Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Demonstrasi Dengan Bis

Balaikota tebing tinggi diserbu oleh demonstran bis, sopir dan penumpang. adanya sk walikota no.788 dianggap menyulitkan penumpang & pengusaha bis. di lain pihak, para abang beca kebagian rejeki. (kt)

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BALAI Kota Tebing Tinggi, dikejutkan. Sabtu siang 1 Desember lalu, mendadak muncul iring-iringan bis penuh penumpang --sebagian besar pelajar dan pedagang -- menyelonong ke halaman Balai Kota di Jalan Sutomo itu. Kejadiannya begitu cepat. Ratusan penumpang berloncatan turun, tapi berhasil dicegah masuk. "Kami orang miskhl, kami lapar, pak. Izinkan kembali bis kami masuk kota," teriak mereka. Mereka berdesakan mendekati pintu masuk, sementara di luar pagar sejumlah orang berbondong-bondong. Meskipun satuan petugas dari Kodim dan Kores sempat mencegah kekerasan, tapi teriakan masihberkumandang keras. Dua jam kemudian massa berhasil dibujuk beberapa sopir dan kondektur bis, kembali memasuki bis dan berangsur-angsur meninggalkan halaman. Insiden memang tidak terjadi. Tapi beberapa tumpuk batu tampak di beberapa sudut. Para pejabat segera menyelenggarakan rapar kilat. Beberapa sopir dan kondektur bis POVRI, Kurnia, Domas Jaya, Pantai Bedagai, Indra Sakti, Abadi Adil diikut-sertakan. Mereka dianggap bertanggung jawab. Soalnya mudah dengan bis-bis inilah massa 'menyerbu' Balai Kota. Beberapa jam sebelumnya Polri menahan 4 bis karena dianggap melanggar aturan mereka masuk ke kota. Seorang sopir yang ditahan bercerita mendapat perlakuan kasar dalam pemeriksaan, keningnya digores dengan pensil tajam. Inilah tampaknya yang membakar sopir lain mereka beramai-ramai berputar-putar keliling kota, sementara polisi tak bisa berbuat banyak. Dan setelah itu menuju Balai Kota sambil bergendang-gendang. Sejak akhir November lalu suasana malam kota memang terasa tegang. Ini lantaran turunnya SK Walikota No. 788 yang melarang bis jarak pendek dari beberapa kota kecil sekitar Tebing Tinggi masuk kota. Mereka hanya dibenarkan berhenti di terminal Rantau Laban, 2 km dari pusat kota. Terminal yang selama ini mereka gunakan di Jalan Gurami di pusat kota hanya khusus buat pikap mini Daihatsu. Pelarangan itu mulai berlaku 27 November lalu tapi SKnya sudah turun 2 minggu sebelumnya, setelah Tebing Tinggi dilanda banjir hingga merusakkan jalan. Dengan alasan agar jalan dalam kota tidak lebih rusak inilah SK itu turun. Larangan itu selain merugikan pengusaha bis, juga penumpang. Bagi pengusaha bis berarti pengurangan jumlah penumpang dan mengurangi pendapatan. Penumpang pun repot. Turun di terminal Rantau Laban, untuk masuk kota harus naik becak sekitar Rp 200 sampai Rp 300. Anak sekolah yang selama ini naik bis jarak pendek lebih dirugikan lagi, terutama yang bersekolah tak jauh dari terminal jalan Gurami. Mereka harus menempuh jarak dari Rantau Laban ke sekolah sejauh 4 km. "Dengan becak dan bis pulang-pergi, sehari bisa menghabiskan Rp 800," ujar seorang pelajar dari Dolok Masihul, Deli Serdang, yang ikut berdemonstrasi. Rapat kilat Muspida Sabtu siang 1 Desember itu tak berani mengambil keputusan mencabut SK. "Itu wewenang walikota," ujar Syarifuddin, ketua DPRD di sana. Ketika itu Walikota Amiruddin Lubis memang tidak ikut rapat karena sedang berada di Jakarta. Keempat Kali Masalah lalulintas di Tebing Tinggi memang tak habis-habis. Terutama setelah ditutupnya terminal jarak pendek di Jalan Sudirman 1972 lalu, terminal bis jenis itu mulai tidak beraturan. Mereka semaunya mangkal di beberapa jalan dalam kota, sementara Pemda juga belum menyediakan terminal gantinya. Baru 6 tahun kemudian, 1978 lalu, dibangun terminal di Jalan Gurami, pusat kota, seharga Rp 7 juta bantuan provinsi Sum-Ut. Dan kini, baru setahun dipergunakan, SK walikota turun: bis jarak pendek dilarang masuk kota. Ini penertiban keempat kali setelah terminal Jalan Sudirman berubah menjadi pusat pertokoan. Anehnya peraturan terakhir itu tidak seluruhnya diterapkan pikap mini Daihatsu yang juga mengangkut penumpang dari luar kota masih diizinkan masuk kota. segitu pula sebuah bis bermerk PMPS. "Itu kan tidak adil," kata M. Yunan, kondektur bis "Indera Sakti". Apalagi setelah tersebar desas-desus sebagian besar Daihatsu yang kini panen penumpang itu dimiliki sementara pejabat. Ada pula yang menduga-duga, SK tersebut secara tak langsung dimaksud meramaikan pasar Inpres yang berdampingan dengan terminal Rantau Laban. Pasar seharga Rp 50 juta ini disebut-sebut kurang cocok lokasinya hingga banyak pedagang enggan masuk padahal sudah 4 bulan diresmikan. Gulo, Kepala Penertiban Umum Kantor Kotamadya menolak dugaan itu. "SK itu semata-mata untuk menertibkan semrawutnya lalu lintas dalam kota," katanya. Yang barangkali dilupakan SK itu secara tak langsung telah mengguyur rezeki rakyat kecil lain yang menarik becak. Memang belum sempat dihitung berapa pendapatan si abang becak setiap hari, kalau Walikota Amiruddin Lubis tetap mempertahankan SKnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus