TAK hanya mobil atau sepeda motor. Kerbau pun bisa kena tilang. Di Desa Pepedan, sejauh ini sudah ada tujuh ekor kerbau didenda - tentu yang membayar bukan sang kerbau, tapi pemiliknya. Tilang itu terpaksa diundangkan demi menjaga kebersihan jalan desa di Purbalingga, Jawa Tengah, itu. Di Desa Pepedan, kerbau memang tak begitu banyak: hanya 165 ekor, milik 40 orang warga. Tapi cukup merepotkan, rupanya. Sebab, bila hendak digembalakan di lapangan atau hutan, mereka pasti melalui jalan desa. Dan, dasar kerbau, di jalan yang bersih itu pun mereka seenaknya buang hajat. "Kalau ada pejabat dari Pemda datang berkunjung, saya 'kan jadi malu," ujar Mufti Mohamad, 42, kepala desa, pekan lalu kepada Slamet Subagyo dari TEMPO. Karena itu, di bulan Oktober tahun lalu diadakan musyawarah. Dan diputuskan: setiap kerbau yang membuang kotoran satu onggok didenda Rp 1.000. Hanya, pemilik bisa bebas denda bila ia segera menyingkirkan ampas perut kerbaunya. Sebab itu, bila melewati jalan desa, para penggembala kini dilengkapi dengan piti - alat mengeduk sampah, dari bambu. Kalau tak ada yang mengaku kerbau siapa yang barusan buang hajat? "Denda wajib dipikul bersama oleh para pemilik kerbau," ujar Mufti. Untung, hal seperti itu belum pernah terjadi. Muksin, misalnya, pemilik lima kerbau, tanpa banyak cincong segera membayar denda Rp 3.000, akibat kerbaunya mencret di jalan. Tak dijelaskan bagaimana cara menghitungnya: kotoran kerbau yang mules 'kan biasanya encretan, bukan onggokan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini