Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cerita di Balik Pelarian Nazaruddin

Nazaruddin kabur dengan melibatkan banyak sekutu: kerabat, pengacara, juga jasa pengamanan internasional. Duta Besar di Bogota diduga terlibat. Inilah cerita di balik raibnya sang tersangka.

22 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Begitu Gulfstream G-550 mengapung di langit cerah Bogota, Kolombia, semua anggota tim penjemput Muhammad Nazaruddin menghela napas lega. "Telat sebentar saja, Nazar gagal dibawa pulang," kata seorang anggota tim. Pada Kamis dua pekan lalu itu, matahari sebentar lagi tenggelam.

Ditangkap lima hari sebelumnya oleh polisi setempat, Nazaruddin bukannya tak melawan. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu berniat meminta suaka politik kepada pemerintah Kolombia. Upaya itu gagal karena surat permohonan yang ia tulis tangan tak sampai ke alamat tujuan.

Otto Cornelis Kaligis, yang mengklaim sebagai pengacara Nazaruddin di Indonesia, juga bergerak. Terbang ke Bogota, ia bergegas menyewa pengacara lokal, Abelardo De La Espriella. Kaligis tak bisa beracara di Kolombia. Karena itu, ia butuh Espriella sebagai kepanjangan tangannya.

Menurut sumber Tempo, Espriella terus mendesak pengadilan setempat mengeluarkan penetapan suaka politik. Ia bolak-balik ke pengadilan meminta Nazaruddin disidangkan di sana dengan tuduhan pelanggaran keimigrasian, yakni menggunakan paspor orang lain. Kecuali saat berada di Singapura dan Vietnam, ia memakai paspor sepupunya, Muhammad Syarifuddin, selama pelarian.

Persidangan kasus paspor "aspal" bakal memakan waktu. "Sedikit lagi usaha menyidangkan perkara di negeri itu tembus," seorang penjemput mendengar dari polisi Kolombia. Dari polisi itu diketahui pula bahwa pada Kamis petang itu, atau Jumat pagi waktu Indonesia, penetapan seperti yang diminta Espriella bakal dikeluarkan pengadilan.

Tim penjemput, yang cemas mendengar kabar tersebut, buru-buru membereskan urusan kepulangan Nazar. Apalagi masa penahanan Nazar di sel imigrasi juga cuma 36 jam. Tersangka perkara suap pada proyek wisma atlet itu sebelumnya ditahan Kejaksaan Agung. Para penjemput berhitung, akan semakin sulit membawa Nazaruddin ke Jakarta bila sudah berada di luar tahanan imigrasi.

Rabu malam, mereka mengontak agen sewa pesawat. Keesokan harinya, Kamis sore itu, Gulfstream, yang perusahaan asalnya bermarkas di Florida, Amerika Serikat, tiba di Bandar Udara El Dorado, Bogota. Mendengar pesawat siap terbang ke Jakarta, tim bersama Nazar buru-buru meluncur ke hanggar. "Baju masuk koper saja tak sempat dilipat," kata seorang anggota tim.

Petang itu, ketika Duta Besar RI untuk Kolombia, Michael Manufandu, menggelar rapat soal Nazaruddin di kantornya, Gulfstream sudah membubung di atas Bogota.

l l l

Meninggalkan Jakarta pada 23 Mei, Nazar terbang ke Singapura. Di Negeri Singa, ia tak melulu bersembunyi di apartemen. Sesekali ia juga ke luar gedung, termasuk berpelesir dengan kapal pesiar.

Ketika di atas kapal pesiar itulah Nazar merasa hidupnya mulai terancam. Kepada tim penjemput, ia mengaku melihat seseorang mencoba menghabisi nyawanya dengan senapan. Peristiwa itu terjadi saat ia mulai menyerang koleganya di partai dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sejak menyadari bahaya mengintainya, Nazar selalu didampingi dua pengawal selama berkeliaran di Singapura.

Sebulan tinggal di Singapura, ia lantas terbang ke Vietnam. Di sana, ia bolak-balik Hanoi-Ho Chi Minh. Menurut sumber Tempo, di Negeri Paman Ho, Nazar punya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi, kimia, dan teknologi informasi. Kantor pusat perusahaannya ada di Singapura. Empat kartu namanya yang tersimpan di dalam tas—belakangan dititipkan kepada Duta Besar Michael, setelah dia ditangkap—berlogo SME Holding dan SME Securities, yang berkantor pusat di Hanoi.

Di sana, ia pun merasa menghadapi bahaya. Kepada tim penjemput, ia menuturkan mobil yang dikendarainya ditabrak dari belakang. Benturan yang keras membikin Nazar terlempar ke kaca depan. Ia selamat, tapi keningnya mengucurkan darah. Luka akibat tabrakan itu membekas ketika tim menjemputnya di Bogota.

Dari Vietnam, ia terbang lagi ke Kuala Lumpur, Malaysia. Kala itu, ia masih menggunakan paspor atas namanya. Dia sempat pergi ke kota wisata Genting Highlands di utara Kuala Lumpur. Di situlah, menurut Nazar kepada tim, percobaan pembunuhan ketiga terjadi. Seperti di Vietnam, upaya mencelakainya kali ini dilakukan dengan cara menabrak mobil dari belakang. Nazar selamat, tapi ia menyatakan pantat mobil yang dikendarainya penyok.

Menurut sumber yang lain, meski masuk Kuala Lumpur menggunakan nama asli, Nazar tak tercatat di imigrasi Malaysia. "Ini aneh," kata sumber itu. "Padahal di manifesnya ada." Di Kuala Lumpur, Nazar diduga bertemu dengan Syarifuddin, sepupunya. Di situlah, menurut sumber tadi, Syarifuddin menyerahkan paspornya kepada Nazar. Syarifuddin membantah soal ini dengan menyatakan paspornya hilang. Ia mengatakan tak mengetahui kenapa paspornya bisa di tangan Nazar.

Awal Juli, setelah memegang paspor Syarifuddin, Nazar berangkat ke Kamboja. Di sini ia tinggal sekitar sepekan sebelum terbang lagi menuju Dominika bersama istrinya Neneng Sri Wahyuni, sepupunya Nasir Rahmat, dan seorang warga negara Singapura bernama Eng Kian Lim alias Gareth. Di kamar hotel tempatnya menginap, ia membikin rekaman pembicaraan via Skype dengan Iwan Piliang, mantan koleganya di Partai Demokrat. Ketika rekaman ditayangkan di Metro TV pada 22 Juli, ia angkat kaki dari Dominika menuju Venezuela.

Di dua negara itu, Nazaruddin mengaku berbisnis minyak. Venezuela, yang tak boleh mengekspor minyak ke Amerika Serikat, membutuhkan tangan kedua supaya minyak tetap bisa dijual. Negara perantara yang biasa dipakai Venezuela antara lain Dominika. Nah, Nazar masuk bisnis minyak dengan memanfaatkan celah itu. "Menteri Perdagangan Dominika itu teman saya," kata Nazar kepada tim penjemput.

Dua hari saja ia berada di Venezuela. Ia lantas terbang ke Bogota pada 24 Juli. Sehari menginap di Hotel Boheme Royal di Bogota, Nazar beringsut ke Cartagena de Indias. Sedangkan Neneng, istrinya, diduga terbang lagi ke Kuala Lumpur untuk menemui anak-anak mereka, yang dititipkan di rumah kerabat Nazar. Di Bandar Udara El Dorado, mereka berpisah jalan.

Di Cartagena, Nazar bersama Nasir dan Gareth tinggal di Apartemen Palmetto di kawasan wisata Bocagrande, tepi pantai Karibia. Cartagena bukan kota asing bagi Nazar. Beberapa kali mengunjungi kota ini, ia sampai punya kenalan orang lokal. Tiga belas hari tinggal di sini, beberapa kali ia menyempatkan diri pergi ke masjid di kota untuk melakukan salat. Dinihari ia juga keluyuran ke luar kamar apartemennya untuk sahur.

Tujuh puluh enam hari pelarian Nazaruddin berakhir di sini. Ia sedang duduk di ruang tunggu Bandar Udara Rafael Nunez ketika dua polisi menghampirinya Sabtu malam itu. Menurut sumber Tempo, ia hendak terbang ke Pulau Saint Martin di Karibia untuk urusan bisnis.

l l l

Beberapa jam sebelum Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengumumkan penangkapan Nazar, Kaligis terbang ke Kolombia dengan pesawat bertiket US$ 21 ribu. Meski buru-buru, seorang sumber menyebutkan, dalam perjalanan menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, Kaligis mampir ke kantor seorang pengusaha di kawasan Semanggi.

Bermodal surat kuasa yang ia kantongi di Singapura sejak 16 Juni, Kaligis menjadi pengacara Nazar. Ia pula yang menghubungkan Nazar dengan Gareth. Seorang sumber menduga Gareth merupakan seorang kepala keamanan. Posturnya memang tinggi besar. Tapi sumber yang lain bercerita, Gareth adalah pengacara yang disewa Nazar di Singapura. Sumber itu juga mengatakan firma hukum tempat Gareth bernaung memiliki 15 partner di luar Singapura. Di Indonesia, mitranya adalah firma hukum Kaligis. Menurut Kaligis, Gareth adalah ahli keuangan Nazar yang berasal dari New York.

Sumber-sumber Tempo yang lain mengatakan Gareth-lah yang mengelola pelesiran Nazaruddin. Tapi, sebenarnya, dia mengatur teknisnya belaka. Dengan kata lain, ia perantara Kaligis dengan Nazar. Ada dugaan: Kaligis adalah orang di balik pelarian Nazar itu sendiri.

Indikasinya, menurut seorang sumber, ketika Nazar terbang menuju Dominika, Kaligis dari Jakarta berangkat ke Amerika Serikat. Mendarat di San Francisco, ia sempat pergi ke Vancouver, Kanada. Dua hari di sana, ia terbang lagi ke Los Angeles, lalu pergi ke Florida. Tepat ketika Kaligis di Florida itulah Nazar berada di Dominika, pulau kecil di Karibia, di selatan Florida. Meski tak sempat bertemu, keduanya intens berkomunikasi.

Ditanya soal ini, Kaligis meradang. "Itu fitnah," katanya. "Siapa yang bilang? Akan saya tuntut dia." Menurut Kaligis, ke mana Nazar pergi adalah urusan Nazar sendiri. Kendati mengaku berada di Amerika ketika Nazar di Dominika, ia mengatakan urusannya di Negeri Abang Sam adalah menengok putrinya dan memberi ceramah hukum.

Sesampai di Bogota pada Selasa, Kaligis langsung menemui Duta Besar Michael Manufandu. Ketimbang tim penjemput, Kaligis lebih dulu bertemu dengan Michael. Nah, menurut sumber Tempo, bukannya membantu tim, Michael malah lebih akomodatif terhadap kubu Kaligis. Ia, misalnya, lebih setuju ekstradisi ketimbang deportasi untuk memulangkan Nazar. Ia juga mendesak tim membawa Nazar dengan pesawat komersial.

Menurut sumber yang lain, saking jengkelnya, Brigadir Jenderal Anas Yusuf, ketua tim, bahkan sampai menarik Michael ke sebuah ruangan. "Saya atau Anda yang hilang," katanya, seperti ditirukan sumber Tempo. "Saya ada bukti Anda sudah main mata dengan Nazar." Michael, menurut sumber itu, menjanjikan Nazar bakal turun di Kuala Lumpur dan bertemu dengan keluarganya di sana. Imbalannya, Nazar memberinya US$ 1 juta. Uang dengan kode "bungkusan" itu kabarnya telah diterima Michael lewat kerabatnya di Jakarta.

Ditegur Anas, Michael meringis. Sejak itu, ia mulai melunak. Tapi ia tetap gigih mencari tahu waktu penerbangan dan titik-titik transit pesawat carter yang akan membawa Nazaruddin. Tim mengunci mulut. Mereka khawatir informasi itu bocor ke orang lain. "Bagaimana bila di tempat transit sudah menunggu orang yang berniat jahat ke Nazar?" kata sumber Tempo. Tim juga menerima informasi ada skenario meloloskan Nazar di tempat transit.

Dimintai konfirmasi soal ini, Anas tak membantah atau mengiyakan. "Kita ketemu Senin saja, ya," katanya mengulur waktu. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Mochammad Jasin mengaku tak mengetahui informasi itu. Tapi ia mengatakan KPK akan memanggil Michael untuk mengklarifikasi isi tas Nazar yang sempat dititipkan.

Michael justru menceritakan pengalamannya menemui Nazaruddin di ruang tahanan Kejaksaan Agung Kolombia. Ia mengatakan sempat beberapa kali menjenguk Nazar, dan pada dua kunjungan ia ditemani istrinya. Michael mengatakan datang dengan membawa buah-buahan dan rendang. "Saya berupaya membuatnya tenang dan percaya bahwa pilihan terbaik baginya adalah kembali ke Indonesia," tuturnya. "Sebagai duta besar, saya pun melarang ketika ia mengatakan disarankan tim pengacaranya mengajukan permohonan suaka politik."

Adapun Kaligis mengatakan tak tahu-menahu soal "bungkusan" dari Nazaruddin buat sang Duta Besar. Ia hanya menyatakan jengkel lantaran Michael tak memuluskan urusannya di Bogota, seperti yang dijanjikan ketika bertemu. Ia menggerutu, "Janjinya saja manis-manis."

Anton Septian, Riky Ferdianto, Yophiandi (Jakarta), Y. Tomi Aryanto (Bogota)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus