Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Daan Dituntut 6,5 Tahun Penjara

4 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terdakwa kasus korupsi segel surat suara Pemilih­an Umum 2004, Daan Dimara, dituntut enam tahun enam bulan penjara. Terdakwa diduga mengge­lap­kan dana pengadaan segel surat suara pemilihan ang­gota legislatif dan pemilihan presiden tahap perta­ma dan kedua. Jaksa penuntut umum Tumpak Siman­juntak membacakan tuntutan itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Senin pekan lalu.

Daan dituntut membayar denda Rp 300 juta atau hukuman pengganti enam bulan penjara. Dia juga diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 3,5 miliar, yang ditanggung bersama dengan Direktur PT Royal Standard Untung Sastra Wijaya, terdakwa pada kasus yang sama.

Tumpak menjelaskan, Daan selaku Ketua Panitia tidak memenuhi prosedur pengadaan barang dan jasa pe­me­rintahan. Dia menunjuk langsung PT Royal Standard sebagai rekanan Komisi Pemilihan Umum. Erick S. Paat, pengacara Daan, berkukuh tidak ikut sidang sampai ada kejelasan soal dugaan sumpah palsu Hamid Awaludin.

Sipir Beni Tersangka

Markas Besar Kepolisi­an RI menetapkan Beni Ira­wan sebagai tersangka kasus terorisme. Dalam peme­riksa­an pekan lalu, bekas sipir penjara Kerobokan, Denpa­­sar, Bali, itu mengaku mene­rima kiriman komputer jinjing untuk Imam Samudra, terpidana mati kasus bom Bali I. ”Dia resmi tersangka,” kata Kepala Unit Kejahatan Dunia Maya, Direktur II Ekonomi Khusus Polri Komisaris Besar Polisi Petrus Golose pada Jumat pekan lalu.

Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Paulus Purwoko menambahkan, Beni diperiksa sejak Jumat dua pekan lalu di Kepolisian Daerah Jawa Te­ngah. Lima hari kemudian, dia dipindahkan ke Mabes Polri. Beni dituduh melanggar Undang-Undang Terorisme. ”Memberi kemudahan seseorang dalam melakukan tindak pidana terorisme,” kata Purwoko.

Polisi kemudian mengusut hubungan Beni dengan Imam Samudra serta keterlibatan orang lain memasok kompu­ter jinjing. Polisi juga me­meriksa mantan kepala penjara Kerobokan Bromo Setyo, sejumlah sipir penjara, serta pegawai jasa pe­ngiriman CV Tiki. Tim penyidik meyakini Imam Samudra terlibat aksi bom Bali II pada Oktober 2005. Polisi segera memeriksa Imam Samudra.

Marissa Dipecat

Pencalonan Marissa­ Ha­que menjadi wakil Gubernur Banten berakhir de­ngan pemecatan pada pekan lalu. Marisa dicoret dari keanggotaan PDI Perjuangan karena menerima pinang­an Partai Keadilan Sejahte­ra menjadi kandidat wakil ­gubernur. ”Ini melanggar aturan kepartaian karena ­tidak mungkin ada pencalon­an ganda dari satu partai,” kata Pramono Anung Sekretaris Jenderal PDIP di Jakarta pada pekan lalu.

Keputusan itu dikeluarkan Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan setelah rapat yang dipimpin Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Marissa menerima undangan PKS selepas gagal melawan Atut Chosiyah dalam Rapat Kerja Daerah Khusus pencalonan gubernur dari PDI Perjuangan.

Pramono menegaskan, ke­putusan keluar itu sebenar­nya datang dari Marissa se­telah dia menerima ajakan dari partai lain.

Kapolda Sulawesi Tengah Diganti

Belum usai polemik soal eksekusi mati Fabianus Tibo dan kedua rekannya, Kepala Polda Sulawesi Tengah sudah berganti. Kamis pekan lalu, Brigadir Jenderal Oegroseno melakukan serah-terima jabatan kepada Komisaris Besar Polisi Badrudin Haiti.

Oegroseno bukan satu-satu­nya yang dimutasi oleh Kepala Polri Jenderal Sutanto. Ada 17 perwira tinggi bintang yang turut dipindahtugaskan. Selanjutnya, Oegroseno akan menjabat Ke­pala Pusat Informasi dan Pengolahan Data Divisi Telematika Mabes Polri.

Seorang perwira tinggi di kepolisian menyebutkan, mutasi ini diduga terkait kasus pemotongan hak prajurit sekitar Rp 500 juta dan rencana eksekusi tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso, Fabianus Tibo, Marinus Riwu, Domingus Dasilfa.

Oegroseno membantah per­gantian ini terkait dengan penundaan eksekusi Tibo. Kapolri juga mengatakan hal yang sama. ”Ini untuk penyegaran pimpinan Pol­da Sulawesi Tengah,” kata ­Sutanto.

Dua Tewas di Timika

Bentrok kembali pecah antara kelompok suku Dani dan suku Damal di Timika, Papua. Setelah sempat berdamai selama sebulan lebih, konflik itu kembali pecah pada Jumat pekan lalu di Kwamki Lama, Distrik Mimika Baru. Dua orang meninggal terkena panah. Salah satunya pendeta dari suku Damal. Puluhan warga dari kedua suku luka-luka.

Peristiwa serupa terjadi pada 31 Juli lalu. Lokasinya juga di Kwamki Lama. Saat itu, sedikitnya lima orang terkena panah, sabetan parang, dan tembakan senapan angin. Sekitar 1.000 orang dari masing-masing suku bubar setelah ada kesepakatan damai.

Pemicu perang pekan lalu masih samar-samar. Berdasarkan informasi yang dihimpun di lokasi kejadian, ­pemicunya adalah terpanah­nya seorang wanita suku Damal. Keluarga korban berusaha mencari pelakunya, namun nihil. Saat itu­lah be­r­edar isu bahwa pe­manahnya ber­asal dari suku Dani. Perjanjian damai pun dilanggar. Polisi turun ta­ngan mencegah bentrokan lanjutan di Kwamki Lama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus