Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Agus (33 tahun), warga Kebumen menjadi korban TPPO di Myanmar berkedok lowongan kerja. Sepupu Agus, Arif Adiputro (28 tahun), mengatakan saudaranya itu tergiur dengan gaji besar untuk lowongan software engineer di Thailand.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus bisa dianggap lebih beruntung ketimbang korban TPPO lainnya. Ia akan segera pulang ke Indonesia pada akhir Juli ini. Ia bisa bebas karena perusahaan online scam tempat ia dijual menawarkan sistem penebusan kepadanya yakni harus membayar tebusan Rp 8 juta. "Di bayar sama Mas Agus pakai uang gajinya. Dia bisa bebas awalnya ya mandiri," ujar Arif saat dihubungi, Minggu, 28 Juli 2024. Angka ini jauh lebih kecil ketimbang tawaran yang diterima korban lain di Myanmar, Pepen, yang harus menyediakan Rp 100 juta sebagai tebusana jika ingin bebas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini Agus berada di Kantor Imigrasi Chiang Rai, Thailand. Dari cerita Arif, usaha memulangkan sepupunya cukup panjang. Ia telah melaporkan kasus Agus kepada Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemenlu sejak Maret 2023. Namun tidak kunjung mendapat hasil. Menurut Arif, setelah membayar tebusan, Agus pun tidak serta merta dipulangkan. Ia hanya dilepaskan di Thailand begitu saja.
Sementara paspor yang ia miliki sudah over stay. Di sinilai Agus mengontak pihak KBRI Bangkok setelah mendapat arahan dari Migrant Care dan Non Governmental Organization (NGO) di sana.
Agus berangkat ke Myanmar pada Februari 2023. Selama di Myanmar, Agus berpindah perusahaan dua kali. Di perusahaan pertama, ia mengenal Pepen, suami Nur sebelum akhirnya mereka terpisah karena dijual ke perusahaan lain.
Nasib mereka selama di dalam perusahaan juga tidak jauh berbeda. Agus mengalami siksaan di perusahaan pertama "Selain enggak dibayar layak, cuma sekitar Rp 2 juta, juga kadang di pukul disetrum gitu-gitu," ujar Arif saat dihubungi Tempo, 22 Juli 2024. Meski nasib beruntung dialami Agus karena bebas dengan memabayar tebusan, Migrant Care sebagai organisasi yang mendampingi dua kasus ini tidak menyarankan kepada korban lain di Myanmar untuk menempuh jalur tersebut.
"Itu tidak kami rekomendasikan, sebab ada yang sudah membayar di atas 50 juta, tapi tidak dibebaskan. Itu sangat acak," ujar staf divisi bantuan hukum migrant care, Arina Widda Faradis, saat wawancara bersama Tempo, via zoom, Jumat, 26 Juli 2024. Dan perihal siksaan yang dialami para korban, menurut Arina kadar siksaan yang dialami tergantung pada perusahaan. Berbeda perusahaan, akan berbeda perlakuan, meski secara umum mereka mengalami siksaan.
Berdasarkan data Migrant Care, total ada 15 laporan korban TPPO untuk kasus online scam dan judi online di Myanmar selama periode 2023 - 2024. Namun angka itu diklaim tidak menggambarkan kondisi jumlah korban yang di sana. Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono yakin jumlah korban TPPO untuk online scam dan judi online di Myanmar setara dengan di Kamboja. Migrant Care menerima laporan TPPO untuk online scam dan judi online di Kamboja sebanyak 202 untuk periode 2022-April 2023. "Itu baru data yang ada di kami," ujar dia. Dan rata-rata korban di Myanmar sudah terjebak 1-2 tahun.
Kondisi di Myanmar saat ini memang tengah memanas. Terlebih setelah penggulingan pemerintahan sipil dalam kudeta pada Februari 2021 lalu oleh militer. Selain ada konflik kudeta, juga ada kelompok bersenjata yang menguasai beberapa wilayah Myanmar, termasuk di Hpalu. Hal ini membuat kondisi di sana cukup mencekam.
Menurut Arif, di daerah perusahaan tempat sepupunya pernah dipekerjakan, juga banyak penjaga yang membawa senjata api. Dari cerita yang ia dapat, wilayah tersebut dikuasai oleh pemberontak. Hal itulah yang menjadi salah-satu alasan sulitnya korban TPPO kabur dari perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Sebelumnya, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha juga mengatakan upaya diplomatik terus dilakukan untuk memulangkan para korban. Dalam keterangan Judha pada April lalu, Kemenlu tengah mengupayakan kepulangan 5 WNI yang terjebak di Hpalu, Myanmar. Selain upaya formal, Judha mengatakan pemerintah juga tengah mengupayakan jalur informal dengan menggandeng masyarakat setempat. "Masih terus kami upayakan," ujar Judha kepada Tempo, Jumat, 19 Juli 2024.