Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mimpi Tinggi Merebut Kursi

Pendukung Jamaah Islamiyah ditengarai mulai masuk ke gelanggang politik. Ingin merebut kekuasaan secara legal dan ilegal.

27 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pelantikan pengurus Partai Dakwah Rakyat Indonesia batal setelah Farid Ahmad Okbah ditangkap.

  • Ada tujuh tahap operasi Jamaah Islamiyah untuk merebut kekuasaan.

  • Tak tertutup kemungkinan partai lain telah disusupi simpatisan Jamaah Islamiyah.

KUNJUNGAN Sekretaris Jenderal Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Yunasdi ke Cirebon, Jawa Barat, urung terlaksana pada Selasa, 16 November lalu. Tiba di rumah Ketua Umum PDRI Farid Ahmad Okbah di Jatimelati, Kota Bekasi, Jawa Barat, pukul 6 pagi, ia tak bertemu dengan sahibulbait, yang telah dicokok tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror pada subuh itu karena terlibat Jamaah Islamiyah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sana, ia justru menyaksikan rumah Farid digeledah oleh personel Densus 88. “Saya bingung dan tidak tahu apa-apa,” kata Yunasdi kepada Tempo, Kamis, 25 November lalu. Farid ditengarai menjadi anggota Dewan Syura Jamaah Islamiyah, organisasi yang dinyatakan terlarang pada 2008.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pagi itu, Farid dan sejumlah petinggi Partai Dakwah Rakyat Indonesia berencana mengukuhkan kepengurusan daerah partai di Cirebon. Setelah itu, mereka akan bersafari ke Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk acara yang sama pada 18-19 November. Rangkaian kegiatan pelantikan itu akhirnya batal. “Kegiatan partai balik lagi ke titik nol,” ujar Yunasdi.

Yunasdi pun diberondong berbagai pertanyaan dari pengurus daerah mengenai penangkapan Farid. Juga keterkaitan PDRI dengan Jamaah Islamiyah. Ia membantah jika partainya disebut terafiliasi dengan organisasi yang berkiblat kepada Al-Qaidah, kelompok yang didirikan oleh Usamah bin Ladin, itu. Namun ia memastikan Farid tetap menjadi ketua umum meski ditetapkan sebagai tersangka. (Baca: Tong Kosong Setelah Kabul Jatuh)

PDRI digagas pada Juni 2019. Menurut Yunasdi, pembahasan pendirian partai digelar di kantor Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII). Ketika itu, sejumlah anggota DDII dan penceramah berdiskusi soal pertikaian di antara umat Islam dalam pemilihan presiden 2019.

Para peserta yang hadir, kata Yunasdi, menyimpulkan perlunya wadah baru untuk menyatukan kaum muslim. Pada September 2019, dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Partai Ideologis (BPU-PPII). Ketika itu, sejumlah anggota Badan ingin membuat Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) Reborn.

Rapat rutin DPP PDRI di Jakarta, 21 Oktokber 2021. partaidakwah.id

Di tengah jalan, terjadi perselisihan pendapat. “Kami tidak jadi menggunakan nama Masyumi,” ucap Yunasdi.

Ketua Umum Partai Masyumi Ahmad Yani membenarkan pernah berdiskusi dengan BPU-PPII. Hasilnya, lahirlah partai yang belakangan ia pimpin. Ia pun mengakui terjadi perbedaan pendapat soal arah politik partai itu. Akhirnya pengurus Masyumi dan BPU-PPII berpisah jalan. “Anggota kami tak memiliki hubungan dengan Partai Dakwah,” ujar Yani.

BPU-PPII memilih mendirikan PDRI pada akhir 2020 dan menunjuk Farid Ahmad Okbah sebagai ketua umum. Saat itulah Yunasdi berkenalan langsung dengan Farid. Guru agamanya di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, adalah sahabat Farid.

Awal tahun ini, Yunasdi dan sejumlah pemimpin Partai Dakwah Rakyat Indonesia mengurus permohonan pendirian partai ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Yunasdi mengklaim partainya sudah tercatat dengan nama PDRI.

Sebelum Farid tertangkap, PDRI sedang maraton mempersiapkan persyaratan agar bisa mengikuti Pemilihan Umum 2024. Antara lain, memiliki kepengurusan di 34 provinsi serta 75 persen kabupaten/kota. Empat hari sebelum ditangkap atau pada Jumat, 12 November lalu, Farid dalam sebuah rapat menargetkan persyaratan itu rampung pada akhir tahun ini.

“Kami sudah memiliki pengurus di semua wilayah,” tutur Yunasdi. Namun masih ada kendala seperti kantor partai di beberapa daerah. Permasalahan serupa terjadi di kantor pengurus pusat PDRI. Awalnya alamat yang tertera dalam kop surat partai ada di Jalan Nangka Nomor 17, Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Tempo mengecek alamat tersebut. Di kawasan itu ada dua rumah lain yang bernomor sama. Salah satu rumah ditempati oleh Maisaroh, pedagang minuman dan mi instan. Ia tak tahu tempat tinggalnya dijadikan alamat kantor PDRI. “Saya tak mengenal nama partai itu,” kata Maisaroh.

Yunasdi membantah jika disebut menggunakan alamat palsu. Ia mengklaim rumah di Jalan Nangka ditempati oleh salah satu pengurus PDRI. Alamat itu tak ditulis secara detail dengan pertimbangan privasi. Belakangan, alamat surat PDRI diubah ke alamat rumah Yunasdi di Kemanggisan, Jakarta Barat.

•••

MASUKNYA pentolan Jamaah Islamiyah (JI) ke partai politik ditengarai sebagai strategi baru organisasi itu. Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal Ibnu Suhendra mengatakan cara itu berbeda dengan konsep awal JI yang berfokus pada jihad dan anti terhadap demokrasi.

Mantan Direktur Intelijen Detasemen Khusus 88 Antiteror itu mengatakan belakangan anggota Jamaah Islamiyah memilih berkamuflase dengan tampil dalam berbagai kegiatan masyarakat, baik secara politik maupun di bidang dakwah. “Tujuannya untuk mendapatkan simpati lebih besar dari masyarakat,” ujar Ibnu, Kamis, 25 November lalu.

Strategi itu, kata Ibnu, sesuai dengan tujuh tahap operasi JI. Pertama, menyiapkan kekuatan organisasi dari sumber daya manusia, dana, sampai kemampuan operasional. Tahap kedua dan ketiga adalah melakukan kontranarasi dan disinformasi hingga menyusupkan anggota JI ke lembaga pemerintah.

Gedung Kantor Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, 26 November 2021. TEMPO/Ridho Fadilla

Pada tahap keempat, kelompok ini juga melakukan serangan teror dan huru-hara, memprovokasi terjadinya konflik sosial, hingga menyusup pada kekuatan ekonomi dan militer. Setelah itu, tahap kelima, mereka menggabungkan kekuatan dan wilayah serta mengambil alih kekuasaan secara legal ataupun ilegal.

Jamaah Islamiyah menjadikan tahap keenam sebagai fase kemenangan dan mengambil kekuasaan politik. Tahap ketujuh, mengukuhkan kekuasaan di Indonesia serta memperluasnya ke Asia Tenggara dan Australia.

Menurut Ibnu, Jamaah Islamiyah bermimpi menguasai jabatan strategis di daerah hingga pusat secara bertahap. Caranya dengan memenangi pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah. “Minimal mereka bisa mempengaruhi kebijakan negara,” katanya.

Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid tak menutup kemungkinan anggota JI menyusup ke partai lain yang sudah eksis. “Potensinya ada karena mereka pandai berkamuflase,” ujarnya. Berdasarkan keterangan bekas pemimpin JI, Para Wijayanto, sedikitnya ada 6.000 anggota organisasi itu. Jumlahnya bisa melonjak tiga kali lipat dengan memperhitungkan simpatisan dan keluarganya.

Tiga pejabat Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI bercerita, Farid Okbah sempat menawari anggota Jamaah Islamiyah bergabung dengan Partai Dakwah Rakyat Indonesia. Tawaran itu disampaikan dalam rapat pengurus JI di sebuah vila di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, untuk membahas pengganti Para Wijayanto. Arif Susanto, calon pengganti Para, dikabarkan hadir.

Kepala Bagian Operasional Densus 88 Komisaris Besar Aswin Siregar mengatakan penyidik masih mendalami pertemuan para anggota Jamaah Islamiyah tersebut. “Termasuk siapa yang hadir dan hasil rapatnya,” ucapnya.

IMAM HAMDI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus