Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Seri Novela Sang Bendahara

Nazaruddin sempat menolak didampingi Kaligis. Akibat kesal ditagih duit pendampingan hukum.

22 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengacara Otto Cornelis Kaligis menyodorkan pulpen ke tangan Muhammad Nazaruddin. Tersangka perkara suap proyek wisma atlet SEA Games itu diam saja, mengabaikan sodoran sang pengacara. Ia menolak menandatangani kertas di depannya. Hanya dua orang itu yang terlihat di ruang pertemuan rumah tahanan Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian RI di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Senin pekan lalu.

Alat perekam Komisi Pemberantasan Korupsi, yang sengaja dipasang di ruangan itu, kemudian menangkap adegan di ruangan lain. Muhammad Nasir, anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, kakak kandung Nazaruddin, menemui mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Bertemu seperempat jam, tak banyak yang dibicarakan anak-anak pasangan M. Latif dan Aminah ini. "Nazar lebih banyak diam," kata Ajun Komisaris Besar K. Budiman, juru bicara rumah tahanan Brimob.

Nasir dan Kaligis datang bersama beberapa anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, seperti Ahmad Yani dari Partai Persatuan Pembangunan serta Nudirman Munir dan Aziz Syamsuddin dari Partai Golkar. Mereka memaksa masuk, meski kunjungan ke Nazaruddin hanya diperbolehkan dengan izin Komisi Pemberantasan Korupsi. Waktu kunjungan pun sudah ditentukan.

Berdasarkan rekaman di rumah tahanan Brimob dan keterangan saksi, para anggota legislatif itu merangsek masuk meski dihalangi petugas. Mereka berkukuh hendak menemui Nazaruddin, yang sebenarnya ogah menemui mereka. Para anggota Dewan beralasan kunjungan ke rumah tahanan merupakan bagian dari tugas mereka. "Saya kan menjalankan tugas konstitusi. Kami mau melihat saja," ujar Nudirman dengan nada tinggi.

Kaligis juga sempat menunjukkan surat kuasa yang ditandatangani Nazaruddin pada saat dalam pelarian di Singapura. Penyidik menolak surat itu karena tidak sesuai dengan aturan, yakni surat kuasa yang dibuat di luar negeri harus dilegalisasi Kedutaan Besar Republik Indonesia. Selain itu, mereka yang boleh masuk ruang tahanan harus mendapat persetujuan Nazaruddin.

Guna menghindari cekcok berkepanjangan, penyidik akhirnya memperbolehkan Nazaruddin ditemui empat mata oleh Aziz Syamsuddin. Pada saat itulah anggota rombongan lain merangsek masuk. "Nanti pakai hak untuk diam saja," kata Kaligis sembari menyerahkan buku soal hukum pidana. "Tanpa pengacara, jangan mau (diperiksa)," Nudirman menimpali.

Sebelum ke tahanan Brimob, Nasir dan Kaligis menemui pemimpin DPR: Marzuki Alie (Demokrat), Pramono Anung (PDI Perjuangan), dan Anis Matta (PKS). Nasir mengeluhkan susahnya menemui Nazaruddin dan kekhawatiran akan kondisi kesehatannya. "Sangat mungkin Nazaruddin mengalami pencucian otak," kata Kaligis di DPR sebelum bertolak ke tahanan Brimob.

l l l

Nazaruddin dibawa ke Indonesia dari Kolombia pada 13 Agustus lalu. Sejak Nazaruddin tiba di Tanah Air, kasusnya menciptakan berbagai kisah. Drama pertama tersaji ketika turun dari pesawat carteran Gulfstream, dengan tangan diborgolkan ke seorang penyidik KPK, Nazaruddin dikawal ketat pasukan bersenjata lengkap. Ia diboyong ke Markas Brimob, baru kemudian diserahterimakan ke komisi antikorupsi pada malam harinya.

Pemeriksaan perdana Nazaruddin soal biodatanya berlangsung hingga pukul 01.00 WIB. Dalam rekaman video KPK, terlihat Nazaruddin berbincang santai dengan dua penyidik di ruang pemeriksaan berukuran sekitar 3 x 3 meter di lantai 7 gedung KPK. Ia ditawari rokok, kopi, hingga makanan dalam kotak berlauk rendang. "Sudah lama saya tidak makan nasi Padang," ujar Nazaruddin sembari tersenyum kepada penyidik.

Drama lain seputar Nazaruddin adalah perebutan hak pembelaan dua kubu pengacara, yakni Elza Syarief dan O.C. Kaligis. Elza mengaku mendapat mandat dari adik bungsu Nazaruddin, Mujahidin Nur Hasyim. Ia juga hadir ketika Nazaruddin pertama kali dibawa ke KPK. Selasa pekan lalu, ia mengunjungi Nazaruddin di tahanan Brimob, dan mendampingi pemeriksaan Nazaruddin oleh KPK dua hari kemudian. Elza mengaku hanya ingin membantu Nazaruddin. "Kalau Nazar mau ringan hukumannya, harus terbuka," kata Elza.

Kaligis, yang sejak awal mengklaim sebagai kuasa hukum Nazaruddin, mempertanyakan KPK yang, menurut dia, melarang pengacara menemui Nazaruddin saat berada di ruang tahanan. Ia juga kerap melontarkan kekhawatiran Nazaruddin dicuci otaknya oleh KPK.

Surat yang menjadi pegangan Kaligis adalah surat penunjukannya sebagai penasihat hukum yang dibuat ketika Nazaruddin di Singapura. "Yang mempertemukan mereka adalah Albert Panggabean," kata sumber Tempo. Dalam pertemuan di Marina Mandarin Hotel, Singapura, itu, Kaligis mengaku tidak butuh dibayar. Kaligis membantah mengenal Albert Panggabean.

Pernyataan Kaligis tentang upaya menghalanginya menemui Nazaruddin terbantahkan. Dalam rekaman video yang dilansir KPK, pada malam ketika Nazaruddin diperiksa KPK, perwakilan Kaligis, Afrian Bonjol, diperbolehkan penyidik menemuinya. Afrian menyodorkan surat kuasa untuk ditandatangani, tapi Nazaruddin menolak. "Nanti pemeriksaan kedua," katanya.

Nazaruddin, menurut sumber di KPK, juga diminta menuliskan nama-nama kerabat atau keluarga yang boleh menjenguknya. Satu per satu nama yang ditulis Nazaruddin pada secarik kertas adalah Neneng Sri Wahyuni, istrinya; M. Nasir, kakaknya; Rita Zahara, kakak sulung; Hasyim, adiknya; Aan, sopir pribadi; dan Kaligis. Setelah menuliskan nama-nama itu, Nazaruddin berpikir sejenak, kemudian mencoret nama Kaligis. "Enggak usah aja," ujarnya.

Seorang advokat mengungkapkan Nazaruddin kecewa terhadap Kaligis. Pasalnya, Kaligis berjanji tidak akan mengenakan biaya pendampingan. Nyatanya, Nazaruddin diharuskan membayar pengacara selama pelarian di Singapura. Terakhir, pengacara di Kolombia yang hendak mengurus suaka politiknya pun meminta bayaran US$ 1 juta (sekitar Rp 8,5 miliar). Tapi Nazaruddin membantah informasi miring ini.

Meski berkali-kali menolak Kaligis, Nazar akhirnya menyerah. Surat kuasa untuk Kaligis ditekennya pada Selasa, 16 Agustus, di tahanan. Surat dititipkan Kaligis lewat Nasir. Sehari setelah itu, Kaligis menemui Nazaruddin di tahanan. Keesokan harinya, Nazaruddin diperiksa KPK. Di sinilah Nazaruddin memainkan babak baru dalam drama hidupnya: bungkam.

Dalam pemeriksaan selama dua jam, Nazaruddin lebih banyak menjawab lupa, kala 20 pertanyaan tentang peristiwa dugaan korupsi proyek wisma atlet diajukan. Ia menyampaikan kesediaannya menerima hukuman tanpa diperiksa. Bahkan, dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Nazaruddin meminta istrinya tak diseret ke meja hijau.

Dalam surat yang diketik rapi dan ditandatanganinya itu, Nazaruddin berjanji tidak akan menceritakan apa pun yang dapat merusak citra Partai Demokrat dan KPK. Ia rela dihukum asalkan Presiden memberi ketenangan bagi keluarganya. "Khususnya bagi istri dan anak-anak saya," tulis surat yang ditunjukkan Kaligis itu.

Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Istana belum menerima surat tersebut. Ia menegaskan, Presiden Yudhoyono tidak akan mengintervensi kasus. "Kami tidak menerima tawaran," kata Julian. Senada dengan itu, komisi antikorupsi menegaskan sikapnya. "Meskipun dia mengatakan lupa, yang penting alat buktinya lengkap," kata Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto.

Tito Sianipar, Rusman Paraqbueq, Atmi Pertiwi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus