Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akhir pekan baru tiba, tapi jadwal Menteri Sekretaris Negara Pratikno jauh dari leyeh-leyeh ujung minggu. Sejak pagi, berganti-ganti dia menelepon 14 calon anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres. Hanya tiga hari menjelang pelantikan, Presiden Joko Widodo menugasi Pratikno memastikan kesediaan nama-nama—yang ada di daftar calon—menjadi anggota Wantimpres. Padahal Senin, 19 Januari, pelantikan dewan ini sudah masuk jadwal.
Jokowi kemudian akan menyaring hasil kerja Pratikno menjadi hanya sembilan orang, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. "Ada beberapa nama yang tidak bersedia. Presiden juga mencoret beberapa. Akhirnya kandidat menyusut," kata Pratikno kepada Tempo, pekan lalu.
Abdullah Makhmud Hendropriyono dan Ahmad Syafii Maarif menolak tawaran. Adapun sembilan nama yang dilantik adalah bekas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sidarto Danusubroto; Ketua Majelis Tinggi Partai NasDem Jan Darmadi; Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Rusdi Kirana; politikus senior Partai Hanura, Subagyo Hadisiswoyo; Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa; Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Yusuf Kartanegara; bekas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi; bekas Menteri Pendidikan yang juga tokoh senior Muhammadiyah, Malik Fadjar; dan ekonom Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih.
Seleksi anggota Wantimpres berlangsung sekitar dua bulan. Menteri Pratikno menerima daftar panjang calon anggota Wantimpres. Mayoritas nama datang dari partai pendukung Jokowi. Satu-dua dari organisasi kemasyarakatan dan akademikus. Rata-rata nama punya kedekatan dengan Jokowi dan Jusuf Kalla, termasuk mendukung keduanya saat kampanye dulu.
Presiden lantas meminta Pratikno dan timnya membuat profil para kandidat. Pratikno tak ingat benar jumlah nama yang pertama kali diajukan Presiden. "Tidak terlalu jauh dari 14," ujarnya. Mayoritas adalah politikus senior partai dengan keahlian dari bidang ekonomi hingga pertahanan dan keamanan. Tokoh serta pemimpin organisasi sosial dan keagamaan juga masuk daftar lacak tim Istana.
Para pemimpin partai penyokong mengaku sengaja mengajukan tokoh senior. Ketua Fraksi Partai NasDem Viktor Laiskodat mengatakan calon anggota Wantimpres yang mereka ajukan harus senior dan punya jam terbang tinggi karena tugasnya memberi pertimbangan kepada Presiden. NasDem lantas mengajukan Jan Darmadi. "Dia tokoh paling senior di partai. Mapan secara ekonomi dan usia," ucap Viktor.
Ketua Umum PKPI Sutiyoso menyodorkan Yusuf Kartanegara, yang berpengalaman di bidang militer dan pernah berkarier di Kejaksaan Agung. Seorang anggota tim menyebutkan profil Jan Darmadi paling disorot. Pasalnya, dari hasil penelusuran mereka, kata dia, nama Jan terkait dengan jaringan mafia judi. Presiden bahkan memanggil Ketua Umum NasDem Surya Paloh ke Istana guna mengklarifikasi hal ini.
Dalam pertemuan itu, menurut anggota tim di atas, Jokowi meminta opsi selain Jan Darmadi. Tapi Surya Paloh mengaku tak punya kandidat lain. Maka masuklah nama pengusaha sekaligus politikus NasDem ini. Menjawab konfirmasi Tempo, Pratikno mengaku tak tahu Presiden sempat menolak Jan. "Saya hanya menjalankan penugasan Presiden. Proses di dalam, saya tidak tahu," ujarnya.
Partai NasDem, yang mengajukan Jan, menegaskan berkali-kali bahwa kadernya bersih dari bisnis judi. Menurut Viktor, yang terlibat bisnis judi adalah ayah Jan, Dadi Darma, puluhan tahun lalu. "Dadi ada di bisnis judi juga untuk mendukung kebijakan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang mendukung perjudian. Itu sudah lama sekali. Pak Jan tidak terlibat," Viktor menegaskan. Mewakili Jan—yang sedang ke luar negeri—Viktor menjawab konfirmasi Tempo.
Presiden akhirnya menetapkan enam tokoh partai, seorang akademikus, dan dua tokoh organisasi keagamaan menjadi anggota Wantimpres
DELAPAN hari setelah dilantik menjadi presiden, Jokowi menelepon politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Sidarto Danusubroto. Dia menanyakan kesediaan Sidarto menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Sidarto mengangguk. Tiga bulan kemudian, Sidarto resmi dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan.
Sidarto memang bukan orang baru bagi Jokowi. Dia salah satu tokoh PDI Perjuangan yang getol mendukung pencalonan Jokowi menjadi presiden. Pada masa kampanye, Sidarto aktif menggalang massa, baik kader PDI Perjuangan maupun relawan, untuk mengamankan suara jagoannya. "Beliau panutan saya," kata Jokowi mengenai Sidarto saat bekas ajudan Presiden Sukarno itu dilantik menjadi Ketua MPR menggantikan Taufiq Kiemas.
Tokoh senior PDIP ini justru tak diajukan oleh partainya. PDIP mencalonkan ekonom Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih, sebagai anggota Wantimpres. "Pak Jokowi mengajukan Pak Sidarto, PDIP mencalonkan Sri Adiningsih," ucap Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto kepada Tempo, pekan lalu.
Faktor kedekatan menjadi salah satu pertimbangan Jokowi memilih anggota Wantimpres. Dari sembilan nama itu, enam merupakan tokoh partai yang bekerja keras selama kampanye untuk Jokowi. Hasyim Muzadi dan Malik Fadjar juga secara terbuka mendukung Jokowi saat kampanye. Sri Adiningsih pun bukan orang baru di mata Presiden.
Saat Megawati Soekarnoputri memimpin Indonesia, Sri adalah anggota tim penasihat ekonomi presiden. Sepuluh tahun terakhir, ia aktif di Megawati Institute, organisasi think tank PDIP. Sri tak kaget saat partai banteng menyetorkan namanya. "Saya ekonom profesional," ujar Sri.
Lalu seperti apa kedekatan Rusdi Kirana dengan Jokowi? Selama kampanye, bos Lion Air itu menyokong dana bagi Jokowi-Kalla. Dalam struktur tim kampanye pasangan ini, Rusdi ada di tim pengarah. Pengalaman Rusdi di bidang industri perhubungan diharapkan dapat membantu Presiden, yang tengah berfokus menata infrastruktur dan sistem transportasi. Subagyo Hs. dan Yusuf Kartanegara adalah bekas petinggi militer yang masuk tim kampanye nasional Jokowi-Kalla.
Komposisi anggota Wantimpres pada era Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono berbeda. Anggota Wantimpres yang dipilih Jokowi didominasi tokoh partai, sedangkan anggota Wantimpres yang menyokong Yudhoyono praktis dari kalangan profesional. Pada periode kedua pemerintahannya, 2009-2014, Yudhoyono memilih Emil Salim, Hassan Wirajuda, Ryaas Rasyid, Ginandjar Kartasasmita, Ma'ruf Amin, Widodo Adi Sutjipto, Jimly Asshiddiqie, Meutia Farida Hatta, dan Siti Fadillah Supari sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Sidarto berpendapat sah saja jika Jokowi memilih banyak tokoh partai sebagai anggota Wantimpres. Menurut dia, Jokowi membutuhkan backup politik karena koalisi pendukungnya tergolong kurus. "Makanya Wantimpres diperkuat politikus, ulama, dan sesepuh TNI," katanya.
Yusuf Kartanegara dan Suharso Monoarfa membantah tudingan bahwa pemilihan anggota Wantimpres merupakan bagi-bagi jatah dari Jokowi kepada partai yang membantunya saat kampanye. Menurut mereka, sah-sah saja jika Presiden memilih orang yang punya kedekatan dan kecocokan. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menjamin dominasi tokoh partai dalam Wantimpres baru ini tak akan mengganggu independensi lembaga tersebut. "Setelah tiga bulan (anggota Wantimpres yang terpilih) harus lepas jabatan di partai, ormas, BUMN, atau perusahaan swasta," Andi menegaskan.
Ananda Teresia, Wayan Agus Purnomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo