Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lebih dari 60 SMK berpartisipasi membuat masker, APD, hand sanitizer, dan bilik disinfektan untuk menekan penyebaran virus corona.
Ada juga SMK yang membagikan bahan pokok serta menjadi tempat karantina.
Mendapat apresiasi dari pemerintah daerah dan pusat.
TIGA buah bilik berkelir cat putih berjejer di tengah bengkel kendaraan Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah 7, Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sejak akhir Maret lalu, di bengkel seluas tiga kali lapangan bola voli itu para siswa dan guru berjibaku membikin bilik disinfektan yang mereka namai Bilik Basmi Virus Corona SMK Mutu (Baskom).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ide membuat bilik disinfektan datang dari Pahri, Kepala SMK Muhammadiyah 7, yang prihatin terhadap korban terinfeksi virus corona yang bertambah saban hari. Di Malang Raya saja, pasien positif terinfeksi corona tercatat 47 orang pada 28 April 2020. Lebih dari 20 orang meninggal akibat terjangkit virus pneumonia itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alif Supriyadi, Kepala Program Teknik dan Bisnis Sepeda Motor SMK Muhammadiyah, adalah orang yang mendesain bilik disinfektan otomatis. Dia dibantu tiga siswa mengerjakan Baskom seharian penuh. Biaya membuat satu Baskom sebesar Rp 6 juta. “Saya diminta mendesain bilik yang praktis,” kata Alif pada 29 April lalu.
Rangka Baskom terbuat dari besi, sedangkan dindingnya berbahan polycarbonate twinlite yang ringan dan tahan air. Di dinding terpasang rangkaian elektronik terdiri atas sensor cahaya, motor listrik, pompa, dan pipa semprot. Saat orang masuk ke bilik, sensor menangkapnya, lalu motor listrik memompa cairan disinfektan dan menyemprotkannya lewat pipa. Bilik pun dipenuhi embun disinfektan.
Semula, cairan disinfektan terbuat dari bahan kimia. Namun, sejak Badan Kesehatan Dunia (WHO) melarang penyemprotan disinfektan berbahan kimia langsung ke tubuh manusia pada akhir Maret lalu, SMK Muhammadiyah menggantinya dengan cairan disinfektan dari bahan alami campuran daun sirih, kayu putih, dan cengkih.
Ekstrak ketiga bahan itu kemudian dicampur dengan air. Komposisinya 1 : 10 atau setiap 1 liter hasil ekstrak dicampur dengan 10 liter air. Kini disinfektan alami itu tengah diuji di laboratorium Universitas Muhammadiyah Malang. “Meski belum teruji klinis, ia ampuh membunuh virus,” ujar Kepala Program Studi Farmasi dan Keperawatan Muhammad Imam Ma’ruf, penggagas disinfektan alami.
Bilik berkaki roda buatan SMK Muhammadiyah 7 itu telah disalurkan ke sejumlah rumah ibadah dan berbagai institusi. Satu unit Baskom dibanderol Rp 9 juta. “Kami produksi tergantung permintaan,” kata Pahri.
Sekitar 30 kilometer ke arah utara SMK Muhammadiyah, para siswa SMK Prajnaparamita menciptakan inovasi lain: membuat cairan pembersih tangan (hand sanitizer) berbahan dasar campuran alkohol dan lidah buaya. Semenjak awal Maret, para siswa memproduksi hand sanitizer lantaran cairan ini langka akibat permintaan tinggi sejak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Beragam peralatan farmasi memenuhi laboratorium SMK Prajnaparamita ketika Tempo berkunjung ke sana pada siang 29 April lalu. Di salah satu sudut ruangan, Dyah Wulandari, Kepala Jurusan Farmasi, tengah membersihkan peralatan dan menata puluhan liter hand sanitizer di dalam jeriken.
Dyah bercerita, awalnya hand sanitizer massal itu diproduksi setelah ia mendapat laporan dari para siswa yang magang di apotek bahwa cairan ini langka. Semula, kata dia, jurusan farmasi dibantu siswa hanya memproduksi 50 botol per hari. Namun hanya dalam dua jam pembersih tangan buatan SMK Prajnaparamita itu ludes. Dyah lalu menaikkan produksi menjadi 500 botol per hari.
Selama sebulan, ribuan botol hand sanitizer didistribusikan ke berbagai rumah sakit, kantor polisi, dan kantor pemerintahan di Malang Raya. Setiap produksi melibatkan 5-10 siswa dan 2 guru. Guru mengawasi dan memantau sterilisasi serta menentukan formula yang tepat. Namun, sejak ada kebijakan belajar di rumah, semua dikerjakan oleh para guru.
Bilik disinfektan yang diproduksi para siswa dan guru SMK Muhammadiyah 7, Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur.Tempo/Eko Widianto
Bahan dasar hand sanitizer buatan SMK Prajnaparamita adalah alkohol 96 persen, lidah buaya, pelarut, dan pewangi. Setelah tercampur, komposisi alkohol turun menjadi 72 persen. Lidah buaya berfungsi melembutkan kulit dan mengurangi pengaruh alkohol. Adapun derajat keasaman atau pH sebesar 6-6,5. “Sehingga aman di tangan,” ucap Dyah.
Dalam sehari, kata Dyah, guru-guru menghasilkan 20-25 liter pembersih tangan. Satu liter hand sanitizer buatan SMK Prajnaparamita dibanderol Rp 100 ribu. “Kami sudah tidak menjual botolan karena harga botol mahal, tak sebanding harga jual,” ujar Dyah.
Bergeser ke Jawa Tengah, SMK Citra Medika, Sragen, memproduksi masker nonmedis gara-gara harganya melambung karena langka. Nano Prayitno, Kepala SMK Citra Medika, mengklaim masker kain buatan mereka higienis lantaran begitu selesai diproduksi langsung dicuci dan disterilkan. “Masker kami bungkus dengan rapat sehingga bisa dipakai langsung, tak perlu dicuci lagi,” tuturnya.
Nano mengatakan, sebelum dibungkus, masker berbahan katun dan spunbond ini dilapisi antiseptik beraroma mint untuk membunuh kuman yang menempel begitu dipakai. Dia menolak menjelaskan formula antiseptik yang diklaim tak mengganggu pernapasan itu. Namun, kata Nano, antiseptik bakal hilang begitu masker dicuci.
Karena itu, SMK Citra Medika juga menjual antiseptik semprot, yang dibanderol Rp 25 ribu per 100 mililiter. Sedangkan satu masker dijual Rp 7.500. Pembuatan masker melibatkan siswa dan pengusaha konfeksi di sekitar sekolah. Siswa mengurus sterilisasi dan pengemasan, sedangkan pengusaha konfeksi menangani penjahitan. “Ini praktik dari teori yang siswa terima tentang kontrol kualitas,” ujar Nano.
Puluhan ribu masker buatan SMK Citra Medika telah terjual di seantero Sragen lantaran permintaannya cukup banyak. Meski diliburkan, secara berkala para siswa datang ke sekolah untuk membantu proses pengerjaan masker hingga membuat formula antiseptik buat diedarkan.
Selain di Sragen, sebanyak 3.000 masker telah diproduksi oleh para siswa SMK di seantero Jawa Tengah. Bukan hanya itu. Para siswa di 48 SMK Jawa Tengah juga membuat 2.500 alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis yang tengah berjibaku merawat pasien corona. APD yang menelan dana Rp 94 juta itu telah diserahkan kepada pemerintah Jawa Tengah pada awal April lalu untuk disalurkan ke berbagai rumah sakit di sana.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Jawa Tengah Samiran mengatakan ide membuat APD berbahan spunbond bermula dari kelangkaan alat itu di berbagai rumah sakit di Jawa Tengah. Bahkan, kata dia, ada tenaga medis terinfeksi corona gara-gara tidak memakai APD.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi kerja dan inisiatif para siswa SMK yang membuat APD di tengah kelangkaan barang itu. Ia menilai kualitas APD bikinan para siswa itu cukup bagus. Menurut Ganjar, kebutuhan APD yang tinggi bisa menjadi peluang bisnis. “Silakan dijual, mengasah keterampilan sekaligus berwirausaha,” ujarnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat lebih dari 60 SMK di seluruh Indonesia turut serta membantu penanganan virus corona. Selain membuat APD, masker, pembersih tangan, bilik disinfektan, dan alat pencuci tangan otomatis, tercatat 5 SMK membagikan bahan kebutuhan dan 16 SMK menjadi tempat karantina.
Selain itu, Kementerian mencatat ada SMK yang mengembangkan aplikasi pembelajaran jarak jauh di luar aplikasi Zoom dan Google Classroom. SMK Al-Azhar Batam, misalnya, salah satu sekolah yang membuat e-learning di platform Android.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo