Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Citayam Fashion Week dan Gerakan Perlawanan Generasi Kedua

Panggung Citayam Fashion Week diisi anak-anak generasi kedua setelah bapak ibu mereka tergusur dari Jakarta dan memilih tinggal di daerah pinggiran.

16 Juli 2022 | 19.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Citayam Fashion Week, nama ini belakangan menjadi perbincangan luas di masyarakat, di media massa dan tentu saja di media sosial.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini adalah panggung yang diciptakan para remaja Citayam, Depok dan Bojonggede, Bogor yang kerap berkumpul di Jalan Jenderal Sudirman, Dukuh Atas, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Istilah itu muncul karena para anak baru gede atau ABG yang nongkrong itu kerap memakai pakaian street style yang cukup modis, hingga viral di media sosial.

Namun sebenarnya tak hanya ada anak Citayam dan Bojonggede yang nongkrong di kawasan Dukuh Atas. ABG lain dari Bekasi hingga berbagai penjuru DKI Jakarta juga menjadikan Terowongan Kendal, Stasiun Dukuh Atas dan Jalan Jenderal Sudirman sebagai tempat untuk jalan-jalan dan bermain.

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Asep Suryana, menilai maraknya remaja SCBD (Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok) yang berkumpul di Dukuh Atas itu sebagai bentuk perlawanan. Alasannya mereka datang ke tempat yang dicitrakan sebagai metropolitan dan dan selama ini dikesankan milik high class.

Sementara, menurut Asep, anak Citayam dan daerah lainnya ini adalah masyarakat pinggiran bagian dari struktur kelas bawah. Simbol-simbol yang diekspresikan mereka pun berbeda. “Pakaian dan sikapnya berbeda, mereka lebih selengean, lebih resisten,” ujar Asep kepada Tempo, Jumat, 15 Juli 2022.

Remaja Citayam yang main ke Dukuh Atas generasi kedua

Asep Suryana juga menilai remaja asal Citayam itu merupakan anak-anak generasi kedua. Orang tuanya merupakan warga yang secara ekonomi kurang mampu untuk membeli rumah di Jakarta, sehingga tergusur dan memilih untuk tinggal di Citayam atau daerah pinggiran lainnya.

Gaya para remaja saat mengunjungi kawasan Dukuh Atas, di Sudirman, Jakarta, Senin, 4 Juli 2022. Fenomena anak Citayam, Depok dan Bojonggede, Kabupaten Bogor nongkrong di Dukuh Atas dan Terowongan Kendal Jakarta itu viral di media sosial. ABG alias anak baru gede itu memanfaatkan ruang-ruang publik di Jakarta untuk mengekspresikan gaya mereka. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

“Ada tiga golongan, ada yang tinggal di kompleks, mereka mampu beli rumah di sana; beli rumah di kampung; dan para pengontrak yang mencari kehidupan di sektor informal di sana,” tutur dia.

Asep pernah membahas mengenai Citayam dalam tesisnya saat menempuh Program Pascasarjana Sosiologi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia pada 2006. Judul tesisnya adalah "Suburbanisasi dan Kontestasi Ruang Sosial di Citayam, Depok”.

Menurut Asep, remaja Citayam ini merupakan kaum bawah yang berasal dari pelosok dan harus diterima di Dukuh Atas, tempat yang didominasi dengan stigma modern dan bersih. Namun Asep meminta masyarakat tidak memberikan stigma buruk kepada remaja SCBD  itu, melainkan memfasilitasinya dengan baik. 

“Jangan menstigma begitu, ya. Stigman itu harus direkayasa supaya bergeser. Mereka harus diakomodir, dari tempat mainnya, kegiatan, dan lainnya,” kata dia.

Asep menjelaskan para ABG tersebut memerlukan masa depan, sehingga Pemerintah Provinsi DKI harus memfasilitasi mereka. “Mereka butuh pengembangan diri, kalau gagal, ya bisa jadi calon preman itu,” tutur Asep.

Merayakan Citayam Fashion Week...

Memotret Citayam Fashion Week di Dukuh Atas

Tempo datang ke Dukuh Atas pada Kamis, 14 Juli 2022, pukul 15.45 WIB, puluhan remaja berkumpul dengan kelompoknya masing-masing di wilayah itu. Ada kesamaan di antara mereka, yaitu pakaian street style. Ada yang pakai hoodie gombrong, ikat kepala, topi, jaket jeans dengan bordiran besar, celana jeans yang dilipat sebelah, atau cukup dengan kacamata hitam di atas kening.

Tampilan street fashion mereka memang menarik perhatian. Bahkan beberapa fotografer baik profesional maupun amatir berlomba memotret gaya mereka. Mereka tak segan meminta remaja SCBD itu untuk bergaya, seperti menyeberangi zebra cross dengan latar belakang gedung tinggi, atau cukup memintanya berjalan di trotoar, dan bergaya ekspresif. Dan para remaja sebagai model juga tak malu untuk bergaya.

Selain beradu gaya, para remaja dari berbagai wilayah itu juga ada yang datang hanya untuk bermain dan bertemu teman-temannya. Mereka ada yang nongkrong di sekitar taman yang berada di belakang pintu masuk Stasiun MRT BNI Dukuh Atas. Ada juga yang duduk ngemper di pinggiran trotoar sambil menyantap gorengan dan minum es. Beberapa kreator juga tak ketinggalan membuat konten tentang fenomena itu.

Tak ada tempat seperti Dukuh Atas di Depok

Seorang remaja bernama Muhammad Fajar asal Depok mengatakan bahwa dirinya baru dua kali datang ke tempat yang ramai di media sosial itu. Remaja kelas VIII SMP itu mengaku datang ke Dukuh Atas karena tempatnya bagus. “Enggak ada di Depok tempat kayak gini. Mau main saja,” ujar dia pada Kamis, 14 Juli 2022.

Teman Fajar, Muhammad Fandi mengatakan datang ke Dukuh Atas dengan menggunakan KRL. Siswa kelas satu SMK itu hanya ingin bermain ke Dukuh Atas dan sudah keempat kalinya. “Jajan saja paling beli es doang, sama pengen main saja,” katanya.

Gaya para remaja saat mengunjungi kawasan Dukuh Atas, di Sudirman, Jakarta, Senin, 4 Juli 2022. Kawasan tersebut tengah viral lantaran banyak dikunjungi pemuda-pemudi yang berasal dari Citayam dan Bojonggede. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Di lokasi tempat Fajar dan Fandi nongkrong juga terlihat ada kedai kopi, booth yang menjual makanan ringan, hingga pakaian. Selain itu, ada juga penjual kopi keliling, siomay, dan warung nasi bebek di gang sekitaran Jalan Jenderal Sudirman. Beberapa remaja juga terlihat membeli jajanan itu.

Selain itu ada beberapa tenda tim pengamanan juga dididirikan di beberapa sudut. Mereka dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kebersihan, Dinas Perhubungan, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta. Sesekali para petugas berseragam dinas itu juga berkeliling untuk memberikan peringatan kepada para remaja SCBD agar tidak membuang sampah sembarangan. 

Petugas kebersihan berseragam oranye juga kerap hilir mudik membersihkan sampah di lokasi. "Kasih jalan untuk kendaraan yang lewat ya," kata salah satu petugas Satpol PP dengan toa putih memberikan peringatan kepada fotografer yang menghalangi jalan kendaraan.

Pasangan muda-mudi memilih ke Dukuh Atas...

Dukuh Atas jadi tempat memadu kasih

Remaja lain yang memilih menghabiskan sorenya di kawasan Jalan Sudirman itu adalah sepasang kekasih bernama Amoy dan Bisma. Amoy adalah warga Bekasi, sementara Bisma dari Depok. Mereka naik KRL untuk pergi ke Dukuh Atas.

Bisma, 19 tahun, datang ke Dukuh Atas karena diajak oleh Amoy. Namun dia merasa senang karena keramaian remaja dari berbagai daerah datang ke Dukuh Atas.

Bisma dan Amoy memilih duduk bersantai di sekitaran taman dekat Stasiun MRT BNI Dukuh Atas sambil melihat keramaian para ABG yang mengenakan outfit street fashion berseliweran di sekitarnya. “Ke sini saya jarang-jarang sih, soalnya kerja. Kalau berdua ya begini, ngobrol-ngobrol saja, kalau banyak teman rada ke atas foto-foto,” ujar Bisma.

Sambil duduk bersantai, Bisma dan Amoy juga menyantap gorengan dan minum es segelas berdua. “Jajan gorengan empat sama minum es segelas berdua. Uang jajan sih secukupnya saja, Rp 30 ribu,” kata Bisma.

Amoy dan Bisma, remaja SCBD asal Bekasi dan Depok di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, pada Kamis, 14 Juli 2022. TEMPO/Moh Khory Alfarizi

Beberapa pasangan juga terlihat duduk di beberapa lokasi di sekitaran pintu masuk Stasiun MRT BNI Dukuh Atas. Ada yang duduk ngemper di trotoar, sekadar mengobrol, membuat konten, termasuk berfoto bersama.

Kata warga Jakarta soal fenomena Citayam Fashion Week

Fenomena anak Citayam dan Bojonggede serta remaja dari berbagai daerah main ke Dukuh Atas mulai ramai sejak liburan sekolah beberapa pekan lalu. Bahkan beberapa remaja juga sempat viral di media sosial karena nongkrong di tempat itu, seperti Bonge dan Jeje.

Bonge yang memiliki nama asli Eka Saputra itu merupakan remaja kelahiran Bojonggede, Bogor, tahun 2005. Saat ini dia bekerja sebagai pengamen dan influencer. Sedangkan Jeje atau Jasmine Laticia merupakan anak Kemang, Jakarta Selatan, kelahiran 2006.

Keduanya kerap muncul di Four Your Page atau FYP di media sosial TikTok. Selain itu, keduanya saat ini menjadi perhatian publik karena mulai diundang oleh YouTuber ternama di Indonesia.

Fenomena ini juga menarik perhatian Karnia, warga Jakarta Pusat, yang mengunjungi Dukuh Atas bersama anaknya, Novel. Ibu itu penasaran dengan tempat yang kini viral itu.

“Baru sekarang ke sini lagi, karena kan lagi viral nih, mau tahu saja. Sebelumnya waktu ke sini masih sepi pas bulan puasa gitu. Terus sekarang lagi rame ya mau tahu saja, main,” ujar dia saat ditemui di Dukuh Atas, kemarin.

Melihat Dukuh Atas semakin ramai didatangi oleh orang dari daerah lain, Karnia mengaku senang dan suasananya lebih menghibur karena aktivitas yang dilakukan. Namun, dia berharap para remaja SCBD menjaga kebersihan dan melakukan aktivitas yang baik-baik. 

“Kalau aku sendiri enggak apa-apa sih selama masih bisa jaga kebersihan gitu kan, aktivitasnya juga yang baik-baik,” ujar Karnia yang datang ke Dukuh Atas dengan naik KRL itu.

Anies Baswedan sebut SCBD adalah demokratisasi Jalan Sudirman...

Respons Anies Baswedan soal fenomena remaja SCBD

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi fenomena munculnya remaja SCBD yang banyak mendatangi Terowongan Kendal, Dukuh Atas. Dia menjelaskan bahwa ruang ketiga yang sudah dibangun tersebut memang disediakan sebagai ruang yang mensetarakan.

Dia mengingat beberapa tahun lalu, Jalan Sudirman hanya dimiliki oleh mereka yang bekerja di wilayah itu saja, dan orang luar tidak bisa menikmatinya. Jalan terbesar di Jakarta itu, kata Anies, hanya dimiilki oleh mereka yang bekerja, namun kebanyakan mereka membawa kendaran pribadi. Begitu sampai kantor, masuk dan keluar pakai kendaraan pribadi.

"Tidak ada yang berjalan kaki antar gedung, ada pertemuan antar gedung enggak ada yang jalan kaki," ujar dia di Thamrin Nine Complex pada Kamis, 7 Juli 2022.

Sementara trotoarnya sangat lebar saat ini digunakan oleh bukan saja mereka yang bekerja di kawasan itu, melainkan juga warga Jabodetabek bisa menikmati jalan dengan pemandangan gedung-gedung tinggi yang ada.

"Itu bukan sekedar trotoar, mendadak tower-tower itu bukan hanya milik mereka yang beberja di tempat ini sebagai pengalaman, tapi siapa saja silakan datang," tutur Anies.

Penampakan Taman Dukuh Atas yang dibangun di atas stasiun bawah tanah Dukuh Atas, Ahad, 9 September 2018. Di area taman itu berdiri bangunan cooling tower & ventilation tower (CTVT) dan pedestrian. TEMPO/Lani Diana

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengistilahkan fenomena anak Citayam nongkrong di Terowongan Kendal itu sebagai demokratisasi Jalan Sudirman, menjadi milik semua. Juga siapa saja bisa datang menikmati, mulai dari orang tua hingga anak-anak bisa datang dan bisa mendapatkan inspirasi.

Orang tua bawa anaknya jalan, sambil mereka dengan mudah bilang 'nak belajar yang rajin bila suatu saat bisa bekerja di gedung ini'. Jadi tempat ini menjadi ruang ketiga yang mensetarakan mereka yang datang untuk memilki pengalaman yang baru, dan ini datang dari mana saja," kata dia.

Gubernur Anies mengatakan tempat itu tidak harus didatangi masyarakat sosial ekonomi menengah ke atas. Justru, dia berujar, demokratisasi itu terjadi di tempat ini, siapa saja bisa menikmati, dan ketika membangun dikerjakan tidak sendiri, tapi berkolaborasi.

Menurut Anies, Terowongan Kendal dibuat untuk menjadi ruang ketiga yang mempersatukan dan mensetarakan. Dia mengatakan agar biarkan saja tempat itu menjadi tempat bertemu dari mana saja, karena ruang ketiga adalah mempersatukan dan membangun perasaan kesetaraan.

"Itu latar belakangnya, jadi ketika ada fenomena baru saja muncul, yang penting jaga kebersihan, ketertiban, dan selebihnya nikmati rumah ketiga bersama untuk bersama," ujar Anies Baswedan.

Moh. Khory Alfarizi

Moh. Khory Alfarizi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2018 dan meliput isu teknologi, sains, olahraga hingga kriminalitas. Alumni Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat, program studi akuntansi. Mengikuti program Kelas Khusus Jurnalisme Data Non-degree yang digelar AJI Indonesia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus