Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Langkah Awal Reformasi Subsidi BBM

Menaikkan harga Pertalite dan solar menjadi awal perubahan skema penyaluran subsidi BBM. Pemerintah didorong segera menerapkan kebijakan tersebut.

1 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA — Pemerintah memberi sinyal kenaikan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Jika terlaksana, kebijakan ini merupakan langkah awal perubahan subsidi BBM. Kepala Kelompok Kerja Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Elan Setiawan, menyatakan kenaikan harga BBM bersubsidi memiliki berbagai dampak. Dari sisi keuangan, pemerintah bisa menghemat pengeluaran subsidi dan kompensasi yang terus membengkak. Tahun ini saja, anggaran subsidi BBM dan elpiji naik dari Rp 62,7 triliun menjadi Rp 149,4 triliun. Sedangkan kompensasi BBM melonjak sampai Rp 252,2 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, pemerintah memiliki kesempatan untuk menyalurkan BBM secara lebih tepat sasaran. Kenaikan harga mengharuskan pemerintah menyiapkan bantalan sosial sebagai kompensasi tambahan pengeluaran masyarakat terkena dampak. Itu sebabnya bantuan senilai Rp 24,17 triliun disalurkan langsung kepada masyarakat miskin dan rentan miskin. Dengan skema ini, terjadi peralihan subsidi dari barang ke orang. "Selama masih dilakukan subsidi kepada barang dan ada disparitas harga dengan BBM nonsubsidi, susah bisa tepat sasaran," tutur Elan, kemarin, 31 Agustus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Elan mengatakan harga BBM yang dinaikkan mendekati nilai keekonomiannya juga bisa mendorong percepatan transisi energi. Kalau harga terus rendah dan tidak ada pengendalian penyaluran, masyarakat tidak terdorong untuk berhemat. Padahal minyak merupakan energi yang tidak terbarukan.

Pemanfaatan energi fosil yang berlebihan merusak lingkungan. Jika harga BBM murah, tak banyak alasan bagi masyarakat memilih kendaraan umum dibanding kendaraan pribadi. "Kenaikan harga BBM yang mendekati harga ekonomi juga harus dibarengi investasi pemerintah di sektor transportasi publik. Jadi, masyarakat juga nyaman untuk beralih," ujar Elan.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah sudah memiliki persiapan saat hendak menyesuaikan harga jual BBM bersubsidi. Bukan hanya bantalan sosial, tapi juga program lain yang bisa mengurangi beban konsumsi BBM. "Semua sudah dipelajari dengan baik, sampai menyiapkan mobil listrik, motor listrik, bus dan truk listrik, hingga B40 (pencampuran BBM dengan biodiesel 40 persen)," kata dia.

Khusus untuk kendaraan listrik, pemerintah sudah mempersiapkan industri hulu baterai untuk kendaraan tersebut. Luhut berharap pada 2030 nanti penggunaan kendaraan listrik bisa mendominasi hingga 80 persen. Fasilitas penunjangnya, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik (SPKLU), ikut dikembangkan. PT PLN saat ini sudah memiliki 139 unit SPKLU di Indonesia.

Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum, di Fatmawati, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

Cadangan Minyak Indonesia Hampir Habis

Peneliti senior Indef, Faisal Basri, menyatakan sekarang momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mereformasi subsidi BBM. Anggaran yang terus bengkak, menurut dia, dipicu oleh rendahnya harga jual bahan bakar, jauh di bawah keekonomian. Akhirnya masyarakat lebih memilik BBM yang lebih murah meski bukan haknya.

Kesempatan ini juga bagus untuk membenahi tata kelola minyak mentah dalam negeri. "Kalau kita begini terus, ingat, minyak kita itu 7-9 tahun lagi habis," ujarnya. Sebab, kemampuan produksi minyak Indonesia rata-rata hanya di kisaran 700 ribu barel per hari, sementara konsumsinya bisa dua kali lipatnya. Karena kemampuan produksi yang rendah, pemerintah harus mengimpor minyak. Saat harganya melonjak seperti sekarang, ditambah dengan pelemahan nilai tukar rupiah, beban biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menghadirkan BBM murah semakin besar.

Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati menyatakan perusahaan berupaya menghemat biaya operasional untuk mengurangi efek kenaikan harga minyak dunia. Totalnya hingga Juli 2022 sebesar Rp 6 triliun. "Kami memahami beratnya beban subsidi pemerintah. Untuk itu, Pertamina melakukan berbagai program penghematan biaya dalam rangka membantu menurunkan beban subsidi pemerintah," kata Nicke.

Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas kilang minyak Pertamina. Jika selama ini kilang hanya bisa memproses minyak mentah tertentu yang harganya mahal, mulai tahun lalu fasilitas ini sudah mampu memproses minyak mentah dengan konten sulfur lebih tinggi yang harganya lebih murah.

ARRIJAL RACHMAN | VINDRY FLORENTIN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus