeriksa Suhardi Alius. Ia juga mengaku telah bertanya kepada Budi Waseso untuk meminta penjelasan tentang adanya pengkhianat di Polri itu. Menurut dia, pernyataan itu berkaitan dengan bocornya dokumen penyelidikan internal terhadap Budi Gunawan. Meski tak menyebut spesifik, dua pekan lalu beredar dokumen 17 halaman berisi "hasil penyelidikan" Badan Reserse Kriminal atas transaksi di rekening Budi Gunawan. Berdasarkan "penyelidikan" itu, rekening Budi Gunawan dinyatakan wajar. "Tapi mutasi bukan karena kebocoran dokumen," kata Badrodin. "Suhardi memang diperlukan di Lembaga Ketahanan Nasional."

Menurut seorang jenderal bintang dua, yang dibenarkan pejabat Istana Negara, pencopotan Suhardi sudah diputuskan pada Kamis dua pekan lalu. Ketua Partai NasDem Surya Paloh, yang berkali-kali datang ke Istana Presiden, berperan besar dalam pencopotan ini. Menurut mereka, Surya, yang awalnya berkeras Budi Gunawan dilantik menjadi Kepala Polri walau telah ditetapkan sebagai tersangka, akhirnya setuju pelantikan ditunda.

Surya kemudian meminta Jokowi menunjuk Badrodin menjadi pelaksana tugas Kepala Polri, juga mencopot Suhardi Alius untuk digantikan Budi Waseso. Karena jabatan ini setara dengan eselon I, yang pengangkatan dan pemberhentiannya harus melalui keputusan presiden, kata jenderal itu, Paloh meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menjalankan prosesnya. Alih-alih berkonsultasi dengan Presiden, Tedjo yang merupakan Ketua Komisi Kepolisian Nasional itu menghubungi Sutarman dan Badrodin agar mencopot Suhardi Alius.

Dimintai konfirmasi, Tedjo Edhy menjawab, "Ah, semua mutasi diatur internal Polri." Adapun Surya Paloh tak bersedia menanggapi informasi bahwa ia berada di balik penunjukan Badrodin sebagai pelaksana tugas Kepala Polri dan kisruh pencopotan Suhardi. Ketika ditemui di ruang Fraksi NasDem di DPR pada Kamis dua pekan lalu, ia malah mengatakan, "Akan ada progres yang mengejutkan."

Di hari yang sama dengan saat pemanggilan Suhardi, Badrodin meminta pula Budi Waseso ke ruangannya. Suhardi ketika dimintai konfirmasi tak bersedia berkomentar. Adapun Sutarman mengatakan pencopotan Suhardi merupakan wewenang Badrodin sebagai orang tertinggi di korps kepolisian. "Pergeseran itu terjadi setelah saya dicopot," ujar Sutarman, Rabu pekan lalu.

Menurut seseorang yang dekat dengan Presiden, gerbong mutasi di Mabes Polri masih akan berlanjut sebagai "kompensasi" gagalnya Budi Gunawan menjadi Kepala Polri. Menurut dia, akan ada lagi "pembersihan" terhadap jenderal yang ditengarai sehaluan dengan Sutarman dan Suhardi. Mereka dianggap sebagai bagian dari rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Perwira yang memiliki kedekatan dengan Budi Gunawan akan menempati posisi-posisi kunci.

Badrodin menampik kabar bahwa ada persaingan antarjenderal di lembaganya. Ia berkelit, persepsi "perang bintang" justru muncul di luar Polri. "Mungkin begini, orang DPR atau tokoh ini menjagokan jenderal ini. Mereka yang ribut. Di dalam tidak terasa," katanya. Walau begitu, Badrodin mengakui ada solidaritas antar-angkatan di lingkup internal kepolisian.

Rusman Paraqbueq, Mitra Tarigan , Singgih Soares, Muhammad Muhyiddin

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus