Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

4 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KLARIFIKASI

Dalam rubrik Kriminalitas di Tempo edisi 28 Agustus-3 September 2006, halaman 98-99, terdapat gambar ilustrasi yang bisa dianggap oleh sebagian pihak sebagai melecehkan lambang negara Malaysia.

Kami sama sekali tidak bermaksud melecehkan atau merendahkan lambang negara sahabat itu. Tidak ada maksud buruk di balik pemuatan ilustrasi tersebut. Gambar ilustrasi itu semata-mata merupakan karya kreatif yang ditampilkan untuk mendukung cerita yang ditulis di dalam artikel.

Atas semua akibat yang ditimbulkan oleh gambar ilustrasi itu, terutama akibat yang telah disampaikan kepada kami oleh Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

- Redaksi-


Rapor Kepala Polri

Pada majalah Tempo edisi 28 Agustus-3 September 2006, halaman 30, tokoh Partai Kebangkitan Bangsa, Nursjahbani Katjasungkana, menyatakan, "Pada tahun pertama, nilai Pak Tanto masih merah." Setiap orang, termasuk Nursjahbani, tentu boleh memberikan penilaian apa pun yang dirasa pantas bagi kinerja Kapolri Sutanto.

Sesuai dengan (salah satu) janjinya di DPR, dalam era Pak Tanto, perjudian benar-benar diperangi dengan gegap-gempita. Sampai-sampai di Medan, tokoh sekaliber Olo Panggabean yang dijuluki Ketua Besar dibuat "banting stir". Di Jakarta, tempat-tempat perjudian beromzet miliaran rupiah per hari bersalin rupa dari tempat perjudian menjadi tempat hiburan. Ini tentu bukan prestasi "kacangan".

Janjinya (juga di DPR) untuk memerangi terorisme juga dipenuhi dengan ditembaknya Dr Azahari yang sudah malang-melintang menebar teror di Indonesia, jauh sebelum Pak Tanto menjadi Kapolri.

Selain itu, baru dalam era Pak Tanto, ada pemenjaraan perwira polisi berbintang yang bermarkas di Trunojoyo I.

Semua hal tersebut, menurut saya, merupakan prestasi yang cukup mengesankan. Kalau dengan prestasi seperti itu, di mata Nursjahbani, rapor Pak Tanto masih merah, bisa kita bayangkan betapa merahnya rapor para Kapolri sebelumnya.

Kita perlu belajar untuk dapat bersikap lebih obyektif dalam menilai. Evaluasi kinerja haruslah merujuk kepada sasaran yang telah disetujui bersama. Perjudian, narkoba, pembalakan liar, dan terorisme adalah janji Pak Tanto. Kalau itu rujukannya, rapor Pak Tanto mestinya biru, walaupun mungkin masih dalam level "biru muda" (6 atau 7 dari skala 10).

Saya yakin lebih banyak yang akan memberikan nilai biru secara keseluruhan bagi Pak Tanto. Mungkin Tempo akan melakukan survei yang sahih? Bravo Pak Tanto!

Dr. Hadi Satyagraha, Pemerhati Manajemen, Tanah Abang, Jakarta Pusat


Koreksi buat Tempo

Menurut saya, ada kesalahan cetak pada Tempo, Edisi 13 Agustus 2006. Pada halaman 61 disebutkan Tan Khoen Swie tutup usia pada 1953 dan lahir sekitar 1833. Berarti, usianya sempat mencapai 120 tahun. Jika begitu, pada 1900, ia telah uzur dan kini cucu dan cicitnya bisa berusia lebih seabad.

Pada halaman 72 disebutkan Danau Kerinci berada di Sumatera Utara. Padahal, danau itu terletak di Provinsi Jambi. Sebelum pemekaran, danau tersebut termasuk bagian dari Provinsi Sumatera Barat.

Marcus Susanto 81/25 Market Street , Sydney 2000Australia

- Data yang benar, Tan Khoen Swie lahir pada 1883, dan meninggal 1953. Kini, Danau Kerinci memang terletak di Provinsi Jambi. Terima kasih atas koreksinya-Redaksi.


Soal Edisi Khusus Tempo

Salut atas Laporan Utama Tempo edisi Hari Kemerdekaan pada 14 Agustus lalu tentang kemajemukan. Tulisan dan reportase pada edisi itu sungguh menggugah hati.

Kemerdekaan dan kemajemukan yang disebutkan Tempo mengingatkan saya pada sajak seorang biksu Vietnam, Thich Nhat Hanh, yang disebut Harvey Cox, seorang teolog, sebagai pengikut Buddha yang sangat mengesankan. Sajak ini dimuat dalam buku Paul F. Knitter yang berjudul Menggugat Arogansi Kekristenan terbitan Kanisius 2005.

Sajak Hanh, "Panggil aku dengan namaku yang sejati", mengisahkan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang gadis Vietnam berumur 12 tahun oleh bajak-bajak laut Thailand yang menyerang sebuah perahu pengungsi di Teluk Siam (Daniel L. Smith-Christopher, Lebih Tajam dari Pedang, Kanisius, 2005).

Aku gadis umur 12 tahun, pengungsi di sebuah perahu kecil, yang terjun ke dalam laut sesudah diperkosa oleh seorang bajak laut, dan aku adalah bajak laut, hatiku belum mampu melihat dan mengasihi.

Panggillah aku dengan nama-namaku yang sejati, maka aku dapat mendengar semua jerit dan tawaku serentak, maka aku dapat melihat suka dan dukaku satu.

Panggillah aku dengan nama-namaku yang sejati, maka aku dapat bangun, dan pintu hatiku dapat tetap terbuka, pintu belas kasih.

Benar, karena seperti sabda Kitab Suci: roh penurut, tapi daging lemah.

I.H. Kendengan Taman Alfa Indah Blok A 15/15 Jakarta Barat


Nasib Polis yang Terkatung-katung (Lagi)

Setelah tertunda lebih dari setahun, suami saya, H. Soetjipto, akhirnya mendapatkan pembayaran polis asuransi dari PT Asuransi Syariah Mubarakah (ASM). Untuk diketahui, pembayaran yang tak disertai selisih bunga sepeser pun itu diperoleh setelah yang bersangkutan menulis surat pembaca di sebuah media.

Yang amat disayangkan, PT ASM saat itu hanya membayarkan premi milik suami saya. Padahal, jelas-jelas di dalam surat pembaca tersebut disebutkan, polis asuransi milik saya, yang sejatinya jatuh tempo tanggal 30 April 2005, pun belum terbayarkan.

Setelah pembayaran polis suami saya dilakukan, saya terus menghubungi pihak ASM. Saat itu dijelaskan bahwa polis saya menempati urutan teratas untuk dibayarkan. "Akhir bulan Juli akan dibayarkan," kata staf bagian pembayaran PT ASM yang menerima telepon. Namun, menjelang berakhirnya bulan Agustus, tak ada kelanjutan mengenai pembayaran polis saya. Berkali-kali saya mencoba menghubungi kantor PT ASM di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tak ada jawaban yang jelas.

Untuk itu sekali lagi saya mengirimkan surat pembaca ke media ini, dengan harapan pihak PT ASM dapat menunaikan kewajibannya membayarkan premi nasabahnya yang sudah tertunda lebih dari setahun. Saya harap di kemudian hari kejadian seperti ini tak terulang lagi dan PT ASM dapat meningkatkan kualitasnya melayani nasabah.

Dra. H. Sabariah Puji RahayuJl. K.S. Tubun No. 36Tegal


PBB dan Resolusi Khusus

Serangan Israel terhadap Libanon dan Palestina menggugah reaksi masyarakat dunia dan membuat mereka mengutuk serangan itu. Di Tanah Air, berbagai aksi unjuk rasa juga digelar menentang serangan itu. Malah secara khusus, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendesak Dewan Keamanan PBB segera menggolkan resolusi khusus soal gencatan senjata yang segera, tanpa syarat dan secara komprehensif (unconditional, immediate, and comprehensive ceasefire).

Desakan Presiden SBY terhadap PBB itu dinyatakan tertulis dan ditujukan langsung kepada Sekjen PBB Kofi Annan. Korespondensi itu ternyata membuahkan hasil, setidaknya ada respons langsung dari Annan atas kepedulian Indonesia terhadap prahara kemanusiaan yang terjadi di Timur Tengah.

Semakin memanasnya situasi konflik di Lebanon dan belum maksimalnya peran pasukan perdamaian PBB (UNIFIL) di Libanon mendorong negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) meminta PBB memperluas mandat dan keanggotaannya.

Secara khusus, Indonesia juga menyiapkan diri membantu dengan menyiapkan satu batalion dan dana sebesar US$ 2 juta untuk Libanon dan Palestina. Secara khusus pula, PM Libanon Fouad Siniori menyampaikan terima kasih secara langsung kepada Presiden SBY dan bangsa Indonesia yang begitu bersemangat mendukung Libanon.

Sebagai bangsa yang mendukung perdamaian dunia, kita terus mendorong pemerintah berperan aktif dalam penyelesaian konflik di Timur Tengah. Konflik Israel-Libanon-Palestina harus dilihat sebagai konflik kemanusiaan karena telah membunuh ratusan nyawa manusia dari beragam agama dan budaya.

Muhammad Zaki Fadli Jl. Masjid Al-Ihya', Pancoran Mas Depok


Bangsa yang Pandai Berterima Kasih

Semarak perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-61 membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbagi kebahagiaan. Pada peristiwa itu, Presiden menganugerahkan empat Tanda Kehormatan Republik Indonesia kepada empat warga negara asing yang dianggap berjasa kepada Republik Indonesia.

Mereka adalah mantan Presiden Finlandia Martti Athisaari yang dianugerahi Bintang RI Utama, penasihat khusus Aceh Monitoring Mission (AMM) Juha Christensen dengan Bintang Jasa Pratama, Ketua AMM Pieter Feith dan Principal Deputy Head of Mission AMM Lieutenant General Nipat Thonglek masing-masing memperoleh Bintang Jasa Utama.

Penganugerahan Tanda Kehormatan ini merupakan bukti bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang pandai berterima kasih atas jasa tokoh-tokoh dari negara lain yang telah ikut membumikan perdamaian, khususnya di bumi Serambi Mekkah. Kita patut bersyukur banyak tokoh asing yang peduli pada eksistensi negara kita di tengah bencana melanda berbagai pelosok negeri.

Kita berharap penghargaan itu menjadi bukti bagi dunia internasional kalau Indonesia adalah negara yang cinta perdamaian dan mengutuk setiap tindak kekerasan. Seperti juga dalam kasus di Libanon dan Palestina. Kepedulian Indonesia pada perdamaian ditunjukkan dengan komitmen dan bantuan yang diberikan terutama terhadap kedua negara, Libanon dan Palestina.

Pada akhirnya, langkah-langkah menuju perdamaian ini, apabila terus dipupuk, akan menjadi tunas bagi tumbuhnya perdamaian dunia. Kita patut optimistis, jika kita mampu melahirkan tokoh-tokoh yang peduli pada penyelesaian konflik dan penciptaan perdamaian. Semoga kemerdekaan yang kita rayakan ini menjadi momentum untuk membangkitkan kembali kebangsaan kita yang penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan.

Isma Rahmawati Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Tangerang


Menguji Populisme SBY

Dalam pidato kenegaraan di depan anggota DPR pada 16 Agustus lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyinggung masalah pendidikan, kemiskinan, pengangguran, dan upaya perbaikan ekonomi masyarakat bawah. Wacana ini menarik karena biasanya pidato formal seperti ini lebih banyak mengangkat masalah keberhasilan dan ekonomi secara makro.

Tampaknya Yudhoyono mulai melirik masalah-masalah yang terkait langsung dengan persoalan masyarakat bawah (populis). Saya yakin Presiden Yudhoyono menyadari persoalan terbesar bangsa ini adalah kemiskinan akibat pendidikan yang rendah. Kemiskinan pula yang menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi kurang maksimal. Wacana yang sangat populis ini mudah-mudahan betul-betul menjadi titik perhatian SBY dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan bangsa yang terpenuhi hak-haknya.

Kita patut optimistis karena data yang ada menunjukkan peningkatan di berbagai sektor. Kita percaya sudah banyak yang dilakukan pemerintah dalam usaha mengurangi kemiskinan. Menurut data yang dilansir, pemerintah telah berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dari 23,4 persen pada 1999 menjadi 16 persen pada 2005. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,3 persen dan inflasi 6,5 persen, ada harapan penanggulangan kemiskinan bisa cepat dan tepat sasaran.

Semua itu tercapai karena adanya stabilitas baik dari segi moneter maupun faktor lainnya yang mendukung perekonomian nasional. Namun, ketika ada faktor lain yang mempengaruhinya, angka kemiskinan pun bisa membengkak, misalnya adanya kenaikan harga BBM pada 2005 dan terjadinya bencana alam di sejumlah daerah. Dengan kondisi itu diperkirakan jumlah orang miskin membengkak hingga 50 juta orang pada 2006.

Dengan prioritas penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesempatan kerja yang menjadi bagian dari sembilan prioritas program kerja Presiden SBY pada 2007, kita berharap faktor-faktor penghambat keberhasilan tersebut tidak terjadi, paling tidak dapat diminimalkan.

Sambil memberi kesempatan pada pemerintah untuk mengoptimalkan kinerjanya bagi kesejahteraan rakyat, kita sebagai warga negara harus ikut mendukung semua upaya pemerintah tersebut. Pemerintah tidak akan mampu berbuat banyak apabila tidak didukung oleh rakyatnya. Apalagi kalau hanya menggantungkannya pada seorang Presiden SBY. Karena itu, kebersamaan yang berorientasi pada kerakyatan (populisme) akan mendorong percepatan kebangkitan negara dari keterpurukannya.

Citra Puteri Kusnadi Cempaka Putih Jakarta Pusat


Terorisme Masih Mengancam

Hingga kini belum ada informasi tentang tertangkapnya orang yang diduga Noor Din M. Top, kendati Kepolisian dan TNI terus menyisir berbagai tempat di Indonesia. Penyisiran yang terus dilakukan itu juga masih merupakan respons dari laporan masyarakat yang mengaku melihat orang yang mirip Noor Din M. Top.

Hal itu menunjukkan bahwa terorisme itu masih terus mengancam Indonesia. Karenanya, perlu kebijakan yang lebih komprehensif dan optimal sesuai dengan kondisi di lapangan mengingat Indonesia hingga saat ini bukan saja menjadi target, tapi juga korban. Kegiatan terorisme itu tidak saja dipengaruhi oleh situasi lingkungan global, tetapi juga sejumlah masalah dalam negeri Indonesia, antara lain soal kemiskinan, ketertinggalan, dan kebodohan.

Modus operandi aksi terorisme di Indonesia didominasi bom bunuh diri dengan latar belakang militansi dan rasa solidaritas. Selain itu, sasaran bersifat acak seperti fasilitas umum. Ini kecenderungan baru. Apalagi para pelaku adalah wajah-wajah baru yang tidak terekam dalam berbagai aksi terorisme yang terjadi, dan ini menandakan adanya kaderisasi. Yang penting, kita tidak boleh lengah dan meremehkan setiap informasi yang masuk. Sekecil apa pun informasi, perlu respons cepat dari pihak kepolisian.

Gus KandarJalan Sholeh Iskandar, Bogor

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus