Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip
Anggaran Pilkada

Berita Tempo Plus

Komisi Kurang Bensin

Dana pilkada akhirnya diambil dari celah anggaran daerah dan talangan pemerintah pusat. Ada yang kekurangan, ada pula yang berlebih.

6 Juni 2005 | 00.00 WIB

Komisi Kurang Bensin
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kendal, Jawa Tengah, sempat uring-uringan. Anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) yang mereka ajukan ke DPRD Kendal hanya disetujui sebagian. Dihitung-hitung lagi, dana itu tetap tidak mencukupi. Padahal, pelaksanaan pemilihan langsung itu semakin dekat, tinggal tiga bulan lagi.

KPUD Kendal sebelumnya mengajukan anggaran Rp 6,4 miliar untuk melayani 653 ribu pemilih. Ternyata Dewan hanya menyetujui Rp 4 miliar. Ini terlalu cekak untuk mengongkosi empat tahapan pilkada mulai dari sosialisasi, pendaftaran calon, pendaftaran pemilih, dan penentuan rekanan pengadaan logistik.

Mereka lalu mencoba berhemat. Empat tahapan pilkada dilakukan bersamaan sehingga bisa memotong biaya perjalanan dinas. Risikonya, tahap sosialisasi yang seharusnya dilakukan sejak jauh-jauh hari menjadi terlambat. Wajar jika partisipasi masyarakat pun menjadi kurang greget. Kemudian penentuan rekanan batal dilakukan melalui tender. Memang, pemerintah mengizinkan penunjukan langsung, tapi Joko J. Prihatmoko, salah satu anggota KPUD Kendal, kurang sreg dengan cara ini. ”Penentuan rekanan melalui tender jauh lebih baik,” katanya.

Untunglah, ada perubahan aturan dari pemerintah pusat. Sebelumnya satu tempat pemungutan suara hanya boleh melayani 300 pemilih, kini bisa dipakai untuk pemilih yang jumlahnya dua kali lipat. KPUD Kendal akhirnya bisa menekan anggaran menjadi Rp 5,4 miliar. ”Ini tidak bisa ditawar lagi. Kalau tidak setuju, pilkada harus mundur,” kata Joko. Rencananya, pemilihan akan digelar pada 26 Juni nanti.

DPRD Kendal akhirnya menyetujui angka itu bulan lalu. Yang jadi soal kemudian, dana tambahan Rp 1,4 miliar belum ada di kas pemda. Untuk menalanginya, Pemda Kendal meminta bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah sudah menjanjikan akan memberi dana talangan sambil menunggu jatah dana pilkada dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang belum juga turun.

Tak hanya di Kendal, KPUD di daerah-daerah lain juga kurang bensin. KPUD Kalimantan Selatan, misalnya, sempat ketar-ketir karena dana tak kunjung datang menjelang pilkada yang dijadwalkan akhir bulan ini. ”Kami harus ngutang, untuk membiayai operasional dan pembiayaan lain,’’ kata Sekretaris KPUD Kalimantan Selatan, Bambang Setiawan, kepada Khaidir Rahman dari Tempo. Meski dana pilkada yang mereka terima baru 15 persen dari total yang diajukan sebesar Rp 33 miliar, mereka telah menyelesaikan 70 persen pekerjaan.

Tak tersedianya dana dikarenakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebut ongkos pilkada diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Masalahnya, saat undang-undang itu diberlakukan pada 15 Oktober tahun lalu, penyusunan APBD 2005 sudah hampir selesai, sehingga anggaran pilkada belum masuk anggaran.

Maka, dicarilah uang dari celah fiskal, yaitu selisih pendapatan daerah dengan belanja rutin daerah. Risikonya, menyedot habis dana cadangan pemerintah daerah. Pemerintah pusat mencoba menyelesaikan dengan janji separuh ongkos pilkada ditanggung APBN, tapi hanya berlaku untuk tahun ini. Tahun depan, ya, jadi masuk anggaran daerah.

Berdasarkan perhitungan wakil daerah dengan Departemen Dalam Negeri, kedua pihak menanggung ongkos pilkada masing-masing Rp 744,3 miliar. Masalahnya, pemerintah masih harus mengajukan ke DPR dalam pembahasan APBN perubahan. Proses pembahasan perubahan anggaran sejauh ini baru sampai di tingkat panitia anggaran DPR. Untuk sampai ke rapat pleno, diperkirakan butuh waktu delapan bulan. Padahal, pilkada sudah dimulai Juni ini dan tak boleh ditunda.

Tiada jalan lain, Menteri Dalam Negeri bersama Menteri Keuangan memutuskan akan memberi dana talangan sebesar Rp 344,3 miliar. Dana ini dibagikan untuk 11 provinsi dan 215 kabupaten dan kota. Masing-masing provinsi mendapat jatah Rp 3 miliar, sedangkan kabupaten dan kota minimum Rp 1 miliar. Jumlah lebih besar diberikan kepada wilayah hasil pemekaran yang masih mengalami keterbatasan anggaran.

Kekurangannya, ya itu tadi, akan diambilkan dari celah APBD.

Toh tidak semua daerah bisa mengail dana dengan mengutak-atik APBD. Akibatnya, mereka mesti menunda pelaksanaan pilkada. Ini terjadi di beberapa daerah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, provinsi yang baru dibentuk.

Sampai sekarang KPUD Sulawesi Barat juga belum mendapat pedoman pembiayaan operasional dari KPU Pusat. Padahal, anggota KPUD sudah sebulan lebih dilantik dan telah mulai bekerja. Arianus Mandadung, anggota KPUD Sulawesi Barat, mengungkapkan, mereka terpaksa patungan menggunakan dana pribadi untuk menjalankan roda Komisi. ”Sampai saat ini, kami belum menerima sedikit pun uang dari pemerintah,” katanya kepada Irmawati dari Tempo.

Di saat banyak KPUD mengeluhkan kekurangan biaya, KPUD Surabaya, Jawa Timur, malah sibuk menghitung kelebihan anggaran pilkada. ”Tidak ada istilah dana seret di sini,” kata Ketua KPUD Surabaya, Eko Walujo Suwardyono. Melimpahnya anggaran dialami karena ternyata pemilihan bisa selesai dalam satu tahap.

Semula anggaran pelaksanaan pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya diajukan untuk dua putaran. Putaran pertama yang dijadwalkan pada 27 Juni nanti dengan anggaran Rp 24, 4 miliar. Dana untuk putaran kedua dianggarkan Rp 7,98 miliar. ”Saat anggaran disetujui DPRD, kami belum tahu berapa jumlah kandidat wali kota,” kata Eko Walujo. Ternyata calon yang lolos hanya empat pasangan. Nah, dengan adanya syarat minimal pemenang mengantongi dukungan 25 persen, dipastikan pemilihan wali kota itu hanya berlangsung satu putaran.

Selain itu, ternyata beberapa barang harganya lebih murah dari yang ditetapkan dalam anggaran yang diteken DPRD Surabaya. Belum lagi penghematan dari biaya tempat pemungutan suara. TPS yang semula hanya bisa dipakai untuk 300 pemilih, kini dapat digunakan untuk 600 pencoblos. Akibatnya, KPU Surabaya berhasil menghemat lebih dari Rp 2,7 miliar. Ini belum termasuk dana untuk pemilihan putaran kedua sebesar Rp 7,9 miliar yang batal dipakai.

Wajarlah jika akhirnya kegiatan di wilayah KPU Surabaya berjalan lancar. Mereka melakukan sosialisasi pilkada melalui lebih dari 200 kegiatan yang digelar di berbagai tempat mulai dari kampus-kampus hingga kampung nelayan. Bahkan setiap lembaga yang mengajak kerja sama dengan KPU untuk mengadakan sosialisasi pemilihan mendapat dana Rp 5 juta.

Sosialisasi melalui iklan tak kalah gencarnya. Duit mengalir lancar untuk membiayai iklan di 10 stasiun radio, 10 media cetak, dan dua stasiun televisi lokal. ”Selain itu ada juga baliho dan spanduk yang dipasang di 1.500 rukun warga,” kata Ulfah, anggota KPU Surabaya yang membidangi sosialisasi.

Namun, berlimpahnya anggaran malah membuat mereka tak nyaman. Kasus penyuapan dan korupsi yang menjerat para anggota KPU pusat membuat mereka jadi lebih berhati-hati. ”Kini kami serba waswas, sama teman sendiri jadi curiga,” kata anggota KPU Surabaya, Edward Dewaruci.

Mereka juga harus selalu menjelaskan keberadaan kelebihan anggaran tadi. Apalagi, sempat muncul tudingan bahwa sisa anggaran telah habis ditilap. Padahal, hingga kini dana pilkada yang cair baru 15 persen. ”Masyarakat kita tidak mau tahu, dianggap KPU itu semuanya begitu,” kata Eko Walujo.

Lagi pula, Departemen Dalam Negeri telah menyiapkan mekanisme pemeriksaan pemakaian anggaran pilkada. Menurut Daeng Mochamad Nazier, Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah di Depdagri, belanja pilkada akan diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan. ”Pelaksanaannya paling telat tiga bulan setelah pilkada selesai,” ujarnya.

Agung Rulianto, Mawar Kusumah, Sohirin (Kendal), Jojo Rahardjo dan Kukuh S. Wibowo (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus