Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Damai tapi Gersang

Sama-sama tak mau mengalah, Aburizal Bakrie dan Susilo Bambang Yudhoyono bersepakat membawa kasus Bank Century ke ranah hukum. Untuk sementara, Sri Mulyani tak terlempar dari kabinet dan Golkar tak keluar dari koalisi.

22 Februari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESAN Twitter Aburizal Bakrie itu muncul akhir pekan lalu. Bunyinya singkat: ”Mulai aktif kembali di Twitter, setelah seminggu tidak nge-tweet.” Selain sepotong ”kicauan”, Aburizal membalas satu-dua sapaan penggemarnya. Sampai pekan lalu, pengikut Ical di situs microblogging populer itu sudah 8.000 lebih. Satu orang iseng bertanya, ”Apa benar Golkar mau mundur dari koalisi?” Hampir seketika, Aburizal dengan ringan membalas, ”Enggak kok. Tapi (kami) tetap kritis.”

Setelah menghilang sepanjang pekan lalu, inilah kemunculan perdana sekaligus jawaban resmi sang Ketua Umum Golkar di jagat maya. Pesan Twitter Aburizal itu seperti berusaha memupus spekulasi politik tentang maju-mundurnya Partai Beringin dari lingkaran pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tak hanya di jagat maya, Ical begitu pengusaha batu bara ini biasa dipanggil—juga muncul di tempat lain. Sumber Tempo di lingkaran dekat Ical berbisik, Jumat malam pekan lalu, dia mampir ke kediaman pribadi Yudhoyono di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan empat mata itu, ”luka-luka” yang sempat muncul akibat perang pernyataan Ical vs SBY di media massa selama dua pekan terakhir diobati.

”Hubungan Pak Ical dan Pak SBY selalu baik, selalu erat,” kata juru bicara Aburizal, Lalu Mara Satriawangsa, menanggapi kabar kompromi itu. Dia mengaku tak heran jika memang sudah ada ”gencatan senjata” di antara keduanya. Wakil Sekjen Partai Golkar ini mengakui aroma perseteruan dua pekan terakhir lebih didorong oleh sikap ngotot politikus Partai Golkar di Panitia Angket penyelidikan baiout Bank Century dan ”serangan balasan” kubu Istana yang menohok isu pajak kelompok usaha Bakrie. Tapi, menurut dia, semua itu hanya permainan politik. ”Anda tahulah politik, satu tambah satu tak selalu sama dengan dua,” katanya tertawa.

Nuansa optimistis datang dari Istana. ”Ini kemenangan akal sehat,” kata staf khusus presiden, Daniel Sparringa, akhir pekan lalu. Secara tak langsung, dia membenarkan angin politik berbalik memihak Istana. ”Sejak awal, masalah Bank Century seharusnya diselesaikan di wilayah hukum. Penyelesaian secara politik pasti menemui jalan buntu,” katanya lagi.

l l l

SUHU hubungan Ical dan SBY mulai memanas sejak Panitia Angket Century dibentuk, Desember 2009. Berbekal hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan atas Bank Century, politikus Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat—dimotori anggota Dewan yang juga ­pengusaha dari Kodeco Timber, Bambang Soesatyo—dengan bersemangat membidik Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono. Sebagai ketua dan anggota Komite Stabilitas Sistem Ke­uangan, mereka berdualah yang menyetujui pengucuran dana talang­an Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan Bank Century.

Di awal kerja Panitia Angket, pertengahan Desember silam, Partai Golkar langsung menggebrak dengan mengimbau Sri Mulyani dan Boediono agar non-aktif dari jabatannya. Padahal ketika itu pemeriksaan saksi pun belum dimulai.

Sri Mulyani bereaksi dengan menuding politikus Beringin di Panitia Angket tak akan memperlakukannya dengan adil. ”Aburizal tidak suka pada saya, saya tidak berharap satu pun politikus Golkar akan bersikap adil,” katanya kepada koran The Wall Street Journal di Singapura. Kebetulan, pada saat yang sama, Direktorat Pajak Kementerian Keuangan merilis daftar perusahaan yang pajaknya bermasalah. Tiga perusahaan Bakrie—Kaltim Prima Coal, Bumi Resources, dan Arutmin Indonesia termasuk. Banyak yang menilai pengumuman itu adalah sinyal pemerintah untuk menggertak Golkar.

Namun Aburizal merangsek maju. ”Jangankan ancaman pajak, ditembak mati pun Golkar tak akan gentar,” katanya saat mengumpulkan semua gubernur, menteri, dan anggota parlemen dari Beringin, Rabu dua pekan lalu. Sementara di dalam Panitia Angket, politikus Golkar bergerilya terus, merangkul partai-partai anggota koalisi Yudhoyono untuk berpihak pada mereka.

Kubu Istana bereaksi belakangan. Tatkala berembus kabar bahwa Yudhoyono bakal jadi sasaran pemakzulan, mereka pun turun gelanggang. Dua pekan lalu, Yudhoyono sampai tiga kali mendorong polisi dan Kementerian Keuangan untuk cepat-cepat menindak pelaku pidana pajak. Tak lama kemudian, Sekjen Golkar Idrus Marham dan Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto dilaporkan ke polisi, untuk kasus korupsi dan sengketa pajak.

Kartu perombakan kabinet tak ketinggalan dimainkan. Tiga kader Golkar di Istana: Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Menteri Kelautan Fadel Muhammad, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono seakan jadi sandera politik Partai Demokrat.

l l l

”SEJAK awal Panitia Angket ini dibentuk tidak sepenuhnya dengan motif yang jelas dan terang,” kata staf khusus presiden, Daniel Sparringa. Istana curiga pembentukan Panitia Angket dilatari oleh motif politik semata. ”Pendorongnya adalah mereka yang bisa disebut the ugly and the bad guys,” kata Daniel tajam.

Daniel menduga Panitia Angket ini hanya pintu masuk untuk mengusung agenda lain. ”Dugaan ini muncul kare­na keputusan penyelamatan Century­ yang menyelamatkan Indonesia dari kri­sis ekonomi kok diberi hadiah beru­pa Panitia Angket? Kenapa cerita sukses itu malah diganjar hukuman?” katanya.

Jika Istana tidak bergerak, Daniel­ menduga Sri Mulyani dan Boediono akan habis-habisan dicap buruk sebagai tertuduh pelaku korupsi. ”Padahal masyarakat tahu siapa yang bersih seperti kertas putih dan siapa begalnya,” kata Daniel.

Meski peran orang-orang di ring satu SBY tidak diakuinya secara langsung, Daniel mengaku gembira melihat perkembangan sepekan terakhir. ”Makin jelas bahwa apa yang dulu dibisikkan sebagai ’maling teriak maling’ sekarang samar-samar mulai terungkap,” katanya.

Sumber Tempo menjelaskan sejumlah staf Presiden memang tengah gencar membongkar semua kasus yang ber­kaitan dengan mafia peradilan. Mereka sudah menerima ratusan pengaduan yang berhubungan dengan makelar kasus di berbagai lembaga pemerintahan, baik kasus lama maupun baru. Tak sedikit kasus yang sedang ditangani itu berkaitan dengan anggota partai politik dan para anggota badan legislatif.

Sebagai satuan khusus, mereka punya kewenangan cukup luas mirip penegak hukum. Sejumlah orang yang ditengarai melakukan ”kerja kotor” untuk anggota parlemen atau pimpinan partai politik bahkan dibuntuti ketat. ”Tapi satu hal yang jelas, bahwa memang ada case untuk membuat orang itu subjected to law, subjected to pemeriksaan,” kata Daniel. Setelah ada bukti awal, semua temuan itu segera dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, polisi, dan jaksa.

Selain di ranah hukum, kubu Istana juga bermanuver secara politik. Musuh-musuh politik Yudhoyono dirangkul lagi. Kubu oposisi seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) didekati. Sumber Tempo di Istana mengakui Yudhoyono sudah bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto. ”Prabowo siap membantu Presiden,” katanya (lihat ”Bukan Koalisi Mentimun Bungkuk”).

Tak hanya musuh politik, mitra koalisi pun diberi penyeimbang agar tak bisa macam-macam. Musuh politik Aburizal, Surya Paloh, kabarnya juga sudah didekati Istana. Tapi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie, yang disebut-sebut terlibat melobi Surya, membantah. ”Saya tidak tahu-menahu soal itu,” kata mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini. Pendeknya, operasi di semua lini ini bertujuan membuat ciut nyali Golkar dan anggota Panitia Angket Century yang masih bersemangat membidik Sri Mulyani dan Boediono.

Di jalanan, operasi juga berlangsung. Komandonya ada di Mayjen (Purnawirawan) Djali Yusuf, mantan staf khusus presiden. Dia kini memimpin Komite Nasional Masyarakat Indonesia, yang menghimpun 79 organisasi relawan pen­dukung SBY-Boediono. ”Sejak awal Februa­ri lalu, kami aktif turun, demonstrasi dan pasang spanduk di ma­na-mana,” katanya. ”Kami sedang memetakan siapa saja otak di kubu seberang,” tambahnya.

l l l

KUBU Ical tidak tinggal diam. Ope­rasi juga berlangsung di banyak lini, dari gerilya politik sampai unjuk rasa di jalan—meski kini frekuensinya mulai turun. Salah satu tokoh yang disebut-sebut sebagai penggeraknya adalah Andi Sahrandi, pentolan gerakan massa yang dekat dengan basis aktivis mahasiswa. Tapi Andi menolak tudingan itu. ”Ngapain gua ngurusin kayak begituan? Enggak level,” katanya, akhir pekan lalu.

Aksi di DPR dimotori anggota Panitia Angket dari kubu Golkar. Sampai pekan lalu, mereka terus bersuara nya­ring, menuntut nama Menteri Keuangan dan Wakil Presiden disebut terang-terang dalam pemandangan akhir Panitia Angket Kasus Penyelamatan Bank Century. Upaya ini ditentang habis-habisan kubu Demokrat.

Namun, akibat jam terbang anggota Fraksi Beringin di Dewan Perwakilan Rakyat yang jauh lebih tinggi dibanding koleganya di Fraksi Demokrat, mau tak mau sebagian anggota koalisi pun terbawa ke kubu kuning. ”Kalau deal dengan Golkar lebih menjanjikan, ya kami ikut saja,” kata satu politikus dari fraksi partai menengah, pasrah. Salah satu permintaan utama kubu Aburizal Bakrie adalah pencopotan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kerenggangan hubungan Ical-Sri Mulyani punya sejarah panjang. Awalnya adalah bencana lumpur Lapindo, empat tahun lalu. Pada saat itu, Menteri Mulyani menolak menyediakan dana talangan untuk membantu korban lumpur Lapindo dengan alasan pihak Bakrielah yang seharusnya bertanggung jawab. ”Padahal keputusan pengadilan menyatakan kami tak bersalah,” kata orang dekat Ical.

Kasus berikutnya yang mengganggu Ical adalah tindakan Sri Mulyani membuka perdagangan saham Bumi Resources tatkala harga saham perusahaan itu terjun bebas, November 2008. Saat itu Sri Mulyani sempat mengancam akan mundur jika kebijakannya membuka perdagangan saham Bumi ditelikung. ”Bukan soal kebijakannya, tapi tindakan Sri Mulyani membuka masalah ini ke publik, yang membuat Ical kesal,” kata sumber Tempo itu.

Puncaknya, ya kasus bailout Bank ­Cen­tury ini. Kubu Ical yakin benar­ bahwa Sri Mulyani telah teledor, meng­am­bil keputusan atas dasar laporan yang kurang akurat. ”Seharusnya dia bertanggung jawab, dong,” kata sumber­ Tempo lain yang juga dekat dengan Ical.

Meski digedor terus, kubu Istana menolak membuka pintu untuk usulan pemberhentian Sri Mulyani. Sempat disebar isu bahwa Sri Mulyani akan diganti oleh Kepala Badan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu. Lalu muncul rumor kedua, dua pekan lalu: Sri Mulyani akan dicalonkan menjadi Gubernur Bank Indonesia. Tapi SBY tak merespons. ”SBY tahu, sekali dia menyerah pada keinginan kubu sana, dia akan selalu dirongrong,” kata satu orang dalam Istana.

Dalam pertemuan terakhir di Cikeas, akhir pekan lalu, SBY dan Ical kabarnya tak menemukan solusi politik. Keduanya sepakat akan menyerahkan penyelesaian kasus ini ke penegak hukum. DPR juga tidak akan menyebutkan nama-nama pihak yang diduga bertanggung jawab dalam kasus ini. Selain itu Presiden tidak akan dipanggil oleh Panitia Angket meski usulan itu sudah beberapa kali muncul. Untuk sementara waktu, Golkar juga tetap dipertahankan di dalam koalisi.

Wahyu Dhyatmika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus