Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MARWAN Ja'far berusaha tenang. Dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di kantornya, Senin pekan lalu, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu menempuh jalan memutar saat menceritakan perseteruan antara kementeriannya dan Kementerian Dalam Negeri.
Mula-mula dia menjelaskan soal dana perbatasan yang saat ini masih dikelola Kementerian Dalam Negeri, padahal kementeriannya telah menyiapkan program untuk daerah perbatasan. Belakangan baru Marwan mengeluhkan sikap Kementerian Dalam Negeri yang belum legawa menyerahkan urusan desa ke kementeriannya. "Awalnya saya meminta masukan, akhirnya lebih banyak ditanya," kata Marwan kepada Tempo seusai pertemuan tersebut.
Sesungguhnya Presiden Joko Widodo telah selesai menata ulang formasi kabinet melalui Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Ada 13 kementerian yang digabung atau dipisah. Penggabungan dan pemisahan ini menuntut perhatian khusus karena membawa konsekuensi pada jabatan, karier, dan struktur kelembagaan. Toh, penataan ke-13 kementerian dan lembaga itu selesai juga. Tinggal persoalan 74 ribu desa yang belum beres, dan menjadi pangkal sengketa dua kementerian.
Kalau mengikuti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, seharusnya pemerintahan desa berada di bawah kendali Kementerian Desa. Kewenangan mengurusi desa ini, menurut pasal 2 undang-undang tersebut, meliputi pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Artinya, menurut Marwan, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa semestinya dipindahkan dari Kementerian Dalam Negeri ke Kementerian Desa. Direktorat tersebut membawahkan lima bidang: pemerintahan desa, kelembagaan dan pelatihan masyarakat, pemberdayaan adat, usaha ekonomi masyarakat dan sumber daya alam, serta teknologi.
Persoalannya, ada aturan dalam undang-undang itu yang bertabrakan dengan peraturan presiden. Undang-Undang Desa mewajibkan adanya seorang menteri yang mengurus desa. Namun Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 membatasi tugas Menteri Desa hanya menangani kelembagaan dan pelatihan, pemberdayaan masyarakat dan ekonomi desa, serta pengelolaan sumber daya alam dan teknologi. Pembinaan pemerintahan desa, menurut peraturan presiden, bukan bagian tugas yang dikoordinasi Kementerian Desa.
Pertentangan juga terjadi dalam Undang-Undang Desa itu sendiri. Pasal 112 ayat 1 undang-undang itu menyebutkan pemerintah membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, tapi dalam penjelasan dinyatakan bahwa pemerintah yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri. Hal inilah yang membuat Kementerian Dalam Negeri ngotot mempertahankan bidang pemerintahan desa dan kelurahan.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan tak jadi masalah jika urusan desa ditangani Marwan. Namun seorang petinggi Partai Kebangkitan Bangsa menuding mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu sebenarnya tak ikhlas. "Tjahjo usul kepada ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar pemerintahan desa tak dipindahkan ke kementerian lain," katanya.
Tjahjo membantah. Dia mengatakan tak pernah mengusulkan apa pun soal restrukturisasi kelembagaan. "Kami patuh pada keputusan presiden," ucapnya, dan ia menegaskan bahwa penataan kelembagaan merupakan wewenang Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Pernyataan Tjahjo bertentangan dengan Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Tarmizi Abdul Karim. Tarmizi menyatakan direktoratnyalah yang mengusulkan pemerintahan desa jangan dilimpahkan ke Kementerian Desa. "Itu hasil pembahasan tim bersama Kemendagri dan Kemenpan," ujarnya. Maka Tarmizi berkeras bertahan di Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Sekretaris Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Nata Irawan, bawahan Tarmizi, mereka punya dasar mengusulkan hal itu. Peraturan presiden, kata dia, hanya mengamanatkan empat direktorat pindah ke Kementerian Desa. "Tak termasuk Direktorat Pemerintahan Desa," katanya.
Tapi Marwan tak sependapat. Dia berkeras seluruh fungsi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tak bisa dipisahkan, apalagi dijalankan dua kementerian. "Implementasinya bakal kacau," ucapnya. "Tapi, apa pun keputusan Presiden, saya taati."
Semula Marwan hendak meminta dukungan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Belakangan dia mundur karena menganggap Kalla lebih berpihak ke Kementerian Dalam Negeri. Seseorang yang mengetahui tarik-ulur urusan pemerintahan desa ini menuturkan Marwan telah beberapa kali bertemu dengan Kalla, tapi Kalla tak mau melepaskan urusan pemerintahan desa ke Kementerian Desa.
Dimintai konfirmasi mengenai hal ini, Kalla membantah disebut berat sebelah. Dia menegaskan tak campur tangan dalam perdebatan perebutan kewenangan itu. "Saya tak punya pandangan, ikuti undang-undang saja," kata Kalla di kantornya, Kamis pekan lalu.
Sikap pemerintah yang sepertinya hendak mempertahankan pengelolaan pemerintahan desa di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri membuat Partai Kebangkitan Bangsa meradang. Ahad pekan lalu, Wakil Sekretaris Jenderal PKB Abdul Malik Haramain menggelar jumpa pers, mendesak Presiden Jokowi konsisten menjalankan Undang-Undang Desa. "Ada semangat untuk tidak bersedia melepaskan urusan desa dari satu kementerian," ujarnya pedas.
Meski dibantah Tjahjo dan Marwan, ada dugaan kisruh ini erat kaitannya dengan penyaluran dana desa Rp 9,1 triliun pada 2015 melalui pemerintah kabupaten/kota. "Ini pertarungan jangka panjang sampai 2019," kata seorang pejabat di Kementerian Dalam Negeri.
Marwan berencana membuat pemerintahan desa yang otonom, tidak bergantung pada kabupaten/kota. Dia juga akan membentuk tenaga pendamping desa yang mengurusi dana desa. Gagasan ini akan buyar kalau urusan desa tak sepenuhnya ditangani Kementerian Desa. Di sisi lain, Kementerian Dalam Negeri hendak menempatkan pemerintahan desa di bawah kendali pemerintah kabupaten/kota.
Menengahi silang pendapat di antara kedua kementerian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandi turun tangan. Dia menyatakan kedua tafsir atas aturan tentang desa tak salah, karena sama-sama memiliki dasar hukum. Menteri Yuddy sudah merampungkan dua draf aturan mengenai posisi pemerintahan desa dengan dua opsi berbeda: urusan pemerintahan desa tetap di Kementerian Dalam Negeri atau pindah ke kementerian baru.
Pekan ini kedua draf aturan tersebut akan disodorkan kepada Jokowi. Belum jelas mana yang akan dipilih Jokowi. Meski demikian, sinyal dari Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto bisa jadi bikin Marwan ketar-ketir. "Pemerintah akan memperhatikan kesatuan administrasi pemerintahan hingga tingkat desa," ucapnya.
Wayan Agus Purnomo, Fransisco Rosarians, Ananda Teresia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo