Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip
Daerah Konflik

Berita Tempo Plus

Dalam Bayang-bayang Kekerasan

Pemilihan kepala daerah juga dilakukan di daerah-daerah yang dikenal rawan konflik. Ada yang terus, ada yang mundur.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Dalam Bayang-bayang Kekerasan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Poso, Sulawesi Tengah, itu tampak rukun. Mereka berdiri bersama di salah satu ruangan kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Poso, awal bulan lalu, menunggu giliran mengambil nomor urut calon. Suasana kompak muncul, bisa jadi, karena mereka baru saja meneken kesepakatan damai. Tujuan kesepakatan adalah agar proses pemilihan kepala daerah secara langsung di bekas wilayah konflik itu berjalan lancar.

Tak tanggung-tanggung, tanda tangan itu dilakukan di atas sebuah batu prasasti. Ini seperti simbol bahwa janji mereka sudah terpatri kuat. Menurut Ketua KPUD Kabupaten Poso, Yasin Mangun, ada sembilan poin dalam kesepakatan itu. Salah satunya, para kandidat wajib menghindari segala bentuk dan motif kekerasan selama kampanye.

Mereka juga sepakat menghargai kebebasan media massa dalam menyampaikan informasi. Jika ada pemberitaan yang merugikan kandidat, tapi sudah memenuhi kaidah jurnalistik, akan diselesaikan dengan mekanisme yang ada. "Dan tidak dengan kekerasan," ujar Yasin.

Pekan ini, ketika masa kampanye selama 14 hari dimulai, keteguhan mereka terhadap janji damai itu bakal diuji. Maklum, Poso telanjur menyimpan luka perih akibat konflik horizontal yang pecah dalam masyarakat beberapa waktu lalu. Pemilihan kepala daerah, yang prosesnya bakal melibatkan massa besar, memang potensial memercikkan kekerasan jika tak dikelola dengan baik.

Jika sebaliknya yang terjadi, pemilihan kepala daerah (pilkada) justru bisa menjadi alat perekat persatuan yang sempat robek. Menurut Irwan Waris, pengamat politik dari Universitas Tadulako, pilkada Poso bisa menjadi langkah awal terciptanya perdamaian di sana. "Syaratnya, pilkada mesti berlangsung demokratis dan beretika," ujarnya.

Hal ini disetujui Hadar N. Gumay, Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro). Menurut Hadar, pemilihan di daerah konflik bisa menjadi alternatif menuju jalan damai. Namun, ia mewanti-wanti, kondisi lapangan mesti diperhatikan. "Jika tidak memungkinkan, ditunda saja. Jangan dipaksakan," katanya.

Pemilihan kepala daerah yang sudah bergulir awal Juni ini memang seperti tak kenal tempat. Ratusan event pilkada bakal digelar di berbagai daerah, tak terkecuali di kawasan yang dikenal rentan konflik seperti Poso itu. Pemerintah pastilah tak ingin cari penyakit dengan melangsungkan pilkada tanpa jaring pengaman.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kautsar Ali Saleh, mengatakan pelaksanaan pilkada di wilayah konflik sudah diatur dalam undang-undang. "Menunggu sampai kondisinya normal," ujarnya kepada Tempo. Sedangkan di daerah yang terkena bencana alam, pelaksanaannya ditunda sampai keadaan memungkinkan.

Soalnya, bagaimana menentukan sebuah wilayah sudah normal atau keadaan sudah memungkinkan? Di Jayapura, di mana benih-benih ketidakpuasan bisa meletup keras, faktor keamanan harus cepat ditanggapi. Rabu pekan lalu, massa setempat memblokir Jalan Raya Abepura-Entrop akibat calon yang mereka jagokan terhenti langkahnya oleh KPUD setempat.

Pasangan calon Wali Kota Jayapura, Jan Hendrik Hamadi-Bangun Manurung, mental dari proses verifikasi KPUD Kota Jayapura. Jan Hendrik Hamadi adalah putra daerah dari Port Numbay. Terhentinya Jan Hendrik membuat massa tidak puas. Mereka turun ke jalan dan membuat jalur jalan yang menghubungkan pusat Kota Jayapura dengan Abepura tertutup. Massa mendesak Ketua KPUD, La Pona, diganti karena tidak memperhatikan aspirasi masyarakat sebagai pemilik hak ulayat Kota Jayapura.

Negosiasi dilakukan. Massa kukuh tak bersedia mencabut tuntutannya. Kepala Polisi Resor Kota Jayapura, Ajun Komisaris Besar Polisi Paulus Waterpauw, segera berinisiatif menggelar pertemuan terbuka di rumah Ondoafi Port Numbay. Pesertanya adalah tokoh adat, tokoh perempuan, dan tim sukses pasangan Jan Hendrik Hamadi-Bangun Manurung.

Paulus meminta pasangan calon yang tak puas menempuh jalur hukum. Ia meminta cara-cara anarkis ditinggalkan dan tak mengotori kerukunan yang sudah terbangun. Walhasil, setelah negosiasi empat jam, plus pengarahan dari Jan Hendrik Hamadi, massa pun luluh. Jalan yang mereka blokir dibuka kembali.

Keesokan harinya, jajaran Muspida Kota Jayapura, tokoh agama, serta tokoh masyarakat bertemu. Mereka menyerukan pemilihan yang akan berlangsung pada 28 Juni mendatang harus dilakukan secara damai.

Kepolisian Daerah Papua kini meningkatkan pengamanan. Sebanyak dua pertiga personel yang ada (sekitar 9.000 orang) disiagakan guna mengamankan pilkada. Polisi mengidentifikasi potensi kerawanan datang dari berbagai kelompok. "Dan itu tidak hanya dari kelompok separatis saja," kata Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Doddy Sumantyawan.

Lain di Papua, lain pula yang terjadi di ujung barat Indonesia, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pemilihan kepala daerah di kawasan yang baru saja dihumbalang tsunami itu sudah pasti mundur dari jadwal semula. Seharusnya warga Aceh sudah memilih langsung pemimpin barunya. Tetapi, "Data penduduk masih kacau," ujar Ketua DPRD Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sayed Fuad Zakaria.

Zakaria menjelaskan pilkada di Aceh dilaksanakan oleh KIP (Komite Independen Pemilihan), yang terdiri dari unsur KPUD dan masyarakat. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005. Peraturan pemerintah itu mencantumkan poin khusus untuk Aceh dalam pelaksanaan pilkada, yang mengacu kepada Undang-Undang No. 18 tentang Keistimewaan Aceh.

Melihat situasi yang tak memungkinkan, rapat bersama antara unsur Muspida, KPUD, dan KIP pun digelar. Hasilnya, pilkada bakal serentak dimainkan di seluruh Aceh pada 25 Oktober mendatang. Seluruhnya bakal meliputi 16 kabupaten. Kendati demikian, lima kabupaten lainnya belum melaksanakan pemilihan karena masa tugas bupatinya belum berakhir. Kabupaten itu adalah Aceh Selatan, Bireuen, Simeulue, Aceh Singkil, dan Aceh Tenggara.

Toh, meski diundur, persiapan tak berhenti begitu saja. Ketua KIP Aceh, M. Jafar, menegaskan persiapan terus dilakukan. KIP saat ini tengah berusaha melakukan pengadaan kantor sekretariat, anggaran, dan juga sosialisasi kepada masyarakat.

Walau begitu, jangan berharap bahwa sosialisasi di daerah yang nyaris lumat itu sudah menjangkau semua warga. Maklum, penduduk setempat masih lebih mengedepankan untuk survive setelah petaka dahsyat Desember silam. "Pilkada? Saya tidak paham pilkada. Kami masih menderita pascatsunami," ujar Mulyadi, warga Desa Jeulingke, Banda Aceh, Kamis pekan lalu. Ia meminta pemerintah menormalkan dulu kehidupan warga Aceh sebelum pemilihan kepala daerah dilaksanakan. "Biar warga tenang nantinya."

Sumber ketenangan itu juga tengah dibangun polisi setempat. Ajun Komisaris Besar Polisi Djoko Turahman, Kepala Bidang Humas Polda NAD, mengatakan polisi terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Polisi ingin mengetahui jumlah pemilih di suatu daerah, agar bisa mengatur keamanan daerah bersangkutan.

Untuk titik yang acap mendapat gangguan dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM), jumlah personel pasukan bakal ditingkatkan. "Kami juga punya BKO (bawah kendali operasi) dari polisi dan TNI," kata Djoko.

Sukma N. Loppies, Maria Ulfah, Cunding Levi (Jayapura), Irmawati (Makassar), Adi Warsidi (Banda Aceh), Darlis Muhammad (Palu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus