Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Senior Tax Lawyer Litigant & Co Agung Pamula Ariyanto mengungkapkan ada pengusaha yang ditolak menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan oleh KPP Pratama Bekasi Utara. Penyebab penolakan itu masih belum jelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permasalahan ini membuat pengusaha itu mengajukan gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung terhadap Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Utara. Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 61/G/2022/PTUN.BDG.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penggugat dalam gugatan ini tercantum atas nama Suparman. Dia mendaftarkan gugatannya pada 9 Juni 2022 dengan kuasa hukum penggugat adalah Agung Pamula Aryanto. Penggugat meminta supaya dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan.
"Wajib Pajak melayangkan Gugatan pada PTUN Bandung pada 9 Juni 2022," kata Agung melalui siaran pers, Senin, 4 Juli 2022.
Agung mengatakan, sebetulnya wajib pajak yang menggugat ini telah mengakui kesalahan masa lalunya dan telah melakukan pembetulan SPT tahun pajak lampaunya serta berkomitmen membayar seluruh kewajiban perpajakannya, baik itu PPh maupun PPN.
PPh telah dibayarkan namun PPN terkendala status sebagai PKP, oleh karena itulah wajib pajak dengan penuh kesadaran memberi informasi tentang kebenaran dan meminta dilakukan pengukuhan PKP secara jabatan melalui prosedur yang benar.
"Hal itu tidak lain demi tujuan wajib pajak untuk dapat menunaikan kewajibannya terhadap bangsa dan negara yaitu menyetorkan PPN atas omzet usahanya di masa lalu," ucap Agung.
Tapi KPP Pratama Bekasi Utara tidak merealisasikan harapan wajib pajak yang ingin ditetapkan sebagai PKP secara jabatan. KPP Pratama Bekasi Utara menolak pengukuhan PKP secara jabatan kepada Suparman.
Agung mengklaim, prosedur pemeriksaan dengan tujuan Pengukuhan PKP telah dilaksanakan. Wajib pajak yang jadi kliennya ini juga telah terbuka dan kooperatif memberikan seluruh data yang diminta oleh petugas pajak yang memeriksa.
"Penolakan petugas pajak pun tidak mencerminkan profesionalisme, asas keterbukaan, asas pelayanan yang baik, dan bahkan jelas-jelas melanggar ketentuan undang-undang," ucap dia.
Atas kejadian penolakan ini, negara menurut Agung telah kehilangan hak pendapatannya dari sektor pajak sebesar lebih dari Rp 1,7 miliar. Ini karena wajib pajak yang jadi kliennya itu ditolak untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan alasan tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif. "Padahal petugas tidak pernah menunjukkan bukti guna mendukung argumentasinya," ujar Agung.
Baca juga: Asosiasi Pengusaha: Praktek Holywings Bisnis Hiburan Tapi Pajaknya Restoran, Itu yang Bikin Cemburu