Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BHIKSU Cina, Tai Hung Joe Sua, mungkin sedang bingung di atas sana. Siapa mengira gerakan yang dipeloporinya 800 tahun silam kini begitu populer. Juga menyedot banyak uang. Padahal, ibadah pengikut Budha ini hanya merawat orang sakit dan mati. Ia sendiri mungkin wafat tanpa duit sepeser pun. Namun, ini memang zaman yang membingungkan. Di Muangthai, yang sebagian besar penduduknya pemeluk ajaran Budha, para pengusaha berlomba menyumbang Poh Teck Teung. Yayasan inilah penerus Bhiksu Tai Hung: 250 pegawai profesional dengan 20 kendaraan dan radio polisi hadir di mana saja ada kematian. Untuk membereskan korban tabrakan, mereka perlu dua menit - kadang lima menit bila ada Thai boxing di televisi. Biaya yang ditarik Poh Teck Teung hanya 50 baht (sekitar Rp 3.500) per mayat. Sebab, bagi pegawainya, setiap mayat adalah pahala. Sedangkan bagi penyumbang yayasan, ini satu cara untuk ketiban hoki arwah Bhiksu Tai Hung. Tak heran, organisasi serupa menjamur di Muangthai. Dan bukan hanya sekali polisi Bangkok dipaksa melerai petugas yang berebut mayat. Tapi, seperti Bhiksu Tai Hung, mereka hanya dapat geleng-geleng kepala. Yayasan Poh Teck Teung didirikan setelah wabah sampar di Muangthai, tahun 1896. Tapi sumbangan dari pengusaha keturunan Cina menjadikannya sebuah organisasi yang efisien dan bermodal. Setiap tim Poh Teck Teung ditemani awak yang bersenjatakan kamera dan video. Tugas mereka, antara lain, membuat rekaman gambar untuk berbagai majalah "kriminalitas" dan saluran tujuh televisi Bangkok. Uang pun mengalir dari sini. Setiap tahun, Poh Teck Teung mampu mengumpulkan dua ribu mayat. Mereka yang tak dikenali keluarganya segera dikubur di makam sederhana -- tanpa nama atau tahun. Setelah dua tahun, kerangkanya dibakar dan sisanya disimpan di keranjang di gudang khusus. Esai: Keith Bernstein/Gamma Teks: Yudhi Soerjoatmodjo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo