Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ong Hok Ham meminta Reeve menulis biografinya.
Ong ingin biografi yang berbeda, tak Ingin biografinya berisi pujian.
Proses penulisannya panjang dan sempat bikin frustrasi.
DAVID Reeve merasa lega. Buku biografi sahabatnya, Ong Hok Ham, telah rampung ditulis setelah ia menunda-nunda sangat lama. Hampir diperlukan waktu 20 tahun agar buku itu selesai. Sebagai dosen di Australia, pada 2001 ia mendapat kesempatan berlibur ke Indonesia untuk bertemu dengan Ong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2002 ia bisa mengerjakan bukunya secara intensif selama enam bulan. Namun, saat Ong meninggal, dia kehilangan motivasi melanjutkan penulisan. Baru 20 tahun kemudian buku itu selesai. David Reeve menganggap riwayat Ong Hok Ham patut ditulis. Sebab, selain sebagai sejarawan yang selalu punya perspektif menarik, Ong seorang pribadi yang kaya warna. Penuturannya kepada Abdi Purmono, koresponden Tempo di Malang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa alasan Anda menulis biografi Ong Hok Ham?
Pertama, belum banyak biografi tentang ilmuwan di Indonesia. Memang ada biografi Sartono (Kartodirdjo) oleh M. Nursam di Yogyakarta (2008) yang berjudul Membuka Pintu bagi Masa Depan, dan satu lagi tentang Soedjatmoko (Pergumulan Seorang Intelektual, 2002) oleh penulis yang sama, tapi secara umum agak jarang.
Kedua, lebih bersifat personal. Saya bertemu dengan Ong pada 1970-an saat saya belajar di Amerika Serikat. Dia baru saja menyelesaikan S-3-nya di Yale University, tempat saya juga belajar. Saya mengikuti kuliahnya tentang Madiun. Kami lalu berkenalan. Pada 1980-an saya mengajar di Jurusan Sejarah Universitas Indonesia, kami bertambah akrab.
Nah, pada waktu itu Ong sering bilang dan seperti sedang bergurau. “Suatu hari nanti, David, kamu harus menulis biografi saya.” Saya bilang, “Pak Ong, jika ada kejadian yang menarik, nanti saya masukkan ke biografi.” Jadi saat itu masih berupa ide saja. Setengah serius, setengah tidak. Pada 2001, Ong mengalami stroke. Saya kira ini waktunya menulis biografinya. Dia yang dulu suka jalan-jalan, bohemian, berkelana di Jakarta dari kampus ke kantor media, terkungkung di kursi roda di rumahnya.
Jadi ide menulis buku ini muncul saat Pak Ong mengalami stroke?
Tujuan awal penulisan buku biografi ini sebenarnya untuk menghibur Ong dalam tahap terakhir kehidupannya. Dia dalam kondisi sangat sulit karena stroke yang parah. Susah untuk kami berkomunikasi. Kami mengalami hal-hal memalukan dan frustrasi saat sesi wawancara. Dia menyampaikan secara eksplisit tidak mau biografi yang memujinya. Sebaliknya, dia menyuruh teman dan keluarganya menceritakan kejelekannya. Dia ingin biografi yang lain.
Maksudnya?
Di Indonesia, kebanyakan biografi menceritakan suksesnya seseorang. Di sampul bukunya sering ditulisi patut dicontoh, patut diteladani. Kebanyakan biografi tentang nasionalisme, bukan tentang pribadi. Sering dalam buku ditulis kejadiannya penting, keberhasilan seseorang penting. Tapi seseorang menjadi tokoh sebagai manusia yang kompleks dan rumit, penuh kecurigaan, ketakutan, harapan, serta kebahagiaan tidak ditulis. Jadi ceritanya dangkal. Hanya cerita nasionalisme ketimbang cerita sebagai manusia.
Ong mau yang sangat lain. Ong bilang jangan ditulis ini patut diteladani, patut dicontoh, dan sebagainya. Dia mau kompleksitas manusia sebagai manusia ada di dalamnya. Ong mau inner, bagian dalam dirinya, harus masuk biografi. Ong tak ingin sebuah biografi yang hanya bercerita kesuksesan atau kemenangannya, tapi baik-jeleknya ditulis secara utuh dan jujur.
Lalu apa saja yang Anda tulis ?
Ada tiga hal. Pertama, Ong lahir pada 1933 dan meninggal pada 2007. Ia mengalami banyak perkembangan yang sangat penting dalam sejarah modern Indonesia. Mulai dari tahun-tahun terakhir penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, lalu Demokrasi Terpimpin pada 1950-an, G 30 S 1965, kemudian tumbangnya Orde Baru. Ia menyaksikan semua itu dan rajin menulis masa lampau dan masa sekarang. Ia tulis semua periode itu untuk pers. Bukan hanya periodenya yang menarik ditulis untuk membaca kehidupan Ong, tapi juga pemikirannya di periode tersebut. Dengan membaca riwayat hidup Ong, kita bisa membaca riwayat hidup bangsa Indonesia pada periode itu.
Seperti ia melihat Indonesia pada 1930-an sebagai Orde Baru versi lama. Sebagai anak kecil ia melihat negara dibuat beku dan dibekukan. Di bawah pemerintahan Hindia Belanda yang agak militeristik, masyarakat tidak bisa bergerak. Karakter Orde Baru mirip sekali dengan era Belanda. Ia sering melihat kesamaan, kontinuitas, serta akar sejarah kini dan masa lampaunya. Jarang ada yang bisa dan mau menulis politik modern yang dihubungkan dengan kerajaan 200 tahun sebelumnya.
Apa lagi?
Kedua, biografi ini penuh dengan baik-buruknya Ong. Kehidupannya kompleks, seperti Ong yang tidak beragama dan kecenderungan seksualitasnya yang berbeda. Kejujurannya menjadi aspek penting yang saya tulis. Ketiga, banyak sekali tema tulisan Ong. Sedikitnya ada 15 topik tentang Tionghoa, masyarakat Jawa, priayi, petani, keraton, desa, serta dampak penjajahan terhadap masyarakat Jawa dan Indonesia. Ada pula topik tentang jawara atau jagoan, orang-orang pinggiran seperti gelandangan, perihal seksualitas, dan sejarah makanan. Kemudian, takhayul atau mitos soal tuyul, babi ngepet, dan Nyi Blorong. Terakhir, mengenai Oedipus complex, Mooi Indie, dan lainnya. Dia sejarawan yang menulis di media massa dengan berbagai tema. Intelektualitasnya begitu luas.
Apa misalnya kejelekan Ong?
Well, dia dikenal sebagai dosen killer. Dia sangat menakutkan mahasiswa dan koleganya. Saya sendiri sedikit takut pada Ong karena temperamennya. Kalau dia memarah-marahi orang, itu keras sekali. Aku ingat, ada asdos (asisten dosen)-nya yang bilang kalau kita perlakukan Ong dengan tidak baik, dia bisa cepat marah. Orangnya memang sangat temperamental, tapi juga pemaaf. Dia juga lucu, suka tertawa dan suka membuat orang tertawa. Dia dari keluarga kaya raya. Tapi Ong tak mau mengandalkan keluarganya dan menjadi diri sendiri. Ia tak punya mobil, jadi ke mana-mana naik becak dan angkutan kota. Ia sering bilang dirinya orang miskin tapi kehidupannya bagus. Ia pintar memakai uang yang sedikit untuk menikmati hidupnya.
Anda yakin dia sudah menceritakan semuanya?
Hmmm, memang dia bilang akan berikan semua informasi yang kuinginkan dan dia tidak akan pengaruhi kesimpulannya. Tapi mana ada orang yang mau menceritakan setiap detail kehidupannya? Itu tidak ada. Tapi, jika dibandingkan dengan biografi lain, biografi Ong bisa dibilang paling lengkap dan jujur tentang manusia dan kemanusiaan.
Anda satu-satunya yang diminta langsung Ong membuat biografinya?
Oh, saya bukan satu-satunya orang yang diminta Ong. Waktu ke Jakarta saat dia sakit pada 2001, saya meminta izin untuk menulis biografinya. Dia bilang itu sebuah kehormatan baginya. “I will be proud bila David menulis biografiku," kata Ong. Lalu, awal 2002, saya ke Jakarta lagi tahu-tahu ada tiga orang yang sedang menyusun tulisan-tulisan tentang Ong. Tapi kemudian saya yang dipilih Ong dari empat calon.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di versi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "David Reeve: Dia Mau yang Jelek-jeleknya Justru Ditulis"