Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Catatan Merah Rekening Sang Calon

Markas Besar Kepolisian RI menganggap rekening Budi Gunawan tak bermasalah. KPK masih melanjutkan pengusutan aneka transaksi itu.

12 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia telah dilancarkan. Selain aneka lobi politik, dokumen-dokumen lama disiapkan. Salah satunya surat berkode rahasia yang dikeluarkan kolega-koleganya di Badan Reserse Kriminal Polri pada 20 Oktober 2010.

Surat "pembersihan" Budi itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Komisaris Besar Arief Sulistyanto—kini Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat dengan pangkat brigadir jenderal. Isinya: lalu lintas keuangan di rekening sang Jenderal dianggap wajar. Padahal data di rekening itu masuk radar kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan karena dinilai tidak sesuai dengan profil Budi.

Arief, yang dimintai konfirmasi, membenarkan kesahihan surat tersebut. "Iya benar ada surat itu," ujarnya Jumat pekan lalu. Ia mengatakan hasil penyelidikan atas perintah Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri telah disampaikan ke Pusat Pelaporan.

Layang lawas itu disebarkan ke media massa bertepatan dengan rencana Presiden Joko Widodo mengajukan Budi Gunawan sebagai pengganti Jenderal Sutarman. Meski baru pensiun Oktober nanti, Sutarman, yang baru satu setengah tahun menduduki jabatan itu, akan segera diganti. Jokowi mengirimkan surat pencalonan Budi ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dimintakan persetujuan pada Jumat pekan lalu.

Surat itu disebarkan antara lain oleh Neta S. Pane, koordinator Indonesia Police Watch—organisasi yang banyak berhubungan dengan kepolisian. Neta mengatakan memperolehnya dari seorang perwira polisi. Meski begitu, ia menampik menjadi bagian dari anggota tim sukses Budi.

Secara formal, Budi bersaing dengan delapan perwira tinggi lain. Mereka menduduki jabatan-jabatan untuk pangkat komisaris jenderal. Dalam surat Komisi Kepolisian Nasional yang dikirimkan ke Presiden Jokowi, pesaing itu antara lain Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Suhardi Alius dan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti.

Teropong ke rekening Budi terbuka pada 2010, bersama aneka transaksi mencurigakan milik 20 perwira lain. Tempo menurunkan laporan utama tentang hal ini dengan judul "Rekening Gendut Perwira Polisi" pada Juli 2010. Pada hari majalah diedarkan, kantor redaksi Tempo dilempar bom molotov. Tak berselisih lama, aktivis antikorupsi, Tama S. Langkun, yang juga banyak menyorot rekening mencurigakan ini, dibacok seseorang. Dua kejahatan itu tak terungkap hingga kini.

Kecurigaan Pusat Pelaporan muncul karena catatan transaksi dari perusahaan pengembang, PT Masindo Lintas Pratama, ke rekening anak Budi Gunawan pada November 2006. Duit Rp 1,5 miliar mengalir ke rekening Herviano Widyatama, anak Budi, yang ketika itu Kepala Biro Pembinaan Karyawan Kepolisian.

Dana itu merupakan bagian dari total setoran senilai sekitar Rp 54 miliar ke rekening Budi dan anak lelakinya. Perusahaan lain bernama PT Sumber Jaya Indah juga dilaporkan menyetorkan Rp 10 miliar ke Budi melalui rekening anaknya. Sumber Jaya merupakan perusahaan penambang timah yang menguasai 75 hektare lahan di Bangka Belitung.

Selain dua perusahaan tersebut, ada sejumlah individu yang terdeteksi mentransfer dana ke rekening Budi. Ada juga setoran tunai dalam jumlah miliaran rupiah. Sejumlah sumber Tempo menjelaskan, posisi Budi sebagai ajudan Megawati Soekarnoputri, wakil presiden dan kemudian presiden, pada 1999-2004 berperan besar dalam penumpukan harta itu. "Banyak pengusaha yang, ketika mau bertemu dengan RI-1, sukarela memberi. Duit Rp 100-200 juta itu kecil buat mereka," katanya.

Ada 21 perwira polisi yang masuk daftar rekening gendut. Selain Budi, ada Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, yang juga calon Kepala Polri. Ia diduga rutin menerima setoran Rp 50 juta setiap bulan sepanjang 2004-2005. Dia membeli polis asuransi dengan premi Rp 1,1 miliar yang dibayarkan pihak ketiga. Badrodin berkali-kali membantah memiliki rekening bermasalah. "Polri sudah mengatakan ini clear," ujarnya.

Menurut seorang purnawirawan komisaris jenderal, pada 2010, Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi sepakat mengusut rekening bermasalah ini sebagai bagian dari "terapi kejut". Toh, sampai sekarang tak pernah ada investigasi serius pada kasus ini.

Alih-alih melakukan investigasi, Markas Besar Kepolisian hanya meminta klarifikasi dari Budi Gunawan dan perwira lain yang memiliki rekening mencurigakan. Setelah itu, mereka menyimpulkan tidak ada masalah. Surat yang dikeluarkan Arief Sulistyanto merupakan penutup dari catatan gelap itu.

Pusat Pelaporan sendiri tak pernah memberikan pernyataan bahwa rekening Budi tak bermasalah. "Seharusnya Polri mengusut temuan itu, bukan meminta klarifikasi," kata seorang petinggi lembaga itu pada Jumat pekan lalu.

Lembaga itu bahkan telah menyerahkan catatan keuangan Budi kepada Presiden Jokowi pada Oktober tahun lalu, ketika sang Jenderal dimasukkan ke daftar calon menteri. Isinya perkembangan hasil analisis transaksi rekening bank atas nama Budi. Ketua Pusat Pelaporan M. Yusuf tak mau berkomentar ketika dimintai konfirmasi soal ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi, yang juga menerima hasil analisis rekening Budi, sebenarnya telah bergerak sejak 2007, ketika lembaga itu masih dipimpin Taufiequrachman Ruki. Tim yang dibentuk menyimpulkan ada cukup bukti untuk meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan. "Bukti-buktinya sudah dipaparkan dalam gelar perkara," ujar seorang mantan petinggi komisi antikorupsi.

Pengusutan mandek setelah Direktur Penyelidikan Brigadir Jenderal Ade Rahardja—perwira tinggi kepolisian—meminta Bagian Pengaduan Masyarakat memperbanyak bukti. "Pak Ade tak menjelaskan bagian mana yang perlu ditambah," kata mantan petinggi itu. Ade tak mau menanggapi informasi ini. "Konfirmasi saja ke pejabat KPK sekarang," katanya Jumat pekan lalu.

Sejumlah pejabat di komisi antikorupsi memastikan pengusutan perkara ini belum dihentikan. "Diharapkan segera ada perkembangan," ujar seorang pejabat. Tim penyelidik telah memeriksa sejumlah orang, termasuk petugas bank tempat transaksi. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga memastikan lembaganya terus menelisik kasus rekening gendut.

Budi menjelaskan banyak hal mengenai kasus tersebut kepada Tempo pada Kamis pekan lalu. Tapi dia tak mau penjelasannya dikutip. Namun dia buka suara esok harinya. "Sudah selesai pada 2010. Sudah tak ada masalah," katanya.

Rusman Paraqbueq, Reza Aditya, Aseanty Pahlevi


Komisaris Jenderal Budi Gunawan (56 tahun)
Kepala Lembaga Pendidikan Polri
Akademi Kepolisian 1983

Karier:

  • Ajudan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri 1999-2001
  • Ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri 2001-2004
  • Kepala Biro Pembinaan Karyawan Polri 2004-2006
  • Kepala Sekolah Lanjutan Perwira Lembaga Pendidikan dan Latihan 2006-2008
  • Kepala Kepolisian Daerah Jambi 2008-2009
  • Kepala Divisi Pembinaan Hukum 2009-2010
  • Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan 2010-2012
  • Kapolda Bali 2012

    Kekayaan:

  • 2008: Rp 4,684 miliar
  • 2013: Rp 22,6 miliar plus US$ 24 ribu

    Komisaris Jenderal Dwi Priyatno (56 tahun)
    Inspektur Pengawasan Umum Polri
    Akademi Kepolisian 1982

    Karier:

  • Wakil Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya 2001
  • Wakil Kepala Kepolisian Resor Surabaya 2002
  • Atase Kepolisian Kedutaan Indonesia di Malaysia
  • Direktur Lalu Lintas Polda Kalimantan Barat
  • Direktur Sabhara Badan Pemeliharaan Keamanan 2010
  • Kepala Biro Misi Internasional Divisi Hubungan Internasional Polri 2011
  • Staf Ahli Sosial Politik Kapolri 2012
  • Kapolda Jawa Tengah 2013
  • Kapolda Metro Jaya 2014

    Kekayaan:

  • 2013: Rp 860,2 juta

    Komisaris Jenderal Badrodin Haiti (57 tahun)
    Wakil Kepala Kepolisian RI
    Akademi Kepolisian 1982

    Karier:

  • Komandan Peleton Direktorat Samapta Polda Metro Jaya 1982
  • Kapolres Probolinggo, Jawa Timur 1999
  • Kapolres Kota Besar Medan 2000
  • Direktur Reserse Kriminal Polda Jawa Timur 2003
  • Kapolwil Kota Besar Semarang 2004
  • Kapolda Banten 2004
  • Kapolda Sulawesi Tengah 2006
  • Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal 2008-2009
  • Kapolda Sumatera Utara 2009-2010
  • Kepala Divisi Hukum Polri 2010
  • Kapolda Jawa Timur 2010-2011
  • Staf Ahli Kapolri 2011
  • Asisten Operasi Kapolri 2011-2013
  • Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan 2013-2014

    Kekayaan:

  • 2008: Rp 2,09 miliar
  • 2012: Rp 8,5 miliar plus US$ 4.000

    Komisaris Jenderal Putut Eko Bayuseno (54 tahun)
    Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri
    Akademi Kepolisian 1984

    Karier:

  • Kepala Polres Situbondo, Jawa Timur 2000
  • Kepala Polres Jember, Jawa Timur 2001
  • Koordinator Sekretaris Pribadi Pimpinan Polda Jawa Timur 2003
  • Ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009
  • Wakil Kepala Polda Metro Jaya 2009
  • Kapolda Banten 2011
  • Kapolda Jawa Barat 2011
  • Kapolda Metro Jaya 2012

    Kekayaan:

  • 2013: Rp 7,1 miliar dan US$ 83.421

    Komisaris Jenderal Suhardi Alius (53 tahun)
    Kepala Badan Reserse Kriminal Polri
    Akademi Kepolisian 1985

    Karier:

  • Kapolres Metro Depok 2002
  • Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya 2003
  • Kapolres Metro Jakarta Barat 2004
  • Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya 2005
  • Koordinator Sekretaris Pribadi Pimpinan Polri 2005
  • Direktur Minwa PTIK 2009
  • Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal 2009-2010
  • Wakapolda Metro Jaya 2011
  • Kepala Divisi Humas Polri 2012
  • Kapolda Jawa Barat 2013
  • Kepala Bareskrim Polri 2013

    Kekayaan:

  • 2013: Rp 5,688 miliar
  • 2014: Rp 5,741 miliar
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus