Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Lysistrata rendra boleh main ...

Khusus untuk pertunjukan rendra dibutuhkan izin dari kodam diponegoro di semarang. dengan bantuan dewan kesenian yogya, rendra diizinkan untuk mementaskan lysistrata. kota yogya pun menyambut gembira.

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OPTIMISME Rendra ternyata bukan optimisme kosong. Lysistrata boleh main di Yogya Alangkah lega dan gembira publik kota gudek mendengar keputusan itu. Di tengah-tengah segala macam film -- baik asing maupun nasional -- yang akhir-akhir ini seakan bersekongkol untuk memamerkan mutu mereka yang jelek dan membosankan, penampilan satu teater Rendra merupakan guyuran air yang menyegarkan bagi kemarau panjang kota itu. Tidak mengherankan bila selama tiga hari itu gedung olah-raga di Kridosono berjubel dengan pengunjung. Karcis catutanpun dijual secara terang-terangan di halaman gedung. Konon, cuma Srimulat dan Rendra yang sanggup mengundang tukang-catut keluyuran di depan loket penjualan. Teater selebihnya --yang bermutu sekalipun -- masih harus berpayah-payah menghabiskan karcisnya. Untuk kesekian kali kharisma sang Rendra masih memancar dengan cukup terang di kotanya . . . *** Tetapi alangkah cukup rumit dan mendebarkan hati proses mendapatkan izin pertunjukan itu. Lazimnya izin satu pertunjukan atau pameran cukup didapatkan dari pihak kepolisian. Dalam mempertimbangkan izin itu biasanya pihak kepolisian akan minta pertimbangan pihak kanwil kesenian. Barulah sesudah itu izin diturunkan atau ditolak. Tetapi buat Rendra nampaknya ada prosedur istimewa. Di samping jalan biasa itu, dibutuhkan cek serta lampu hijau pihak Kodam Diponegoro di Semarang. Tanpa itu, konon, tak mungkin satu pementasan Rendra dapat dilangsungkan. Maka orang menunggu dengan harap-harap cemas apakah kali ini Rendra akan mendapatkan izinnya atau tidak. Betul bahwa sejak sastrawan-dramawan ini dibebaskan dari "pertapaannya" di Guntur dia sudah pernah diizinkan tampil baik di dalam maupun di luar negeri. Tetapi itu pembacaan sajak-sajak. Drama seperti Lysistrata? Untunglah Dewan Kesenian Yogya sudah lahir kembali. Dengan dukungan yang kuat dari dewan itu Rendra akhirnya dapat meyakinkan pihak-pihak yang berwenang bahwa Lysistrata adalah satu teater yang pantas mendapat izin untuk dipentaskan. *** Akal sehat, toleransi dan kesabaran mendengarkan pendapat yang saling berkepentingan jelaslah yang muncul sebagai pahlawan dalam perjuangan mempersiapkan pementasan itu. Rendra diberi waktu untuk memaparkan, wakil Dewan Kesenian Yogya diberi kesempatan untuk meneguhkan, kanwil kesenian diminta pendapatnya, wakil kepolisian dan kodam mnggut-manggut dan bertanya . . . Ini satu kemajuan dan pantas dicatat sebagai "peristiwa kesenian" yang penting. Setidaknya buat Yogya. Cuma, mestikah satu pementasan menempuh jalan perizinan yang demikian panjang? Tidak cukupkah pihak kepolisian aja yang menanganinya? Ini mengingatkan saya pada keluhan seorang perwira polisi kepada saya tentang kurangnya tenaga yang kompeten untuk menanggulangi soal "seni-menyeni" ini. Dulu tugas mempertimbangkan naskah kesenian -- puisi prosa, drama -- atau pameran lukisan adalah lebih sederhana. Naskahnya tidak terlalu rumit, konsepnya tidak terlalu gila, senimannya tidak terlalu nyentrik dan brengsek. Sekarang? Wah, susah. Naskahnya aneh, bahasanya ruwet dan sering tidak bagus. Sering cabul dan main-main politik. Dan senimannya makin mau ngotot saja . . . Herankah anda, demikian perwira itu melanjutkan dengan semangat, kalau kami hati-hatiii sekali minta pendapat kiri dan kanan supaya judgment kami itu tepat. Tentang soal Rendra itu yah . . . Dalam seminar musim gugur kemarin, di Bellagio, orang sempat bertanya apakah di negara yang sedang berkembang penguasa sempat dan perlu sempat membaca novel, membaca atau mendengarkan puisi dan menonton drama? Semua berpendapat: perlu! Novel, puisi dan drama akan membuat penguasa besar-kecil, nasional-lokal, jadi lebih "memanusia". Kesusastraan dan teater memberi tahu kita tentang keragaman sifat manusia. Fantasinya, motivasinya, impiannya, kemampuannya. Maka mengenal itu lebih baik berarti mengenal kemungkinan manusia yang lebih rumit. Maka sang penguasa juga akan lebih tidak gegabah dan lebih simpatik dalam memandang masyarakat yang mesti dikelolanya itu. Wah, baiklah. Tetapi kapan sempatnya? Penguasa di negara berkembang adalah penguasa yang jauh lebih sibuk dari penguasa di negara industri maju. Lho? Lebih sibuk bukan karena secara harafiyah penguasa di negara berkembang lebih banyak kerja daripada rekannya di negara industri maju. Ia lebih sibuk menghayati peranannya sebagai pemimpin atau tepatnya bapak masyarakat. Maka ia pun akan sibuk dengan dirinya sendiri. Bukan dengan lainnya. Apalagi dengan kesusastraan dan drama, atau lukisan . . . *** Lysistrata Rendra diizinkan tampil bukan (atau belum) karena penguasa kita sudah senang kesusastraan dan drama. Ia boleh tampil karena semua pihak telah dibimbing oleh akal-sehat. Ini baik. Setidaknya ini sudah mencoba melaksanakan apa yang dikatakan sejarawan Taufik Abdullah di TIM tempo hari. Kewajiban seniman dan cendekiawan mempertanyakan kewajiban penguasa menyediakan suasana untuk pertanyaan itu . . . Akan halnya pemimpin-pemimpin, para pemuka masyarakat sipil dan militer yang sudah menjadi pembaca novel dan kumpulan cerpen serta puisi, peminat seni-drama yang getol, pengunjung galeri lukisan yang setia? Wah, masih merupakan minoritas yang kecil. Bagi yang mayoritas agaknya Chairil Anwar dan Pramudya Ananta Tur adalah orangorang asing . . .

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus