Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cewek-cewek kgb

Kula, natasha dan ribuan gadis soviet dipaksa jadi valutnayas, pelacur kelas tinggi untuk komsumsi orang asing. mereka dijuluki "burung gereja". tugasnya : mengorek informasi buat kgb.

15 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA tahun lalu, Kula, seorang gadis berambut pirang dari Kota Leningrad, diterima di sebuah sekolah musik di Moskow. Ia segera berpisah dengan orangtuanya dan tinggal dengan neneknya di Moskow, untuk mewujudkan impiannya belajar musik. Kula, waktu itu 16 tahun, gadis berwajah menawan yang terbayang-bayang oleh germelapnya Kota Moskow, ibu kota yang berada sekitar 650 km arah selatan tempat tinggalnya. Tiba di Moskow, ia nikmati betul hari-harinya. Selalu ada teman baru untuk pergi berpiknik ke danau-danau di luar Kota Moskow. Dan tiap Minggu sore ia bisa memuaskan hobinya mendengarkan musik sambil bergoyang di Taman Gorky. Terlaksana sudah sebagian impian Kula. Kini, tiga tahun kemudian, cewek itu masih cantik dan muda tapi tampak selalu gelisah. Ia bagaikan kapal uap, asap selalu keluar dari mulutnya. Begitu rokok yang di mulutnya tinggal filternya, ia segera menyalakan yang baru. Sebentar-sebentar ia selalu menoleh ke belakang, seperti ada yang ditakutinya. Dan ia menolak tegas bila dimintai nomor telepon rumahnya. Perubahan perilaku Kula tak seorang pun tahu sebabnya, kecuali dua atau tiga teman terakrabnya. Kedua orangtuanya, juga neneknya, tak tahu apa pun tentang yang terjadi dalam tiga tahun itu pada diri Kula. Kerahasiaan itu tersimpan ketat karena berhubungan dengan KGB, salah satu dinas intelijen yang besar dan hampir berdiri di belakang segala sesuatu di Uni Soviet ketika itu. Kula adalah satu di antara ribuan cewek Soviet yang menjadi "burung gereja". Itulah sebutan bagi cewek yang direkrut KGB untuk menjadi informan. Tugas utamanya menguntit, berkenalan, dan kalau perlu melakukan apa saja terhadap seorang asing yang masuk ke Soviet, untuk memperoleh info. Siapa tahu si orang asing itu adalah musuh Soviet. Awalnya adalah perkenalan Kula dengan dua orang pengusaha Swedia. Kula, yang mencari tambahan uang saku dengan mencatut tiket pertunjukan musik di Teater Bolshoi, suatu hari, menjual tiket kepada dua orang asing. Esoknya, kedua orang asing itu muncul lagi, dan membeli tiket dari Kula lagi. Pertemuan kedua menyebabkan mereka berkenalan. "Mereka seperti aku, sangat suka musik. Dan kami segera menjadi teman," Kula mengenang. Kula menerima dengan senang hati undangan dua pengusaha Swedia itu untuk makan malam bersama. Belakangan Kula baru sadar bahwa ia membuat kesalahan besar dengan menerima undangan makan untuk kedua kalinya. Seperti orang Rusia lainnya, Kula harus menunjukkan paspor setiap masuk ke hotel berbintang. Ketika ia menyerahkan paspornya untuk kedua kalinya, untuk memenuhi undangan makan malam kedua dengan dua orang Swedia itu, Kula tak tahu bahwa semua keterangan yang ada dalam paspornya sudah sampai di markas KGB. "Ketika itu saya tak tahu bahwa yang berwajib rupanya mencurigai cewek yang datang ke hotel lebih dari sekali," Kula menuturkan kepada Miranda Ingram, wartawati Inggris dari Daily Mail, "cewek itu dicurigai melacurkan diri." Seminggu setelah kedua orang Swedia itu pergi dari Moskow, mahasiswi musik ini mendapat telepon dari orang yang bernama Nikolai. Orang yang tak ia kenal itu langsung mengatakan ingin bertemu Kula sambil mengancam bahwa Kula melakukan kesalahan, yakni menjual karcis pertunjukan musik kepada dua orang asing dengan menerima bayaran uang dolar. Waktu itu pemerintah Uni Soviet memang melarang warga negaranya menerima dolar. Kula kemudian bertemu dengan Nikolai di bawah patung Gogol, di luar halaman gedung teater di kawasan Arbat. Nikolai langsung mengancam, bila Kula tak mau kerja sama, ia akan mengusut mengapa ia menerima dolar dari orang asing. "Ia tak memberi tahu pekerjaannya, tapi ia tahu semua hal tentang aku. Ia tahu rumahku, orangtuaku, sekolahku, bahkan nilaiku di sekolah. Itu sudah cukup menggambarkan siapa dia," Kula menuturkan dalam wawancaranya. Cewek cantik ini segera sadar bahwa ia berada dalam kesulitan besar. Ia berada dalam tangan KGB. Memang Kula tak tertangkap basah sewaktu mencatut karcis, tapi Nikolai mengancam bahwa sebuah penyelidikan akan membuktikan semuanya. Dan penyelidikan tak akan hanya mencelakakan Kula, misalnya dipecat dari kuliahnya. Ayahnya (waktu itu masih aktif sebagai perwira tinggi angkatan darat) pun akan mengalami kesulitan. "Mereka mengancam akan memeriksaku karena mencatut karcis. Waktu itu aku sama sekali tak punya pilihan," ia menuturkan. Ia dipojokkan, dipaksa melakukan peran yang tak pernah diinginkannya. Dan dengan cara itulah "burung-burung gereja" direkrut. Tapi jangan dibayangkan bahwa Kula dijadikan agen rahasia yang bercelana ketat membawa pistol otomatis dalam tas tangannya seperti yang terlihat dalam film James Bond. KGB merekrutnya sebagai valutnayas, pelacur kelas tinggi untuk konsumsi orang asing. Masyarakat umum menyebut mereka, itu tadi, "burung gereja". Tugasnya hanya berkencan dengan orang asing, yang diatur oleh KGB, dan mengendus-endus semua informasi tentang teman kencan itu. Untuk itu, semua para "burung gereja" tak mendapat sepeser pun dari KGB. Dan semuanya diatur oleh dinas rahasia itu. Ia tak pernah tahu akan bertemu dengan siapa, di mana, kapan. "Semuanya diatur. Mereka meneleponku dan memberi tahu ada dua orang Inggris yang akan datang, dan di mana aku harus bertemu mereka," kata Kula. Jika orang asing itu akan menonton pertunjukan, KGB akan memberinya tiket dengan nomor kursi persis di sebelah mangsanya. Pernah juga Kula harus bertemu dengan seseorang di sebuah pameran buku, acara yang biasanya tertutup untuk orang Rusia sendiri. KGB tentu saja bisa mendapatkan undangan khusus untuk Kula. Ia diperintahkan mencari tahu apa dan siapa orang itu, dan buku-buku apa yang ia perhatikan. Instruksi tambahannya, untuk memudahkan perkenalan di tengah orang ramai itu, Kula disuruh berbusana cukup merangsang. Kula tak tahu persis sudah berapa kali ia berkencan dengan orang asing atas kemauan KGB. Tapi ada seorang yang ia ingat sampai kini. "Namanya Fred, orang Inggris berambut pirang yang berperilaku manis. Ia mempunyai dua anak perempuan dan ia memilih Partai Konservatif. Aku tahu ini semua karena memang itu sebagian dari info yang dibutuhkan KGB," Kula mengenang. Pertemuan dengan Fred dirancang di bar hotel tempat Fred biasa makan malam. Begitu masuk ke bar itu, pelayan hotel yang sudah mendapat instruksi segera mengantar Kula ke meja di sebelah Fred. Tak lama kemudian, Fred bingung menghadapi pelayan yang tak bisa berbahasa Inggris. Saat itu juga Kula menawarkan bantuan jadi penerjemah. "Seperti dalam film saja. Ia mengundangku makan bersama. Aku ingat, Fred tampak gugup. Aku yakin, ia tak pernah bicara dengan wanita selain istrinya," cerita Kula. Lalu Fred bercerita bahwa ia harus bekerja keras mendirikan usaha di Moskow, dan ia perlu melihat-lihat ibu kota ini. Si "burung gereja" segera mematuk makanan yang disodorkan. Ia menawarkan diri untuk mengantar Fred berkeliling Moskow. Fred menerimanya dengan senang hati. Kula sebenarnya tak ingin hubungan mereka berlanjut lebih jauh. "Aku sudah mendapatkan semua yang diinstruksikan, tapi Fred akan datang lagi ke Moskow dan Nikolai ingin keterangan yang lebih detail." Maka, ketika Fred kembali ke Moskow, KGB mengatur suatu pertemuan yang tak disengaja di sebuah jalan. "Ia tampak senang dan aku juga senang bertemu dia lagi," Kula mengenang. "Kupikir Fred sedikit tampak kesepian di Moskow. Kami makin akrab dalam kunjungan keduanya ini." Karena tugas dan sikap Fred yang manis, Kula bertindak lebih jauh kali ini. Mereka kemudian tidur bersama. "Fred sungguh sopan, sama sekali berbeda dengan orang Rusia. Tapi ia pun sedikit naif. Aku betul-betul ketakutan waktu di tempat tidur ia tiba-tiba bilang 'Aku harap kau tidak bekerja untuk KGB, dan mengorek rahasiaku'," cerita Kula. "Tentu saja Fred hanya bergurau. Umumnya orang menganggap hanya agen-agen rahasia asing yang dirayu oleh agen KGB, bukan orang biasa seperti Fred," Kula menuturkan lebih lanjut. Dan soal orang biasa itulah, selama tiga tahun jadi "burung gereja", membuat Kula bertanya-tanya mengapa ia harus menguntit mereka. KGB sebenarnya tidak pernah menganjurkan Kula, dan gadis valutnayas lainnya, tidur bersama mangsanya. Nikolai hanya bilang, agar memperoleh informasi dengan cara apa pun. Akhirnya, karena ketakutan tak memperoleh info sama sekali, para "burung gereja" bersedia masuk ranjang. "Coba, bagaimana kalau orang itu tak mau lagi bertemu denganku jika aku tidak mau ...," kata Kula ia tak meneruskan kalimatnya dengan tangan gemetaran. Sebaliknya, bila KGB sudah merasa cukup memperoleh info, badan intelijen ini tak lagi memberi perintah untuk bertemu. Dan Kula pun tak berani melakukan pertemuan dengan si orang yang selama ini ia tempel. "Orang asing itu tentu saja sudah punya nomor telepon saya. Mereka bertanyatanya kok saya berubah sikap. Tapi mereka tak memaksa untuk bertemu." Kula mengaku tak pernah merasa harus marah kepada KGB. "Aku hanya selalu ketakutan, ketakutan setiap saat," ia menuturkan. Jika tidak bertugas, ia lebih suka duduk di pojok yang gelap menghindari dinding, yang di baliknya mungkin ada orang yang bisa mendengarkan percakapan, dan selalu mencurigai orang di sekelingnya. Hidupnya memang menjadi tidak tenang. "Celakanya lagi, aku tidak bisa menceritakan masalah ini kepada siapa pun, sehingga aku sangat tertekan." Ia pun mengaku tak pernah menikmati hubungan seks dengan buruannya. "Saya selalu melakukannya dengan was-was dan tergesa-gesa," ia menuturkan. Ia tak menyinggung-nyinggung hubungannya dengan Fred, orang Inggris yang ia sebut bersikap sangat manis itu. Natasha, "Burung Gereja" yang Lain SEMENTARA kesalahan Kula adalah mencatut karcis, kesalahan Natasha, seorang janda dengan satu anak, adalah jatuh cinta pada orang asing. Natasha, yang berambut panjang dengan mata Rusia yang suram dan masih memiliki tubuh bak penari balet, memulai tugasnya sebagai valutnayas pada Juni 1989, saat glasnost sedang dibicarakan banyak orang Rusia. Cerita Natasha bermula dari seorang teman yang men~gajaknya makan malam bersama dua orang asing. Dua hari kemudian salah satu dari orang asing itu, yang bemama Michel, menelepon Natasha dan ingin bertemu. "Kebetulan aku punya waktu, jadi aku terima undangan makan malam bersama," kata Natasha. Setelah itu, mereka sering bertemu dan Natasha semakin terpikat pada Michel, yang fasih berbahasa Rusia itu. Setelah pulang ke Prancis, Michel tetap menelepon Natasha dan berjanji akan ke Moskow lagi. Tapi, sebulan sebelum Michel kembali ke Moskow, Natasha mendapat surat panggilan dari kantor polisi. "Mulanya aku tenang saja karena kukira itu soal paspor atau kartu penduduk," tutur Natasha. Sampai di kantor polisi baru ia tahu ada sesuatu yang aneh. "Aku bertemu dengan orang tanpa seragam polisi, dan ia memanggilku dengan nama awalku dan menyebut nama ayahku. Aku benar-benar kaget," ceritanya. Ia semakin tidak mengerti ketika orang itu bercerita tentang anaknya, pekerjaannya, dan perceraiannya. "Ia tahu semuanya. Itu sangat menakutkan," kata Natasha. Belakangan baru Natasha tahu bahwa seba~gai pegawai dari sebuah lembaga penelitian milik negara ia dilarang berhubungan dengan orang asing. Natasha, waktu mulai masuk bekerja, memang menandatangani perjanjian untuk tidak pernah berbicara dengan orang asing walaupun ia tidak bekerja dalam satu penelitian yang dirahasiakan. "Oran~g tak berseragam itu tahu persis kapan Michel ada di rumahku, kapan Michel meneleponku. Aku tak punya kehidupan pribadi lagi," kata Natasha, yang sempat tenang karena tidak ada hukuman yang ditimpakan padanya setelah ia berkenalan dengan orang asing. Baru pada suatu subuh, sebelum Michel tiba di Moskow, suara yang sama ia dengar lagi dengar lagi di telepon. Natasha mendapat instruksi untuk mengantar anaknya ke sekolah dan bertemu dengan seseorang di dekat Lapangan Pushkin. "Orang yang di telepon itu pun mengatakan bahwa tidak akan ada pertanyaan tentang ketidakhadiranku di kantor hari itu." Benar, di Lapangan Pushkin ia bertemu dengan orang yang memberi tahu bahwa Michel akan tiba esok hari, dan ia juga memberi 20 daftar pertanyaan mengenai Michel yang sebagian besar sudah diketahui Natasha. Ketika Michel tiba, Natasha menghabiskan seluruh waktu luangnya dengan Michel. "Tapi, setiap aku mencoba menjawab pertanyaan dalam daftar itu, aku jadi ketakutan. Michel tampaknya melihat ada perubahan pada diriku, tapi aku katakan hanya soal pekerjaan atau keluarga," kata Natasha. Sebenarnya, Natasha tak ingin berbuat ini pada kekasihnya sendiri. Tapi, sebagaimana Kula, ia memang tidak punya pilihan. "Ketahuan berhubungan dengan orang asing adalah kesalahan yang serius bagi orang yang sudah meneken perjanjian," katanya. Setiap kali Michel datang lagi ke Moskow, telepon dengan suara yang sama itu terdengar lagi: Seperti biasa, Natasha harus mengantar anaknya ke sekolah, tidak usah masuk kantor, tidak akan ada pertanyaan tentang itu dari atasannya, dan menerima sedaftar pertanyaan yang berkaitan dengan Michel. "Aku tertekan sekali, melakukan sesuatu yang tidak aku inginkan. Aku tidak bisa mengkhianati orang yang kucintai. Aku merasa kotor," kata Kula. Untunglah, Natasha segera kawin lagi dengan orang Rusia, dan ia punya alasan untuk putus dengan Michel. Apalagi kemudian KGB diubah setelah kudeta gagal 19 Agustus 1991. Natasha merasa lega, yakin tugasnya sebagai "burung gereja" selesai sudah. Tapi tak semudah itu bagi Kula untuk kembali ke kepribadiannya sebelum ia diperalat oleh KGB. "Sampai sekarang, saya sungguh takut pada Nikolai," kata Kula. "Matanya begitu dingin, mata seorang pembunuh. Aku memang tidak mendapat telepon beberapa bulan ini, tapi itu biasa. Nanti, tiga bulan kemudian, baru ada telepon lagi." Kula memang seperti mengalami trauma. Ia tahu bahwa KGB berubah sudah. "Itu bukan jaminan," katanya. "Soalnya, tak ada yang meneleponku dan mengatakan tugasku sudah selesai." Kula pun sampai kini bertanya-tanya, mengapa KGB memata-matai orang-orang biasa. Nikolai melarangnya bertanya apa pun tentang tugas-tugasnya. Ia hanya harus melaksanakan tugas: menerima daftar pertanyaan tentang seorang asing yang harus ia temui, dan sering kali jawaban pertanyaan itu bisa ia peroleh tanpa harus tidur dengan buruannya. Soalnya, pertanyaan-pertanyaan itu tentang hal yang biasa sekali: nama lengkap, pekerjaan, tujuan datang ke Moskow, jumlah anak dan nama istrinya, hobi, negara lain yang pernah dikunjungi. Tapi ada kalanya ia bertemu dengan orang yang tak mudah memberi keterangan. Dengan orang asing seperti inilah Kula biasanya sampai ke ranjang demi info. Konon, dengan mengerahkan valutnayas, KGB memang berhasil mengumpulkan tumpukan data dari hampir semua orang asing yang pernah berkunjung ke Moskow. Dan konon pula, data-data itu tak banyak fungsinya. Usaha yang menghancurkan hidup ribuan gadis remaja itu hanya menjadi bukti dari birokrasi KGB yang rumit dan penuh ketakutan yang tak beralasan. Belakangan ini, menurut Daily Mail, pihak KGB sudah menyerahkan berkas-berkas kegiatan KGB selama perang dingin, terutama yang berkaitan dengan warga negara Soviet sendiri. Salah satunya tentulah berkas tentang perekrutan para "burung gereja" itu. Tapi belum jelas, misalnya, yang akan dilakukan oleh Presiden Boris Yeltsin, untuk memberi ganti rugi pada cewek-cewek an~gota kesatuan "burung gereja" itu. Diduga bekas "burung gereja" yang selalu curiga, ketakutan, dan takut bertemu dengan orang macam Kula masih banyak. Mereka memang korban sebuah zaman, di mana tujuan menghalalkan cara adalah sah. ~~Liston P. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus