Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Cukai Karbon Berpotensi Hasilkan Rp 90 Triliun Pertahun, Begini Kalkulasinya

Cukai karbon memiliki potensi pendapatan besar bagi negara dan berperan penting mengurangi emisi karbon, meningkatkan kualitas udara, dan lainnya.

28 Januari 2025 | 18.09 WIB

Ilustrasi cukai karbon. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi cukai karbon. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah disarankan untuk menerapkan cukai karbon kendaraan sebagai alternatif yang lebih efektif daripada menaikkan Pajak Pertambahan Nilai disingkat PPN 12 persen. Penerapan cukai karbon diyakini dapat menghasilkan pendapatan negara yang lebih besar, mempercepat transisi ke energi terbarukan, dan tidak membebani seluruh lapisan masyarakat.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin menyampaikan hal ini dalam konferensi pers di Jakarta pada Senin, 30 Desember 2024. “Kami menghitung bahwa sebenarnya pemerintah punya peluang pendapatan sekitar 92 triliun dari cukai karbon kendaraan bermotor ini setiap tahunnya,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dalam perhitungannya, KPBB mencatat bahwa penerimaan negara dari kenaikan PPN sebesar satu persen hanya mencapai Rp 67 triliun per tahun. Sementara itu, penerapan cukai karbon kendaraan dapat memberikan manfaat besar, seperti mengurangi emisi karbon, mengurangi polusi udara, menurunkan beban pasokan bahan bakar minyak, mempercepat transisi ke energi terbarukan, dan tentunya meningkatkan pendapatan negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Safrudin menambahkan bahwa untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah perlu lebih kreatif dan tidak hanya fokus pada kebijakan yang berpotensi menyulitkan masyarakat, seperti kenaikan PPN 12 persen. “Kenaikan PPN 1 persen juga akan mengindikasikan berbagai dampak, baik inflasi, maupun hal-hal lain terkait dengan moneter,” tuturnya.

Ahmad Safrudin juga mengusulkan penerapan cukai karbon bagi kendaraan dengan emisi tinggi sebagai alternatif untuk meningkatkan anggaran negara, daripada menaikkan PPN. "Semakin tinggi kelebihan dari standar, maka semakin tinggi pula nilai cukai yang harus dibayarkan oleh kendaraan bermotor, yang pada akhirnya konsumen yang akan membayar saat membeli kendaraan," ujarnya dalam diskusi bertajuk Opsi lain dari PPN 12 persen: Cukai Karbon dari Kendaraan Bermotor pada Selasa, 31 Desember 2024.

Ia berharap peraturan cukai karbon dapat dibentuk melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan menetapkan standar karbon untuk kendaraan yang dibeli masyarakat. “Jadi kami harapkan kendaraan bermotor yang diproduksi dan dipasarkan di Indonesia wajib memenuhi standar yang nantinya ditetapkan oleh pemerintah,” tambahnya.

Menurut Safrudin, pembuatan aturan cukai karbon bertujuan untuk menekan penggunaan emisi karbon yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagai contoh, pada tahun 2023, karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari transportasi mencapai 300 juta ton, lebih tinggi dari 2019 yang tercatat 255 juta ton. Jika tidak ada langkah yang diambil, pada tahun 2030, angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 470 juta ton. "Jika kami tidak melakukan sesuatu, maka pada tahun 2030 itu akan meningkat menjadi 470 juta ton (emisi karbon)," ungkapnya.

Beberapa negara, seperti Singapura, telah menetapkan standar ekonomi bahan bakar untuk menekan konsumsi bahan bakar minyak pada kendaraan bermotor. "Efisiensi energi sektor transportasi jalan otomatis juga akan menjadi cara untuk mengendalikan emisi CO2 sebagai bagian dari gas rumah kaca dan emisi yang berpotensi mencemari udara lokal," tuturnya.

Safrudin menambahkan bahwa kendaraan yang memenuhi standar emisi karbon akan mendapatkan insentif. "Semakin rendah level karbon pada kendaraan, maka semakin tinggi imbalan yang akan diterima masyarakat yang membeli kendaraan rendah emisi. Sebaliknya, kendaraan yang tidak memenuhi standar atau memiliki emisi karbon di bawah standar yang ditetapkan pemerintah akan mendapatkan insentif untuk setiap gram karbon yang dapat dikurangi," jelasnya.

Kalkulasi Cukai Karbon

Pajak karbon dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah dan periode tertentu. Penentuan waktu terutang pajak karbon dilakukan pada beberapa poin, yaitu:

Saat Pembelian Barang yang Mengandung Karbon

Pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu atau periode lain yang ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Tarif pajak karbon ditetapkan setidaknya sama atau lebih tinggi dari harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara. Besaran tarif pajak karbon diatur dalam Pasal 13 UU HPP, di mana tarif pajak karbon minimum yang berlaku saat ini adalah Rp 30 per kilogram. Awalnya, dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), tarif minimum pajak karbon sempat ditetapkan sebesar Rp 75 per kilogram.

KPBB mengusulkan standar karbon kendaraan yang terdiri dari 85,43 gram karbon per kilometer untuk kendaraan ringan, 132,89 gram untuk kendaraan berat, dan 1.552,94 gram untuk kendaraan berat lainnya. Pemerintah juga dapat memberikan insentif untuk pembelian kendaraan dengan emisi karbon lebih rendah, namun sebaliknya, kendaraan dengan emisi karbon tinggi akan dikenakan biaya lebih.

Untuk pembayaran cukai karbon, KPBB mengusulkan tarif sebesar Rp 2.250.000 per gram. Misalnya, jika sebuah kendaraan Multi Purpose Vehicle (MPV) yang termasuk dalam kategori kendaraan ringan menghasilkan emisi rata-rata 200 gram per kilometer, maka kendaraan tersebut akan melebihi standar sebesar 82 gram. Jumlah kelebihan 82 gram tersebut dikalikan dengan Rp 2.250.000, sehingga cukai karbon yang harus dibayar mencapai sekitar Rp 180 juta. Akibatnya, harga jual kendaraan dengan emisi tinggi akan menjadi lebih mahal. "Dengan demikian, ini juga akan mendorong masyarakat untuk membeli kendaraan rendah karbon," kata Safrudin.

Sebaliknya, apabila seseorang membeli kendaraan listrik seharga Rp 700 juta yang hanya mengeluarkan emisi karbon sekitar 50-60 gram per kilometer di bawah standar emisi karbon yang hanya 60 gram, maka pembeli akan mendapatkan potongan harga sebesar Rp 135 juta. Perhitungan ini dapat diterapkan pada jumlah pertambahan kendaraan di Indonesia setiap tahunnya. "Jadi masyarakat berpendapatan rendah punya pilihan, kalau mau beli mobil murah, ya pilihlah mobil yang rendah karbon," tutup Safrudin.

M. Faiz Zaki dan M. Raihan Muzzaki turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Mengenal Cukai Karbon yang Berpotensi Menghasilkan Puluhan Triliun Pertahun

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus