Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Syam Organizer menjadi salah satu pintu masuk rekrutmen anggota Jamaah Islamiyah.
Jamaah Islamiyah mendapatkan setoran Rp 150 juta per bulan dari Syam Organizer.
Dari kegiatan yayasan amal lain, Jamaah Islamiyah mendapatkan duit ratusan juta rupiah.
BERSAMA empat orang lain, Wahyu Hidayat rutin mengikuti pelatihan menjadi anggota Jamaah Islamiyah (JI) pada 2013. Beberapa kali dalam dua bulan, mereka mendapat pembekalan soal visi-misi dan struktur Jamaah Islamiyah. “Tidak ada latihan ala militer,” kata Wahyu kepada Tempo di Markas Besar Kepolisian RI, Jakarta, Kamis, 26 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Wahyu, pelatihan itu diadakan di sejumlah rumah makan. Tujuannya, menghindari kecurigaan karena pertemuan diadakan secara terbuka. Di ujung pelatihan, ia dibaiat menjadi anggota JI di sebuah pesanggrahan di Purbalingga, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wahyu sempat gamang karena Jamaah Islamiyah telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada 2008. Namun dia kadung senang bekerja di Syam Organizer, lembaga amal yang terafiliasi dengan JI. Ia pun dijanjikan posisinya di lembaga itu tak akan diutak-atik.
Syam Organizer menjadi pintu masuk bergabungnya Wahyu dengan Jamaah Islamiyah. Laki-laki 34 tahun itu mengenal lembaga tersebut pertama kali pada 2013, saat menjadi dosen di sebuah politeknik swasta di Cilacap, Jawa Tengah. Pimpinan Syam di sana sering mengadakan pengajian, dan Wahyu kerap dimintai bantuan. “Saya senang ikut acara diskusi dan pengajian seperti itu,” ujar Wahyu.
Tiga tahun kemudian, Wahyu ditawari bergabung dengan Jamaah Islamiyah, organisasi yang dibentuk oleh Abu Bakar Ba’asyir, kini mantan narapidana kasus terorisme. Setelah berbaiat kepada JI, Wahyu memutuskan mundur sebagai dosen dan bekerja penuh di kantor Syam di Yogyakarta mulai 2017. Upahnya saat itu Rp 2,6 juta per bulan.
Sejak itu, ia sering bertemu dengan pentolan Jamaah Islamiyah. Salah satunya laki-laki bernama Haedar di Magelang, Jawa Tengah, pada 2018. Menurut Wahyu, Haedar memuji para pekerja Syam karena rutin menyetor duit ke rekening JI. Totalnya sekitar Rp 150 juta per bulan. (Baca: Bagaimana Jamaah Islamiyah Mengelola Uang Ratusan Miliar?)
Dalam pertemuan dengan pemimpin Jamaah Islamiyah, Wahyu sering menerima perintah agar Syam lebih terbuka kepada masyarakat sehingga bisnis cepat berkembang. “Kami berupaya mendapatkan kepercayaan dari masyarakat,” katanya. Setelah tiga tahun, jabatan Wahyu melejit menjadi anggota direksi Syam dengan gaji Rp 13 juta.
Ia mengklaim bisa menghimpun dana hingga Rp 1 miliar per bulan sebelum dicokok Densus 88 Antiteror pada 5 April lalu. Polisi mendeteksi Syam Organizer menyalurkan duit ke Jamaah Islamiyah hingga Rp 1,9 miliar. Berbagai arsip persidangan anggota JI menyebutkan Syam menghimpun dana yang digunakan antara lain untuk pelatihan teror.
Menurut Wahyu, Syam memiliki 21 kantor perwakilan dan 70 pegawai di seluruh Indonesia. Tapi tak semuanya menjadi anggota JI. Wahyu memperkirakan tak lebih dari 20 pegawai Syam berbaiat kepada JI karena tawaran masuk ke organisasi itu cuma dilayangkan ke pegawai berposisi tinggi.
Anggota Jamaah Islamiyah lain, Fitria Sanjaya, sudah hampir 30 tahun berbaiat kepada organisasi itu. Fitria aktif dalam kegiatan JI pada awal 1990-an. Waktu itu ia masih mahasiswa Jurusan Akuntansi Politeknik Universitas Diponegoro, kini Politeknik Negeri Semarang.
Menurut Fitria, simpatisan Jamaah Islamiah kala itu mulai bergerilya ke masjid kampus. Para mahasiswa didekati dan direkrut secara bertahap saat acara keagamaan. Mereka diajak terlibat dalam berbagai kegiatan. Salah satunya penanggulangan bencana. “Biasanya simpatisan JI hadir saat ada pengajian dalam kelompok-kelompok kecil di kampus,” ujar pria 50 tahun ini.
Penugasan Fitria merentang panjang dalam sepuluh tahun pertama. Ia, misalnya, pernah dikirim ke Poso, Sulawesi Tengah, pada 2000, saat wilayah itu disergap konflik agama. Pemimpin wilayah atau qoid bithonah menugasi Fitria menangani trauma para korban kerusuhan. Perintah lain adalah berdakwah di komunitas masyarakat transmigrasi.
Sepulang dari Poso, peran Fitria di Jamaah Islamiyah mengendur. Lebih-lebih setelah Abu Rusydan, tokoh yang diyakini pernah menjadi amir JI, ditangkap polisi pada 2004. Rusydan dituduh menyembunyikan Ali Gufron alias Muklas, buron kasus bom malam Natal 2000 dan bom Bali 2002.
Setelah Rusydan dicokok polisi, Fitria menerima pesan dari seorang anggota JI yang menyarankan dia menarik diri dari berbagai kegiatan. Sebab, Rusydan ditangkap bersama seorang muridnya yang konon direkomendasikan oleh Fitria. “Saya diminta memutus jaringan untuk sementara waktu,” tuturnya.
Fitria Sanjaya. TEMPO/Husein Abri
Nonaktif sebagai anggota Jamaah Islamiyah, Fitria menjadi agen asuransi syariah. Ia melakoni pekerjaan itu selama hampir dua windu. Fitria juga kembali berbaur dengan masyarakat di lingkungan rumahnya. Tak ada yang mengetahui bahwa ia anggota JI. Fitria bahkan pernah menjadi ketua rukun tetangga dan anggota panitia pemungutan suara di kompleks perumahan.
Pada 2012, ia mendengar amir JI dijabat oleh Para Wijayanto, yang menggantikan Zarkasih. Para membentuk struktur organisasi baru dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya jumlah anggota JI yang menyusut karena ratusan orang diciduk polisi. Belakangan, Para ditangkap polisi di Bekasi, Jawa Barat, pada akhir Juni 2019.
Para Wijayanto mengaktifkan lagi divisi ekonomi Jamaah Islamiyah. Fitria diminta memimpin Yayasan Baitul Maal Abdurrahman bin Auf (ABA) mulai 2013. “Saya juga disuruh mendaftarkan yayasan ke Badan Amil Zakat Nasional dan Kementerian Agama biar punya legalitas resmi,” kata Fitria.
Yayasan ABA merupakan salah satu mesin uang JI. Polisi menyebutkan yayasan itu sudah mentransfer ke rekening Jamaah Islamiyah sedikitnya Rp 1,2 miliar dari Rp 104,8 miliar yang dihimpun dari masyarakat. Duit itu disimpan di rekening Fitria dan satu koleganya.
Pimpinan JI memang menargetkan setoran dari Yayasan ABA. Besarnya 1,25 persen dari pendapatan rutin bulanan. Fitria mencontohkan, ia diminta menyetor Rp 1,5 miliar pada 2018, tapi cuma bisa mentransfer sepertiganya. Setahun berikutnya pun sama. “Pimpinan tak marah karena memang itu pendapatan riil yayasan,” ujarnya.
Menurut Fitria, uang itu dipakai untuk operasional Yayasan Perisai Nusantara Esa, organisasi sayap JI yang berfokus pada pendampingan hukum. Pada Selasa, 16 November lalu, anggota dewan pengawas yayasan itu, Anung Al-Hamat, diringkus Detasemen Khusus 88.
Sepak terjang Fitria di Jamaah Islamiyah makin terang dalam sidang putusan Para Wijayanto pada 20 Juli 2020. Saksi bernama Joko Priyono alias Hasan mengungkapkan bahwa Fitria bersama tiga anggota JI pernah berniat hijrah ke Suriah pada 2013. Belum sempat mengikuti tadrib atau pelatihan di Negeri Syam, Fitria dicegat otoritas Turki, lalu dideportasi ke Indonesia.
Aktivitas Fitria sebagai anggota Jamaah Islamiyah tamat pada Hari Pahlawan tahun lalu. Ia diciduk di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, oleh pasukan Densus 88.
HUSSEIN ABRI DONGORAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo