Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ismail atau akrab dipanggil Mail, 68 tahun, bercerita mengenai nasib nahasnya menjadi salah satu pedagang korban kerusuhan 22 Mei lalu. Mail, yang membuka warung kopi dan mie instan, mengatakan kejadian itu terasa begitu tiba-tiba dan terjadi saat akan menjelang sahur pada Rabu dini hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tahu-tahu kerusuhannya sudah sampai di depan, itu sekitar jam 03.00," kata Mail saat ditemui Tempo di warungnya yang berada di Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Mei 2019. Warung Mail terbakar pada Kamis dini hari, 23 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mail menuturkan, massa awalnya mengincar kantor Polsubsektor Sarinah yang bersebelahan dengan warungnya. Massa yang tampak mengamuk menghujani kantor polisi dengan batu dan bom molotov.
Massa juga kemudian melempari dan membakar warung milik Mail. Melihat emosi massa yang tak terkontrol, Mail mengevakuasi diri beserta dua tabung gas ke restoran Steak Abuba yang berada di sebelah warungnya. "Saya cuma bisa bawa tabung gas, itu juga karena takut meledak karena dibakar," kata dia.
Di restoran tersebut, Mail melihat massa mulai membakar warung yang ia bangun sejak puluhan tahun silam. Ia juga menjadi saksi mata saat sebuah warung kecil yang ditinggal pemiliknya mudik dijarah.
Kondisi warung kopi dan mi instan milik Ismail yang dijarah dan dibakar massa kerusuhan 22 Mei. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Mail menuturkan warung itu digembok dan dirantai, tapi massa mencongkelnya. Mereka, kata Mail, mengambil rokok, minuman, dan benda-benda lain.
Massa juga menjarah dua tabung gas yang Mail sempat bawa. "Saya udah bilang, jangan pak, jangan. Tapi tetap diambil," kenang Mail dengan mata yang berkaca-kaca.
Pria kelahiran 1951 itu mengatakan pria yang menjarah itu mayoritas berkulit gelap dan berperawakan besar tinggi. Mereka, kata Mail, menggunakan tutup kepala dari sehelai kain. "Ya kayak handuk diiket ke kepala. Serem lah mereka pokoknya, makanya saya ga berani ngelawan," ujarnya.
Atas kejadian tersebut, Mail mengatakan seluruh harta bendanya habis terbakar. Satu-satunya benda yang tersisa adalah baju yang melekat padanya malam itu. Ia lalu pergi ke rumah saudaranya di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Di sana, Mail mendapatkan dua stel baju ganti. "Massa ada yang menghalau massa lain biar ga ngancurin warung saya. Kasian, katanya. Abis itu saya dikasih duit Rp 100 ribu buat diganti," ujarnya.
Memet, 52 tahun, pedagang yang warungnya sekitar 100 meter dari warung Mail lebih beruntung. Saat kerusuhan terjadi, warung miliknya aman dan tak tersentuh dari amukan massa.
Menurut dia, hal itu disebabkan TNI mendirikan posko tepat di sebelah warung miliknya. Sehingga saat massa tak ada yang berani menjarah warungnya. "Alhamdulilah aman kalau saya, tapi rekan yang lain kasian lah mereka," ujarnya.
Pada 22-23 Mei 2019, kerusuhan 22 Mei pecah di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat. Kerusuhan itu merambat hingga ke Tanah Abang, Slipi, dan Jalan Wahid Hasyim. Massa dan polisi saling bentrok setelah Aksi 22 Mei oleh Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat. Atas insiden itu, Dinas Kesehatan DKI mencatat ada 8 orang yang meninggal dunia.