Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARA isu pergantian direksi PT Pertamina kembali meny-ala. Ka-li ini, percikan itu datang dari Yangoon, Myanmar, beber-apa saat sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertolak ke Jakarta meninggalkan negeri Aung San Suu Kyi itu, Kamis pekan lalu.
Menjawab pertanyaan seorang peserta dialog di Kedutaan Besar RI, SBY menyatakan Pertamina harus dirombak total. Alasannya, meski Pertamina sudah lama ingin melakukan restrukturisasi dan reformasi, "Akhir-akhir ini pro-sesnya jalan di tempat." Itu sebabnya, kata Presiden, tak ada pilihan lain: Pertamina harus "turun mesin". "Tiba saatnya Pertamina di-overhaul," ujarnya.
Kekecewaan Presiden salah satu-nya bersandar pada kenyataan bahwa Pertamina tak lagi "sedigdaya" dulu. Di masa lampau, Petronaslah yang me-nimba ilmu dari Pertamina. Tapi kini perusahaan minyak asal Malaysia itu sudah jauh meninggalkan Pertamina, yang hingga kini masih terseok-seok.
Nah, untuk membenahinya, SBY tak memungkiri perlunya segera dilakukan perombakan jajaran direksi. Meski dikatakannya, "Kalaupun itu dilakukan, semata-mata sebagai upaya penyegar-an."
Apa pun istilahnya, yang jelas pernyataan itu seolah memberikan sin-yal kuat bahwa isu pergantian direksi Pertamina yang terus bertiup setahun belakangan ini bakal segera jadi kenyataan. Bahkan santer beredar kabar pergantian akan dilangsungkan pekan ini. "Ada kemungkinan berbarengan de-ngan rapat pemegang saham," kata seorang sumber Tempo.
Tak pelak, bursa kandidat Direktur Utama Pertamina pun kembali memanas. Sejumlah nama calon direksi baru bahkan sudah beredar luas sepanjang pekan lalu. Untuk posisi direktur utama, pil ihan tampaknya kian mengerucut pada Ari Hernanto Soemarno.
Bahkan, kata sejumlah sumber di pe-merintahan, lampu hijau untuk kakak kandung Rini M.S. Soewandi, Menteri Perindustrian dan Perdagangan di zaman Megawati Soekarnoputri ini, sudah dinyalakan tim penilai akhir. "Surat penunjukan Ari sudah ditandatangani semua anggota tim penilai akhir, termasuk Presiden," kata sumber tadi.
Di luar nama Ari, disebut-sebut pula bahwa Iin Arifin Takhyan, yang sempat dijagokan menjadi Direktur Ut-ama Pertamina, akan masuk daftar petinggi perusahaan minyak ini. Iin, yang kini menjabat Dirjen Migas Departemen E-nergi dan Sumber Daya Mineral, bakal ditempatkan sebagai wakil direktur utama untuk mendampingi Ari.
Sedangkan jabatan direktur keuang-an akan dipercayakan kepada Frederick S.T. Siahaan, untuk menggantikan pe-jabat lama, Alfred Rohimone. Frederick terakhir menjabat Managing Director Indopremier Securities, setelah bekerja di PT Dinamika Usaha Jaya dan Sigma Batara.
Benar-tidaknya kabar ini, hingga akhir pekan lalu memang masih tak terjawab. Se-usai sidang kabinet terbatas yang dipimpin Presiden pada Jumat siang pekan lalu, soal ini masih berselimut teka-teki.
Menteri BUMN Sugiharto, seusai rapat, hanya me-ngatakan di sidang itu Presiden cuma memin-tanya menjelaskan sejumlah hal pokok. Salah satu yang disorot adalah kian merosotnya pro-duksi minyak Pertamina. Persoal-an lainnya menyangkut kurang harmo-nisnya hubungan Pertamina dengan pe-merintah selaku pemegang saham.
Buruknya hubungan keduanya memang sudah menjadi rahasia publik. Beberapa benturan itu antara lain, seputar ketidaksetujuan Pertamina atas pemberian perpanjangan hak pengelolaan ladang migas raksasa, Blok Cepu, di Ja-wa Tengah dan Jawa Timur, ke ExxonMobil.
Dalam urusan ini, Direktur Utama Pertamina Widya Purnama memang ke-rap "mbalelo". Bahkan hingga kini ia masih lantang menyuarakan keinginannya agar Pertamina bisa menjadi operator di ladang emas hitam itu.
Benturan juga terjadi saat Direktur Utama Pertamina mengganti sejumlah eksekutif di tubuh perusahaan minyak itu. Perseteruan kian runcing setelah Pertamina mengganti logonya pada akhir tahun lalu, yang dinilai Kemen-terian BUMN sebagai bentuk penghamburan dana.
Dengan sederet persoalan itu, berkali-kali beredar kabar bahwa Widya akan segera dilengserkan. Namun kenyataannya posisi bekas mantan Direktur Utama Indosat ini hingga kini tak tergoyahkan.
Sempat pula terbetik kabar bahwa kukuhnya posisi Widya tak lepas dari "lobinya" ke Istana. Dalam sebuah pertemuan dengan Presiden, akhir tahun lalu, ia menjanjikan akan menggasak habis mafia minyak di tubuh Pertamina, jika masih dipercaya menjadi nakhoda di sana. Widya mengakui adanya pertemuan itu. Namun, ia menyangkal telah melakukan lobi untuk mempertahankan posisinya (baca: Tempo, 25 Desember 2005).
Sumber Tempo di kalangan Istana pun tak percaya dengan cerita itu. Menurut dia, lengsernya Widya cuma soal waktu. Ganjalan satu-satunya adalah belum tuntasnya perundingan akhir soal Blok Cepu. "Kalau Widya diturunkan sekarang, ia akan dianggap hero karena menentang Exxon," ujarnya.
Itu sebabnya, pencopot-an Widya tampaknya bakal dilakukan setelah perundingan Blok Cepu beres. "Ini yang sedang dikebut pemerintah," kata salah seorang eksekutif di Pertamina.
Sugiharto mengakui, penggantian direksi Pertamina memang sudah dibahas tim penilai akhir. "Tapi belum final." Ia pun membantah urusan ini terus tertunda karena menunggu rampungnya perundingan Blok Cepu. Yang jelas, kata kader Partai Persatuan Pembangun-an ini, ada kekhawatiran Presiden atas m-elemahnya restrukturisasi di tubuh Pertamina.
Kekhawatiran juga datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indraw-ati. Menurut Sugiharto, persoalan yang t-e-rus membelit Pertamina mendatangkan risiko fiskal. Sebab, dalam Ang-gar-an Pendapatan dan Belanja Negara 2006, Pertamina diharapkan bisa menyu-m-bang dividen Rp 15,5 triliun ke kas ne-gara.
"Kalau meleset, dampaknya ke APBN." Apalagi, masih kata Sugiharto, le-bih dari separuh omzet BUMN ada di Pertamina. "Kalau Pertamina meleset, kinerja pe-merintah pun terganggu. Ini yang jadi taruhannya," katanya.
Namun jalan pemerintah untuk segera melengserkan Widya tampaknya belum akan mulus benar. Apalagi jika benar penggantian masih akan menunggu du-lu rampungnya urusan Blok Cepu.
Sejumlah anggota DPR sudah bersiap-siap menghadang langkah peme-rin-tah jika hak operator Blok Cepu jadi diberikan ke Exxon. Usul untuk membawa persoalan ini ke ranah politik pun menguat. Mulai muncul suara di parle-men akan mengajukan hak interpelasi alias meminta penjelasan kepada Presi-den, begitu keputusan itu dijatuhkan.
Menurut Dradjad Wibowo, anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Na-sional, rencana itu kini tengah digalang oleh sejumlah fungsionaris dari partai-nya, plus PDI Perjuangan dan Partai Ke-adilan Sejahtera. "Jika SBY tidak hati-hati, Blok Cepu bisa seperti k-asus privatisasi Indosat," katanya meng-ingat-kan.
Adapun mengenai rencana pengganti-an direksi Pertamina, Dradjad memper-silakannya, karena ini hak penuh pe-me-rintah selaku pemegang saham. Ha-nya, jika tujuannya melakukan penyegaran, ia mempertanyakan langkah pemerintah seandainya benar Ari Soe-marno yang diangkat menggantikan Widya. "Itu bukan overhaul namanya," katanya.
Seharusnya, kata bekas ekonom Indef itu, pergantian dilakukan menyelu-ruh. "Ganti semua direksi, bahkan hingga ke lapis kedua di bawah direksi, de-ngan muka-muka baru." Hanya dengan cara ini, tujuan merombak Pertamina bisa dicapai, katanya. Dan dengan begi-tu, "Pemerintah pun tidak terkesan h-anya menggoyang Widya untuk sekadar me-muluskan negosiasi Blok Cepu."
Metta Dharmasaputra, Yura Syahrul, Sunariah
Calon Pejabat Baru Pertamina
Direktur Utama: Ari H. Soemarno (Direktur Pemasaran Pertamina)
Wakil Dirut: Iin Arifin Takhyan(Dirjen Migas Departemen Energi)
Direktur Keuangan: Frederick S.T. Siahaan (Managing Director Indopremier Securities)
Direktur Pemasaran: Achmad Faisal (Deputi Direktur Pemasaran Pertamina)
Direktur Pengolahan: Suroso Atmomartoyo (Direktur Pengolahan Pertamina)
Direktur Hulu: Sukusen Soemarinda (GM Proyek Geotermal Pertamina)
Direktur SDM: Sonny Sumarsono(Pejabat di Departemen Dalam Negeri)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo