Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapat cendera mata berupa sebuah lukisan dari seorang pasien gangguan jiwa Rumah Sakit Dr Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat, Sabtu, 7 April 2018. Lukisan itu diterima Anies setelah menjadi pembicara dalam seminar keperawatan jiwa dan musyawarah wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Pengurus Wilayah Ikatan Perawatan Kesehatan Jiwa Indonesia (PPNI IPKJI) DKI Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anies berjanji bakal memajang lukisan itu di kantornya. Namun Anies akan melaporkan hadiah itu lebih dulu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Bagus, akan saya taruh di kantor, tapi dilaporin ke KPK dulu," katanya di RS PGI Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK memang mewajibkan setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi untuk melapor. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Pasal 12C ayat (2) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Pasal 16. Penerima gratifikasi harus melaporkan pemberian itu selambat-lambatnya 30 hari kerja kepada KPK terhitung sejak tanggal gratifikasi itu diterima.
Cendera mata yang diterima Anies itu termasuk pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, yakni pemberian hadiah atau suvenir kepada pejabat saat kunjungan kerja. Namun KPK-lah yang kemudian akan menetapkan apakah pemberian itu termasuk gratifikasi atau bukan. "Kalau kayak begini, KPK biasanya memaklumi, tapi harus tetap lapor," ujar Anies.
Lukisan yang diterima Anies itu berukuran sekitar 40 x 60 sentimeter. Lukisan di atas kanvas tersebut menggambarkan pemandangan dengan biru air, langit, dan hijaunya pepohonan.
Menurut Dewan Pakar IPKJI Pusat Budi Anna Keliat, lukisan untuk Anies Baswedan itu merupakan karya salah satu pasien ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) bernama Andari, yang menjalani rehabilitasi di RS Soeharto Heerdjan, Grogol. "Kami ingin menunjukkan bahwa pasien gangguan jiwa itu tidak rusak segala-galanya, tetapi masih ada potensi yang harus kita pulihkan," ucapnya di RS PGI Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu.