Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dari Mana Pundi Diisi

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DULU Presiden Soeharto memang pandai mengumpulkan duit. Bayangkan, cuma dari sisa-sisa dana, bisa terkumpul ratusan miliar rupiah yang kemudian dikenal dengan nama dana bantuan presiden (banpres). Tak percaya? Tengok saja sejarah banpres seperti yang tertulis dalam Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1989 yang mengatur penggunaan dana ini. Di situ dibeberkan bahwa dana banpres yang dikumpulkan sejak 1970 mula-mula berasal dari kelebihan subsidi pemerintah untuk pengembangan pendidikan dan fasilitas agama Islam serta hasil tata niaga cengkeh impor. Ada juga sisa-sisa dana dari kegiatan lain, yakni koleksi penjualan gula dan terigu di Bulog, iuran hasil hutan, dan kelebihan dana untuk stabilisasi harga kayu lapis, yang kemudian dimasukkan ke pundi banpres. Dan belakangan sumber banpres bertambah dari sisa dana pembangunan Gedung KBRI Singapura dan sebagian bunga deposito dana reboisasi. Pada 1980-an, sumber dana banpres berkembang lagi. Saat itu muncul Tim Sepuluh yang digagas oleh Widjojo Nitisastro. Tim ini awalnya dibuat untuk mencegah korupsi dalam pengadaan barang dan jasa yang berasal dari uang pemerintah. Tapi belakangan Soeharto mengambil alih gagasan tersebut dengan membentuk tim di bawah kendali Sekretariat Negara yang dipimpin Sudharmono. Tugasnya adalah mengelola pengadaan barang untuk keperluan negara. Dari proyek inilah kemudian mengalir banyak sisa dana yang kemudian disimpan di pundi banpres. Jelas pengumpulan dana di luar anggaran semacam itu menyalahi prinsip pengelolaan negara yang benar. Atas desakan IMF, tim itu lalu dibubarkan pada 1988. Pada 1989, tercatat dana banpres yang terkumpul sudah mencapai sekitar Rp 531 miliar. Hak menggunakan tiap sen dana itu, termasuk bunganya, ada di tangan presiden. Proyek mana yang perlu didanai dengan banpres juga ditentukan presiden. Kendati begitu, pengelolaan sehari-hari dilakukan oleh Sekretariat Negara. Gampangkah mendapatkan banpres? Kata Akbar Tan-djung, yang pernah menjadi Menteri-Sekretaris Negara, modalnya cuma proposal yang bisa dibuat oleh siapa saja. Proposal yang nilainya di bawah Rp 200 juta ditangani langsung Menteri-Sekretaris Negara. Untuk di atas jumlah itu, presiden yang punya kuasa. Resminya, tak ada syarat macam-macam untuk mendapatkan banpres, kecuali rekomendasi dari pemerintah daerah setempat. Karena sesuka presiden itulah tak aneh dana banpres bisa dikuras untuk apa saja, dari membeli komputer untuk Rumah Sakit Harapan Kita hingga mengongkosi pesawat terbang IPTN yang pabriknya sekarang nyaris bangkrut itu. I G.G. Maha Adi -------------------------------------------------------------------------------- Proyek Gagah Sarat Masalah SEBAGIAN dana bantuan presiden dihambur-hamburkan untuk sejumlah proyek besar. Celakanya, banyak proyek yang menyimpang dalam pelaksanaannya, bahkan beberapa di antaranya sampai macet total. Contohnya berikut ini. Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektare, Kalimantan Tengah.
  • Nilai: Rp 527,2 miliar. Berdasarkan Keppres No. 83 dan 85 Tahun 1995.
  • Status: macet.
  • Potensi kerugian negara: Rp 527,2 miliar. Pinjaman Konsorsium Panitia SEA Games XIX 1997.
  • Nilai: Rp 35 miliar. Berdasarkan Inpres No. 5/1996.
  • Pelaksana: konsorsium swasta yang dipimpin Bambang Trihatmodjo.
  • Status: pengembalian macet.
  • Potensi kerugian: Rp 54,2 miliar. Proyek Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Terpadu, Sumatera Selatan.
  • Nilai: Rp 36,4 miliar. Berdasarkan Keppres No. 01/1997.
  • Status: tidak jelas. Proyek Tata Ruang Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.
  • Nilai: Rp 16,7 miliar. Berdasarkan Keppres No. 02/1997. Proyek Rehabilitasi Kebun Pala, Banda Naira, Maluku Tengah.
  • Nilai: Rp 2,5 miliar. Berdasarkan Keppres No. 043/1997. Megawati Akhirnya Terbebani ANEH tapi terjadi di negeri ini. Dana bantuan presiden (banpres) sudah dikumpulkan sejak 1970, tapi Keputusan Presiden No. 4/1989 yang mengaturnya baru keluar 19 tahun kemudian. Jangan heran pula kalau kemudian pundi-pundi nonbujeter ini selalu mengundang masalah. Dulu cara pengumpulannya, sekarang penggunaannya yang dipersoalkan. Inilah perjalanan banpres dalam beberapa era, dari Presiden Soeharto sampai akhirnya kini membebani Presiden Megawati. 1970 25 Februari 1970 Dana banpres mulai dikumpulkan dari berbagai sumber, antara lain dari sisa subsidi pemerintah untuk pengembangan pendidikan dan fasilitas agama Islam serta kelebihan ongkos naik haji. 18 Januari 1989 Keluar Keputusan Presiden No. 4/1989 tentang pembentukan dana banpres. Aturannya, dana ini digunakan untuk kegiatan sosial kerohanian, bantuan umum, transmigrasi, bencana alam, dan stabilisasi harga kayu. 1998 1998 Habibie meminta instansi yang biasa menyetor duit ke pos banpres agar menghentikannya. Faktanya, berdasarkan keterangan mantan Sekretaris Negara Bondan Gunawan, sampai Maret 1999 masih ada duit dari cukai rokok Rp 540 juta yang masuk ke banpres. 1999 26 Juli 1999 Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9/1999 yang berisi perintah agar anggota kabinet dan para pemimpin lembaga pemerintah nondepartemen menyerahkan dana non-anggaran di instansinya ke rekening Menteri Keuangan selambat-lambatnya 31 Agustus 1999. 2000 11 Mei 2000 Presiden Abdurrahman Wahid, melalui Instruksi Presiden No. 4/ 2000, juga meminta agar dana-dana nonbudjeter, termasuk dana banpres, dimasukkan ke kas negara. 2002 25 Februari 2002 Presiden Megawati memberikan bantuan senilai Rp 30 miliar untuk memperbaiki asrama TNI/Polri. Megawati meminta agar dana tersebut dipergunakan dengan baik. ”Jangan dikorupsi,” katanya. 21 Maret 2002 Sekretaris Presiden Kemal Munawar mengungkapkan bahwa dana Rp 30 miliar untuk perbaikan asrama TNI/Polri itu berasal dari dana banpres. Menurut Kemal, dana banpres ini sebetulnya sudah dibekukan sejak Megawati menjadi presiden. Artinya, tidak ada dana masuk atau keluar. Namun, untuk keperluan rehabilitasi asrama TNI/Polri, Megawati memerintahkan mengeluarkannya. 26 Maret 2002 Sejumlah anggota mengumpulkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi DPR. Mereka mengusulkan agar DPR meminta keterangan Presiden tentang sumber dana bantuan Rp 30 miliar tersebut. 9 April 2002 Sekjen PDIP Sutjipto mengatakan bahwa partainya sudah meminta penjelasan Megawati soal asramagate itu. Ketua Umum PDIP itu dalam rapat internal hanya mengatakan, yang harus menjelaskan Sekretariat Negara. ”Soal itu agar itu ditanyakan ke Setneg,” kata Sutjipto menirukan Megawati. 11 April 2002 Menteri Sekretaris Negara Bambang Kesowo ingkar janji. Sehari sebelumnya, birokrat tulen ini berjanji kepada wartawan akan memberi keterangan tentang dana Banpres. Tapi, ketika keesokan harinya ditagih, dia tetap bungkam. 15 April 2002 Tiba-tiba saja dokumen yang ditandatangani Kepala Biro Pengelolaan Bantuan Presiden, Ismijati Foead, beredar di DPR. Isinya, penggunaan dana banpres zaman Presiden Abdurrahman Wahid, tepatnya periode Februari sampai Agustus 2001. 16 April 2002 Bambang Kesowo masih tutup mulut tentang dana banpres. Ketika dicegat usai mendampingi Presiden Megawati yang berpidato di Gedung Lembaga Pertahanan Nasional, ia hanya berkata pendek, ”No, no, no!” 18 April 2002 Menteri Sekretaris Negara Bambang Kesowo masih belum mau bicara tentang banpres kepada pers. Tapi, ”Saya akan menjelaskan di depan anggota DPR,” katanya. Leanika Tanjung
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus