Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Fadli Zon dan koleganya ditengarai mendapat rekomendasi karantina mandiri dari Satgas Covid-19.
Penerbitan rekomendasi dan suap untuk menghindari karantina disinyalir sudah lama berjalan.
Polisi belum menyentuh praktik suap karantina.
BERTARIKH 10 Oktober 2021, surat yang diteken Kepala Biro Hukum, Organisasi, dan Kerja Sama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Zahermann Muabezi menyebutkan 16 nama anggota rombongan Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat akan mendapatkan kemudahan karantina Covid-19. Tiga di antaranya pimpinan BKSAP, yaitu Fadli Zon, Putu Supadma Rudana, dan Mardani Ali Sera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat berkop BNPB yang beralamat di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, itu, Zahermann menyatakan rombongan yang berkunjung ke Turki akan tiba di Jakarta pada 14-24 Oktober 2021. “BNPB/Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memberikan rekomendasi melakukan karantina mandiri,” tertulis dalam surat tersebut. Ini berarti rombongan itu tak perlu menjalani karantina di hotel—yang berarti membayar biaya karantina—atau di tempat yang disediakan pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Antrian warga negara asing dan warga negara Indonesia di hotel yang dijadikan salah satu lokasi karantina usai berpergian keluar negeri, di Jakarta, 6 Juli 2021/Tempo/Nita Dian
Surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal DPR, Ketua Satgas Covid-19 Bandar Udara Soekarno-Hatta, dan Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Bandara itu menyebutkan 16 orang tersebut diminta mengikuti protokol kesehatan ketat hingga tiba di Tanah Air. Warkat itu membalas surat Sekretaris Jenderal DPR dua hari sebelumnya dengan perihal permohonan karantina mandiri.
Selain Fadli Zon yang berasal dari Partai Gerindra, Putu Supadma (Partai Demokrat), dan Mardani (Partai Keadilan Sejahtera), ada nama anggota DPR dari Partai Amanat Nasional, Primus Yustisio. Fadli membawa serta istrinya. Sedangkan Mardani pergi bersama istri dan lima anaknya. Adapun Primus berangkat bersama seorang anggota stafnya.
Fadli, Putu, dan Mardani tak membalas permintaan wawancara yang diajukan Tempo. Primus Yustisio membenarkan ihwal kunjungan ke Turki dan dispensasi karantina mandiri. “Kami bisa karantina mandiri setelah di-swab PCR (reaksi berantai polimerase),” ujar Primus pada Sabtu, 18 Desember lalu.
Sejumlah penumpang menunggu pemeriksaan dokumen, di terminal kedatangan bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, 29 November 2021/REUTERS/Willy Kurniawan/File Foto
Hari-hari itu pemerintah memberlakukan karantina untuk semua pelaku perjalanan luar negeri selama lima hari. Surat dari BNPB menyebutkan bahwa rekomendasi karantina mandiri telah sesuai dengan surat edaran Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 18 Tahun 2021 serta dua adendumnya. Penambahan terakhir ditetapkan pada 18 September 2021.
Padahal, dalam tiga surat edaran itu, tak ada satu pun klausul tentang rekomendasi karantina mandiri bagi anggota parlemen atau pejabat. Surat edaran itu hanya memberi dispensasi bagi perwakilan luar negeri yang bertugas di Indonesia beserta keluarganya untuk menjalani karantina mandiri. Bahkan presiden dan para menteri tidak mendapat pengecualian.
Kepada Tempo, Kepala BNPB Suharyanto mengaku tak mengetahui katebelece itu. Jenderal bintang tiga itu menyatakan bakal mendalami informasi tersebut. “Saya baru tahu kalau ada surat itu,” kata Suharyanto, Jumat, 17 Desember lalu. Surat tersebut diteken saat Kepala BNPB dijabat Ganip Warsito. Zahermann Muabezi, yang menandatangani surat itu, menolak berkomentar.
Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR Setyanta Nugraha, yang meneken surat permohonan karantina mandiri, tak menjawab saat ditanyai tentang warkat tersebut. “Ke Pak Sekjen saja, nanti saya salah,” ucapnya melalui sambungan telepon. Adapun Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar tak mengangkat panggilan telepon dan tak membalas pesan pendek yang dikirim Tempo.
Sejumlah warga yang tiba dari luar negeri, usai melakukan karantina di Rusun Pasar Rumput, Jakarta, 16 Desember 2021/TEMPO/Muhammad Hidayat
Dispensasi karantina mandiri juga mencuat setelah anggota DPR, Raden Wulansari alias Mulan Jameela, disebut bepergian ke sebuah mal di Jakarta Selatan. Politikus Gerindra itu seharusnya menjalani karantina selama sepuluh hari setelah kembali dari Turki. Ketentuan itu tercantum dalam surat edaran Ketua Satgas Penanganan Covid tertanggal 2 Desember 2021. Salah satu tujuannya: menghindari penyebaran varian baru virus penyebab Covid-19, Omicron.
Kuasa hukum keluarga Mulan, Ali Lubis, membantah jika kliennya disebut melanggar aturan karantina. Ketua Badan Pengawas dan Disiplin Partai Gerindra Bambang Kristiono menyatakan partainya bakal meminta keterangan Mulan. “Kami akan menginformasikan hasil pemeriksaan kepada publik, termasuk konsekuensinya,” tutur Bambang, Jumat, 17 Desember lalu.
Pemerintah yang membuat aturan, pemerintah pula yang berbeda pendapat. Dalam rapat kerja dengan Komisi Sosial DPR pada Senin, 13 Desember lalu, Kepala BNPB Suharyanto mengatakan ada pengecualian karantina mandiri untuk pejabat negara setingkat menteri dan anggota DPR.
Namun, sehari kemudian, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan tak ada aturan yang membolehkan masyarakat atau pejabat menjalani karantina di rumah setelah bepergian dari luar negeri. Dante menyatakan mereka yang ketahuan menjalani karantina mandiri di rumah bakal dikembalikan ke lokasi karantina. “Mereka bisa dikenai sanksi pidana,” katanya.
Baru pada Selasa, 14 Desember, Satgas Covid-19 mengeluarkan Surat Edaran Nomor 25 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19. Isinya: memberi keistimewaan bagi pejabat eselon I ke atas yang kembali dari luar negeri dengan pertimbangan dinas atau khusus sesuai dengan kebutuhan.
Juru bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan pemerintah berfokus memperbaiki mekanisme karantina dengan surat edaran anyar tersebut. “Beberapa laporan soal diskresi yang diberikan sebelum produk hukum ini berlaku dilaksanakan sesuai dengan kebijakan saat itu,” ujar Wiku.
Perwakilan LaporCovid-19, Firdaus Ferdiansyah, mengatakan keistimewaan bagi para pejabat tak hanya diskriminatif, juga berbahaya untuk publik. Sangat mungkin pejabat yang baru pulang dari luar negeri menjadi pembawa virus corona. “Virus itu tak mengenal jabatan, jenis kelamin, umur, atau waktu. Siapa pun bisa terinfeksi,” ucapnya.
Kendati baru diatur, dispensasi dan korting masa karantina bagi pejabat yang kembali dari luar negeri ditengarai sudah lama terjadi. Kepada Tempo, empat politikus Senayan mengaku mendapat dispensasi karantina mandiri beberapa bulan lalu. Kembali dari sejumlah negara di waktu yang berbeda, mereka menjalani karantina di rumah masing-masing.
Para anggota Dewan yang berbeda partai itu kompak menyampaikan bahwa keistimewaan tersebut didapat karena ada surat rekomendasi dari Satgas Covid-19. Mereka menyatakan tak ada pengawasan hingga karantina berakhir. Namun empat politikus itu mengklaim menaati aturan dengan tak bepergian ke mana pun.
Menurut dua pejabat yang mengetahui pemberian dispensasi, sejumlah menteri juga pernah mendapat pengecualian karantina. Ditemui secara terpisah, keduanya sama-sama menyebut nama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan.
Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, membantah jika bosnya disebut menghindari kewajiban karantina. “Pak Luhut selalu ikut aturan karantina di hotel,” katanya pada Sabtu, 18 Desember lalu.
Keistimewaan untuk tidak menjalani karantina tak hanya diterima para pejabat, tapi juga berbagai kalangan, seperti pengusaha. Seorang pengusaha yang sempat mengurus bisnis hotel karantina mengaku kerap menerima permintaan untuk mengeluarkan orang yang masa karantinanya belum berakhir. Permintaan itu datang dari sejumlah pejabat Satgas Covid atau pembesar “berbintang”.
Setelah permintaan itu datang, pengusaha tersebut berkoordinasi dengan petugas karantina dari Satgas Covid-19 dan pihak hotel. Setiap hotel, menurut dia, sudah memiliki salinan surat berkop BNPB yang berisi keterangan selesai karantina. Surat itu diberikan kepada mereka yang akan dipulangkan.
Menurut sumber yang sama, pengelola hotel cenderung menuruti permintaan itu karena ogah terlibat masalah dengan orang-orang besar. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran membantah informasi tersebut. “Kewenangan mengeluarkan izin pulang itu ada pada pemerintah,” ucap Yusran kepada Tempo, Rabu, 15 Desember lalu.
Yusran mengakui sempat ada sejumlah pelanggaran pada awal pemberlakuan karantina di hotel. Misalnya orang yang dikarantina bisa bebas berjalan-jalan di kawasan hotel hingga memesan makanan dari luar. Namun ia menyebutkan masalah itu sudah dibenahi. Salah satu caranya: peserta karantina wajib mengenakan gelang khusus yang memudahkan identifikasi.
Jika pelanggaran itu masih terjadi, kata Yusran, yang mesti ditanyakan adalah pihak yang berwenang memberikan rekomendasi. “Karena itu harus ada izinnya,” ujarnya.
•••
UPAYA menghindari kewajiban karantina tak hanya dilakukan oleh para pejabat yang disinyalir mendapat rekomendasi dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Dua pejabat dan seorang pengusaha hotel mengatakan kongkalikong kerap terjadi antara pelaku perjalanan dan petugas di bandar udara. Dengan membayar tarif tertentu kepada petugas, mereka bisa melenggang dari aturan isolasi.
Penelusuran Tempo di situs Pengadilan Negeri Tangerang, lokasi Bandara Soekarno-Hatta, menunjukkan setidaknya ada 23 orang yang divonis bersalah karena melanggar aturan karantina. Sebelas di antaranya pelaku perjalanan dari luar negeri, sisanya orang yang membantu mereka.
Perkara kabur dari tempat karantina yang pertama ditangani polisi terjadi pada April lalu. Tujuh penumpang pesawat carter dari India, satu di antaranya warga Indonesia, menyuap dua petugas yang mengklaim dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta di Bandara Soekarno-Hatta serta dua pegawai hotel. Menurut polisi, tarif suap itu berkisar Rp 6-7,5 juta.
Rachel Vennya (tengah) bersama kekasihnya Salim Nauderer (kanan) menjalani sidang pidana atas kasus pelanggaran karantina kesehatan di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, 10 Desember 2021/Tempo/Nurdiansah
Selain petugas hotel dan bandara, ada delapan orang yang berperan membantu pelaku perjalanan lolos dari kewajiban karantina di hotel. Pada September lalu, Pengadilan Negeri Tangerang memvonis 19 orang itu lima bulan penjara dengan sepuluh bulan masa percobaan serta denda berkisar Rp 10-25 juta.
Dua pejabat yang mengetahui praktik lancung karantina bercerita, suap untuk lolos dari isolasi santer terdengar sejak awal tahun ini. Menurut keduanya, awalnya tarif itu sekitar Rp 3 juta. Namun kini biaya suap itu melonjak hingga belasan juta rupiah.
Praktik suap itu juga menyeret pesohor Instagram, Rachel Vennya Roland. Bersama Salim Suhaili Nauderer dan Maulida Khairunnisa, kekasih dan asistennya, Rachel divonis empat bulan penjara dengan masa percobaan delapan bulan percobaan karena melanggar kewajiban karantina sepulang dari Amerika Serikat, September lalu.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang pada Jumat, 10 Desember lalu, perempuan 26 tahun itu mengaku membayar Rp 40 juta untuk kabur dari tempat karantina. Duit itu ditransfer kepada Ovelina Pratiwi, pegawai honorer DPR yang bertugas sebagai protokoler bandara.
Anggota Komisi XI DPR RI Primus Yustisio/dpr.go.id/Mentari/Man
Di depan hakim, Ovelina mengakui bahwa Rachel dan kawan-kawan dibantu oleh personel Satgas Covid-19 yang bertugas di bandara. Menurut Ovelina, personel Satgas tersebut meminta tarif Rp 10 juta untuk setiap orang yang diloloskan.
Ovelina lantas mentransfer Rp 30 juta ke rekening atas nama Kania. Di persidangan terungkap bahwa Kania adalah adik Letnan Satu Fatha Satria, personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara yang menjadi anggota Satgas Covid-19 di Bandara Soekarno-Hatta. Adapun Rp 10 juta dibagi antara Ovelina dan Eko serta Jarkasih, dua petugas bandara lainnya.
Kania mengatakan kakaknya meminta agar uang itu ditransfer kembali kepada Ovelina. “Kak Satria bilang tolong kembalikan ke pengirimnya,” tutur Kania saat bersaksi di persidangan, Jumat, 10 Desember lalu.
Fatha Satria ditengarai membantu Rachel Vennya ditempatkan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Pademangan, Jakarta Pusat. Padahal Rachel tak masuk kategori warga negara Indonesia yang bisa menempati fasilitas karantina gratis. Yang berhak adalah pekerja migran, pelajar atau mahasiswa yang studi di luar negeri, atau pegawai pemerintah yang kembali dari perjalanan dinas.
Dari Bandara Soekarno-Hatta, Rachel bersama dua temannya menumpang bus Damri menuju Wisma Atlet. Lantas, mereka meninggalkan Wisma Atlet dibantu oleh anggota Satgas berinisial IG. Mangkirnya Rachel dari kewajiban karantina terungkap dari unggahan di akun media sosialnya yang menunjukkan dia berada di Bali.
Kendati Rachel telah divonis, kasus dugaan suap Rp 30 juta kepada anggota Satgas Covid-19 belum diproses hukum. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengatakan perkara Rachel Vennya tergolong pungutan liar. Ia meminta kasus ini diusut tuntas. “Biar tidak terbiasa melakukan itu,” ujarnya, Rabu, 15 Desember lalu.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Endra Zulpan mengklaim lembaganya sudah mengusut perkara itu dan menyerahkan berkasnya kepada Kejaksaan. Namun yang dimaksud Zulpan hanyalah perkara Ovelina, yang menerima duit Rp 40 juta dari Rachel Vennya.
Kepada Tempo pada Kamis, 16 Desember lalu, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Indan Gilang mengatakan Fatha Satria dan IG tengah diperiksa oleh Pusat Polisi Militer Angkatan Udara. Fatha sudah ditahan di rumah tahanan militer Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Adapun penahanan IG menunggu surat penyerahan perkara dari atasannya.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan berbagai upaya mangkir menunjukkan banyak orang menyepelekan dan tak memahami tujuan karantina, yakni mencegah masuknya varian virus corona dari luar negeri. Ia mengkritik kebijakan dispensasi karantina mandiri di rumah yang ditetapkan Satgas Covid-19/BNPB. “Siapa yang mengawasi?” kata Pandu.
ADAM PRIREZA, JULNIS FIRMANSYAH (JAKARTA), AYU CIPTA, JONIANSYAH (TANGERANG)
----------
Catatan redaksi: artikel ini mengalami perubahan pada Senin, 20 Desember 2021, pukul 11.40. Perubahan dengan mengganti pangkat Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo