Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROTES itu hanya bertahan enam hari. Pada Selasa pekan lalu, aktivis buruh Eggy Sudjana akhirnya membongkar tenda ”protes” di samping pintu masuk Kejaksaan Agung di Bulungan, Jakarta. Sebelumnya ia diusir oleh Salman Maryadi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung. ”Mereka tak mau dengar,” kata Eggy kesal.
Eggy nekat berkemah di kejaksaan menuntut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin dan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra diusut. Kedua menteri ini membuka rekening pemerintah untuk menampung dana Tommy Soeharto sebesar US$ 10 juta yang diduga hasil korupsi. ”Pejabat dibiarkan, masak saya malah dicegah ke luar negeri,” kata Eggy kesal.
Pria 47 tahun ini masuk daftar cegah kejaksaan karena kasus pencemaran nama baik Presiden. Padahal, dua bulan sebelum vonis tiga bulan penjara diketukkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Februari lalu, Mahkamah Konstitusi mencabut pasal penghinaan presiden—dasar yang dipakai jaksa menuntut Eggy. ”Presiden harus mencopot Hamid dan Yusril,” kata Eggy. ”Jika tidak, artinya ada tebang pilih.”
Di sidang paripurna pada akhir Maret lalu, Ketua DPR Agung Laksono menyatakan kedua menteri Kabinet Indonesia Bersatu itu melanggar Undang-Undang Perbendaharaan Negara. ”Seharusnya pejabat negara tersebut diusut secara hukum,” kata Agung kepada 281 anggota parlemen. ”Jika memang bersalah, harus diberi sanksi.”
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution juga memberikan komentar galak. ”Penggunaan rekening pemerintah itu menyalahi aturan. Aparat hukum tidak perlu menunggu BPK,” katanya pada pertengahan April lalu. Pencairan itu bisa dikenai sangkaan pencucian uang. ”Ini soal serius, kita bisa masuk negative list. Hancurlah citra kita,” kata Anwar.
Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap pergantian Hamid dan Yusril tidak perlu dilakukan. Menurut Kalla, pencairan duit Tommy oleh Hamid dan Yusril tidak masalah. ”Itu uang warga negara Indonesia. Uang lari ke luar negeri kita salahkan, uang masuk juga disalahkan,” kata Jusuf Kalla, seperti ditirukan sumber Tempo di Istana Wakil Presiden.
Kalla, kabarnya, malah lebih sreg mengganti menteri-menteri ekonomi yang kinerjanya tak mengesankan. ”Apa urusan Hamid dan Yusril dengan menggerakkan roda ekonomi?” kata dia. Selain soal ekonomi, Kalla juga menyorot kesehatan menteri kabinet yang payah.
Presiden Yudhoyono berpendapat, perkara Tommy tidak bisa dipakai untuk mencopot kedua menteri. ”Kecuali kalau Presiden menilai buruk kinerja keduanya,” kata Sekretaris Umum Partai Demokrat Marzuki Ali, pekan lalu. Menurut Marzuki, seorang menteri baru dianggap bermasalah jika berstatus tersangka. ”Itu yang selalu dikatakan Presiden,” katanya.
Bahkan pengadaan alat sidik jari di Departemen Kehakiman, yang menurut Komisi Pemberantasan Korupsi melibatkan Yusril, dinilai Presiden masih sebatas dugaan. Tapi, kata Andi Mattalata, Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, ”Jika dianggap bermasalah, Presiden kan mestinya memanggil keduanya untuk dimintai klarifikasi. Tapi sampai saat ini kan belum dilakukan,” kata Andi.
Adapun Yusril mengaku tak pernah diajak bicara Presi-den tentang kinerjanya. ”Sejauh ini belum ada pembicaraan antara Presiden dan kami atau menteri-menteri lain tentang reshuffle,” ujarnya kalem. Soal perkara Tommy yang dituduhkan kepadanya, ”Ah, itu soal politik.”
Arif A. Kuswardono, Purwanto, Badriah, Aqida Swamurti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo