Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa anggota Pasukan Pengibar Bendera tampak mendengarkan pengarahan dari Camat Cikande, Adang Rahmat, di halaman kantor Kecamatan Cikande, Banten. Kantor ini merupakan bangunan kuno. Tak jauh dari kantor kecamatan terdapat Sekolah Dasar Cikande, yang sama tuanya.
"Semua dibangun pada 1911. Dulu ada empat bangunan lawas penjara, kantor kecil, pendapa kecamatan, dan sekolah," ujar Mumu Muhtadi, 73 tahun, salah seorang tokoh Desa Cikande. Mumu sama sekali tak menyebut ada bangunan kantor pos atau bekasnya di kawasan itu. Tapi ia ingat leluhurnya pernah bercerita tentang Kampung Pos, yang letaknya kini tak jauh dari jembatan Sungai Cidurian dan sudah tergusur menjadi pabrik. "Dulu katanya ada penyeberangan di situ, disebut pos untuk ke arah Tangerang atau Batavia," ujarnya.
Jarak Cikande kira-kira 10 kilometer dari Desa Onderandir atau yang kini disebut Desa Kopo. Desa ini terletak di jalan raya Serang-Jakarta. Desa Kopo letaknya menurun dari jalan raya Serang dan sering menjadi langganan banjir. Buku Sejarah PT Pos dan Telekomunikasi menyebutkan Desa Kopo adalah lokasi tempat stasiun pos awal yang didirikan Herman Willem Daendels di Serang. Di Serang didirikan penginapan untuk beristirahat dan?berganti kuda. Kira-kira 12 pal dari Serang, dibangun Stasiun Pos Onderandir, di tepi Sungai Ciujung. Pada 1808, di jalur melalui Cilegon, Serang, Tangerang menuju Jakarta terdapat 14 stasiun pos. Delapan di antaranya terdapat di wilayah Banten.
Tapi tak ada sama sekali jejak bekas bangunan stasiun pos di situ. Yang masih tersisa di kawasan Onderandir hanya sebuah rumah tua zaman Belanda, khas untuk petinggi Belanda, di pinggir jalan raya. Penghuni rumah, Munawaroh Al Nafiah, istri Tabrani, 73 tahun, mengatakan kakeknya adalah petinggi di masa Belanda. Namun cerita tentang stasiun pos pun tak muncul dari perempuan ini.
Dari Desa Kopo ini, jalan Daendels berkelok-kelok ke Tangerang menyusuri Mookervart menuju Jakarta. Selanjutnya Jalan Raya Pos melewati Gambir, Jatinegara, Tanjung Timur, Cimanggis, dan Cibinong, menuju Bogor. Di jalur ini dulu terdapat lima rumah pos kuda. Jalan Raya Pos menanjak menuju Puncak dan Cianjur, yang terjal. Kuda harus dibantu empat-delapan ekor kerbau atau?sapi untuk menuju Puncak. "Secara teknis, jalan di Puncak ini menyesuaikan kemampuan kerbau atau sapi," ujar Bambang Eryudhawan, pemerhati masalah heritage dan arsitek.
Di Karesidenan Parahyangan dulu terdapat?24 pos untuk pertukaran kuda. Sedangkan di jalur sepanjang Pantai Utara Jawa di Karesidenan Tegal, sejak dari Brebes-Pekalongan terdapat 12 stasiun pos, lalu di Karesidenan Semarang terdapat 7 pos. Dari sini, jalan pos terbagi dua menuju Karesidenan Solo dan menyusuri Lasem, Tuban, menuju?Gresik, dan Surabaya sepanjang 68 pal terdapat 10 pos. Dari Anyer hingga Panarukan tak kurang dari 80 stasiun pos.
Jejak stasiun pos awal itu, sama seperti di Serang, kini sama sekali tak ada. Yang masih berdiri hanya gedung pos lawas yang "meneruskan" fungsi stasiun pos. "Saya yakin gedung pos itu pendiriannya tentu tak jauh dari stasiun-stasiun pos yang awalnya didirikan Daendels," kata Wakil Presiden Pemeliharaan Properti PT Pos Indonesia Sudarmawan Yuwono.
Di Serang, misalnya, terdapat kantor pos megah dengan bangunan lama yang sudah dimodernkan. Letaknya tak jauh dari pendapa Gubernuran Banten dan alun-alun. Di depan pintu terdapat?dua bus surat besi baja yang kokoh dengan bahasa Belanda. Di samping kiri bagian depan gedung kini terdapat Postshop, yang bekerja sama dengan minimarket Indomaret.
Logo Indomaret juga terpasang di sisi kanan Gedung Filateli, Jalan Gedung Kesenian Jakarta. Gedung Filateli disebut sebagai kantor pos pertama di Batavia. Letaknya di simpul pos, bukan tepat di Jalan Raya Pos. Gedung ini dibangun dari arsitek John van Hoytema, dengan gaya arsitektur Art Deco.
Di bagian kanan bangunan yang digunakan untuk Indomaret, interiornya ditambah gipsum. Sedangkan bagian kiri bangunan masih dibiarkan sesuai dengan aslinya dan digunakan untuk layanan filateli.
Gedung ini termasuk?bangunan cagar budaya atau konservasi di Jakarta kategori A, menurut Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993. Bangunan ini harus dikonservasi serta dimungkinkan tidak terjadi perubahan, baik eksterior maupun interior arsitektur bangunan.
Menurut Direktur Ritel dan Properti PT Pos Indonesia, GNP Sugiarta Yasa, pihaknya tetap berkomitmen menjaga keaslian dan kelestarian aset. "Memang mahal, dan tak boleh sembarangan. Sekadar mengecat atau mengganti kaca pecah saja kami harus konsultasi," ujarnya.
Selain bangunan di Pasar Baru, beberapa bangunan kuno kantor pos berada di sepanjang Jalan Raya Pos. Seperti di Bogor, Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kudus, Gresik, dan Surabaya. Kantor tua juga berada di sepanjang Jalan Raya Pos dari Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, hingga Banyuwangi.
Di Bogor, kantor pos berada di Jalan H Juanda, tak jauh dari Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor. Menurut Dedi Supriadi, anggota staf Bagian Properti Kantor Pos Bogor, sebelum dipakai sebagai kantor pos, gedung ini merupakan gereja. Gedung ini difungsikan pada 1934 setelah Gereja Zebaoth dibangun dan peribadatan berpindah ke gereja tersebut.
Demikian pula di Bandung, kantor pos yang berarsitek Art Deco berada di dekat alun-alun Bandung dan Gedung Konferensi Asia-Afrika. Ini jalan utama di Jalan Raya Pos.
Di Cirebon, bangunan kantor pos lawas berada di Jalan Yos Sudarso 9, yang di depannya?terdapat tanda titik nol kilometer. Di sinilah titik awal kilometer di Cirebon, baik ke barat maupun ke timur. Bangunan kuno yang dibuat pada 1906 itu terlihat kusam. Dindingnya bercat oranye dan putih yang sudah banyak mengelupas. "Bangunan ini tidak pernah berubah, baik fungsi maupun bentuknya," kata Kepala Seksi Peralatan Kantor Pos Besar Cirebon Dadang Abdullah.
Di Tegal, Kantor Pos berada di Jalan Proklamasi 2, diapit dua bangunan cagar budaya lain-Pangkalan TNI Angkatan Laut Tegal di selatan dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal di utara. "Dulu gedung Markas Angkatan Laut," kata Adhi. Gedung lama itu masih dipertahankan keasliannya. Namun lahan di sekitarnya dikembangkan untuk menyesuaikan kebutuhan, termasuk pengembangan ruang koperasi dan Postshop.
Menurut sejarawan Tegal-Brebes, Wijanarto, gedung Kantor Pos Besar Tegal dibangun pada awal abad ke-20. "Di KITLV Pictura NL, ada fotonya yang diambil pada 1903," kata lulusan Universitas Diponegoro itu.
Kantor Pos Besar Tegal berada di kompleks Balai Kota Lama Tegal, tepatnya di selatan Jalur Pantura Yos Sudarso atau di seberang Pelabuhan Tegal. Wijanarto, yang juga mantan anggota tim inventarisasi benda cagar budaya Tegal, mengatakan kompleks Balai Kota Lama adalah pusat pemerintahan Karesidenan Tegal pada 1830-1901. Karesidenan berpusat di gedung Asisten Residen Tegal, yang dibangun pada 1740-an. Gedung itu kini menjadi kantor DPRD Kota Tegal. "Jalan Raya Pos yang dibangun sejak 1808 itu melintasi depan gedung Asisten Residenan Tegal," kata Wijanarto.
Gedung pos lawas di Pekalongan juga masih berdiri kokoh. Kantor Pos Pekalongan merupakan kantor pos ketiga yang dibangun setelah di Batavia dan Semarang. Ruangan di dalam kantor pos terlihat luas dan lebar. Plafon tinggi dari kayu jati dengan lubang-lubang angin menjadikan ruangan terasa lebih sejuk. Dinding tebal mengelilingi ruangan dengan jendela dan kisi-kisi besar. Di dalamnya masih tersimpan brankas bertahun 1836 yang digunakan untuk menyimpan meterai.
"Itu ruang pimpinan dan rapat, ditempelkan sebagai bangunan tambahan," ujar Kepala Kantor Pos Pekalongan Tarman. Meski bangunannya termasuk cagar budaya, dia mengakui rupanya masih ada pelanggaran dari sisi pengecatan sebagian gedung. Di ruang depan gedung, beberapa bagian tampak telah beralih fungsi. Gedung sayap kiri yang dulu merupakan ruang operasional telah berubah menjadi minimarket Indomaret. Kegiatan operasional dipindahkan ke area tengah, ruangan luas yang sebelumnya area olahraga bulu -tangkis.
Sejarawan Pekalongan, Moch Dirhamsyah, mengatakan pembangunan jalan Deandels memasuki Pekalongan sekitar Agustus 1808 dengan membelah tiga hutan, yaitu Sukowati, Gambiran, dan Roban. Sekitar 1850, bangunan pertama yang dibangun sebagai penunjang pemerintahan adalah rumah residen, diikuti kantor residen dan kantor pos.
Akan halnya Kantor Pos Semarang menghadap tepat ke tugu titik nol Semarang. Bentuk atapnya limasan khas Jawa. Bangunan lawas yang masih terpelihara baik sebagai salah satu bangunan cagar budaya Semarang ini dibangun pada 1906-1907. Tapi itu bukan gedung pos pertama di kota ini. Menurut ketua komunitas pegiat sejarah Semarang, Rukardi Achmadi, kantor pos pertama malah berada di Jalan Mpu Tantular, masih kawasan kota lama. Letaknya di sebelah timur Kali Semarang, menghadap ke Heerenstraat (sekarang Jalan Letjen Suprapto), yang merupakan bagian Jalan Raya Pos.
Cerita menarik juga terdapat di Kantor Pos Kebon Rojo, Surabaya. Bangunan ini sebelum menjadi kantor pos merupakan tempat tinggal Bupati Surabaya hingga 1881. Jalan Raya Pos berada di samping gedung itu, di Jalan Veteran, yang tersambung dari Jalan Rajawali di kawasan Jembatan Merah, lalu menuju Tunjungan dan Darmo.
Setelah itu beralih fungsi menjadi Hoogere Burger School (HBS) Soerabaia, atau sekolah lanjutan tinggi pertama (gabungan SMP dan SMA selama tujuh tahun) bagi warga negara Belanda, Eropa, dan elite pribumi. Sukarno, presiden pertama RI, pernah bersekolah di gedung ini pada 1916-1923. "Melestarikan bangunan ini ikut melestarikan perjuangan Bung Karno," ujar Edi Suharto, Kepala Kantor Pos Kebon Rojo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo