Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CIPUTRA memasuki ruangan paling ujung di Ciputra Artpreneur Museum, Jakarta, dengan langkahnya yang pelan, empat hari sebelum pembukaan pameran "100 Tahun Hendra Gunawan", awal Agustus lalu. Ciputra terlihat tak puas saat mengamati tata lukisan Hendra di ruangan itu. "Seharusnya lukisan Diponegoro di dinding sebelah sana. Jadi, begitu orang masuk, yang pertama dilihat langsung Diponegoro," kata konglomerat 87 tahun itu mengarahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lukisan-lukisan Hendra koleksi Ciputra saat itu memang sedang ditata di seluruh sudut museum yang menjadi lokasi utama pameran. Tampaknya Ciputra tak tenang bila sekadar membiarkan orang lain menata koleksinya. Beberapa kali ia menyarankan pemindahan posisi lukisan agar lebih enak dipandang. Di sela inspeksi itu, Ciputra menerima wawancara dengan wartawan Tempo Moyang Kasih Dewimerdeka dan Dian Yuliastuti didampingi putrinya, Rina Ciputra. Dibantu Rina, Ciputra bercerita tentang awal mula dia membeli lukisan-lukisan Hendra. Termasuk bagaimana Ciputra pada 1983 menebus 28-30 lukisan yang digadaikan Hendra di bank dan kemudian semuanya ia beli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa yang membuat Anda begitu tertarik pada lukisan Hendra?
Dia itu melukis secara spontan. Semua obyek dia masukkan ke dalam dirinya, ke dalam sanubarinya, baru dia tumpahkan. Kalau melukis, dia menjalani tiga tahap. Pertama sketsa, kedua melukis, ketiga finishing tanda tangan. Selesai. Jadi lukisan dia tipis sekali, tidak berulang-ulang sapuannya. Satu kali jadi. Saya kira hampir tidak ada pelukis lain di Indonesia yang mampu melukis dengan cara seperti ini. Kedua, dia selalu melukis kegiatan, bukan obyek yang diam. Selalu dia buat sesuatu yang bergerak. Lihat ini semua (menunjuk lukisan-lukisan Hendra yang terpajang), ada yang bermain layang-layang, ada ibu menjual durian, semua bergerak. Selain itu, Hendra mampu menciptakan komposisi warna yang bukan main.
Bagaimana cara Anda mengumpulkan lukisan-lukisan Hendra?
Saya berkorespondensi dengan Hendra sejak sebelum dia dipenjara. Ketika dia sudah di dalam penjara pun saya memberanikan diri terus membeli karyanya. Orang lain takut, tapi saya diam-diam tetap membeli. Lalu, setelah keluar dari penjara, dia berusaha menemui saya dan kami terus berkorespondensi.
Bagaimana cara membeli lukisan Hendra padahal dia di dalam penjara?
Melalui istrinya, Nuraeni. Istri Hendra juga dipenjara, tapi dia bebas lebih dulu. Jadi saya beli melalui dia.
Apakah Anda juga membeli lukisan Hendra dari istri pertamanya, Karmini?
(Dijawab oleh Rina) Ayah saya tidak pernah ditawari lukisan oleh Karmini. Memang, saat Hendra dipenjara, Karmini sering membesuk dan membawa lukisan Hendra ke luar. Tapi kami tidak pernah berkenalan dengan beliau, hanya dengan Nuraeni. Saya rasa Karmini juga tidak sampai menjual lukisannya ke Jakarta, hanya di Bandung.
Anda pernah menebus lukisan Hendra dari bank. Bagaimana cerita lengkapnya?
Tahun 1983 mendadak saya ingin sekali ke Bali. Entah kenapa. Saya spontan berangkat dan sampai di Bali mendadak ingat Hendra juga sudah tinggal di sana. Saya telepon kantor, saya minta mereka mencarikan alamat Hendra. Lalu saya pun datang ke sana. Nuraeni yang menyambut sesampai saya di sana. Saya lihat rumah mereka masih baru. Tapi tak ada satu pun lukisan di dalamnya selayaknya rumah seorang pelukis. Saya tanya Nuraeni dan dia menjawab lukisan-lukisan Hendra sedang digadaikan ke bank agar bisa membangun rumah itu.
Bagaimana kondisi Hendra saat itu?
Wah, sudah lemah sekali. Dia tidur di balai-balai, sudah tidak mengenali saya lagi. Saya hendak menangis melihatnya. Lalu saya tanya Nuraeni, berapa lukisan yang digadaikan? Katanya sekitar 28 atau 30, totalnya Rp 15 juta. Begitu pulang ke Jakarta, saya langsung kirim uang kepada Nuraeni sebanyak Rp 15 juta. Saya minta dia menebus lukisan itu, menjualnya, baru mengganti uang saya setelah lukisan-lukisan itu laku terjual.
Apakah laku?
Ternyata tak bisa terjual. Saya bantu pamerkan di Pasar Seni Ancol, tak laku. Saya minta teman saya beli, tapi hanya laku satu atau dua dan mereka membeli dengan harga kurang dari Rp 1 juta. Akhirnya saya putuskan, saya saja yang membeli. Saya panggil kurator untuk menilai lukisan-lukisan itu. Mereka menaksir, harga totalnya sekitar Rp 100 juta. Oke. Saya lalu bayar sejumlah itu dikurangi uang Rp 15 juta kepada keluarga Hendra. Mereka menerima.
Berapa total lukisan Hendra yang Anda punyai?
(Dijawab oleh Rina) Sekitar 90 lukisan dan 40 sketsa. Koleksi kami terus bertambah sejak awal karena keluarga Hendra percaya kami akan menjaganya dengan prima dan tak akan menjualnya. Kami bukan businessman dalam hal lukisan.
Lukisan mana yang paling sulit didapatkan?
Diponegoro. Awalnya keluarga Hendra ingin mengoleksinya sendiri. Tapi belakangan mereka perlu uang untuk hidup. Akhirnya dijual juga.
Bagaimana Ciputra memastikan keaslian lukisan Hendra?
(Dijawab oleh Rina) Kami tentu punya referensi. Pertama adalah ayah saya sendiri. Dia orang yang paling bisa melihat karakter lukisan Hendra karena dia sendiri arsitek, jadi punya sense yang kuat. Lalu kami punya kurator sendiri. Ketiga, kami akan menghubungi keluarga Hendra untuk memastikan. Keempat, tim saya.
Seberapa sering orang menawarkan lukisan palsu Hendra kepada Anda?
(Dijawab oleh Rina) Sering sekali. Sekarang sih mereka tahu sudah tak mungkin bisa masuk. Dulu kami bisa ditawari sampai 40-50 lukisan Hendra, tapi tak ada satu pun yang asli.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo