Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Hormat bendera, dua kali sehari

Surat edaran Kakanwil P dan K yang mewajibkan semua siswa memberi hormat bendera merah putih sebelum dan sesudah pelajaran sekolah. Juga harus memasang wayang kulit di tembok kelas. (pdk)

2 Februari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH siswa SMP marah. Yakni ketika penyanyi rock yang berjingkrak di panggung terlalu rendah memegang tiang bendera hingga Sang Merah Putih menyentuh lantai. Mereka melempari sang penyanyi dengan apa saja. Ini terjadi di Surabaya, Desember lalu. "Masa, penyanyi itu tak menghormati bendera kebangsaan," tutur Rizki, salah seorang siswa SMP Santa Maria, Surabaya, kepada ibunya, seorang wartawan di Jakarta. Sesungguhnya, menghormati Sang Saka Merah Putih, bagi anak-anak Indonesia, sudah ditanamkan setidaknya sejak di taman kanak-kanak. Yaitu melalui upacara bendera, juga lewat pelajaran Sejarah Indonesia. Tapi 5 Januari lalu turun Surat Edaran Kepala Kanwil P &: K Jawa Tengah untuk semua sekolah negeri dan swasta di wilayah tersebut. Isi surat, diwajibkan bagi semua siswa, sebelum memulai pelaaran pertama dan seusai pelajaran terakhir, terlebih dahulu memberi hormat kepada bendera Merah Putih, dipimpin oleh guru. Bendera itu sendiri - ditentukan berukuran 30 x 20 cm dengan tiang dari kayu setinggi 50 cm, dan dasar kayu bergaris tengah 1,2 cm - ditaruh di meja guru. Sebelumnya, 1 Desember 1984, surat edaran serupa sudah dikeluarkan oleh kepala Kanwil P & K Yogyakarta. Sumber itu semua adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (PDM), 7 November. Aturan baru ini - yang berlaku untuk sekolah di seluruh Indonesia, tapi baru bergema di Yogya dan Jawa Tengah - tampaknya sepele. Tapi di balik itu ada maksud luhur, yakni meningkatkan kesadaran siswa terhadap bendera kebangsaan. Dan, dengan itu diharapkan kesadaran nasionalisme mereka lalu meningkat. "Ini 'kan wajar, dan dilakukan juga di negara maju seperti Amerika dan Jerman," kata Darji Darmodiharjo, Dirjen PDM. Hingga pekan ini, belum ada sekolah yang melaksanakan kewajiban baru ini. Surat edaran sampai ke sekolah baru pekan lalu, dan pengadaan bendera seperti yang disyaratkan memerlukan waktu dan biaya. Sementara Kanwil P&K provinsi lain, "Masih menyiapkan petunjuk pelaksanaannya," kata kepala Pembinaan Pemuda, Kanwil P & K DKI Jakarta. Masalahnya, seberapa jauh dengan cara itu kesadaran nasionalisme siswa meningkat. Di sebuah SMP negeri di Yogya, wartawan TEMPO sempat berdiskusi dengan siswa-siswa. "Wah, sama saja, ada atau tak ada hormat bendera di kelas," kata seorang siswa. "Kan sudah ada upacara bendera tiap hari Senin dan tanggal 17." Yang lain menyahut: "Sebenarnya lebih berguna kalau kami sering diajak mengunjungi museum perjuangan, dan diberi bacaan tentang tokoh-tokoh perjuangan. Pelajaran sejarah di dalam kelas tok tidak cukup." Untuk ini Darji tak menjanjikan sanksi apa pun. "Tak ada hukuman fisik bagi siswa yang tak mengikuti hormat bendera, tapi guru bisa mencatat kelakuan mereka." Menumpang surat edaran hormat bendera ini, kepala Kanwil P & K Yogya menambah ketentuan lain. Yaitu kewajiban semua sekolah memasang wayang kulit di tembok kelas. "Untuk menanamkan cinta seni budaya bangsa," kata Poeger, kakanwil itu. "Dan hendaknya tokoh wayang yang dipasang dibicarakan dulu, jangan sampai tokoh jahat macam Rahwana yang dipasang." Justru, soal wayang ini kini memusingkan para kepala sekolah. "Kami punya 23 lokal, dan satu wayang harganya sekitar Rp 15.000," kata seorang kepala SMP di Yogya. "Coba, berapa ribu sekolah harus keluar uang?" Akan halnya bendera, tak jadi soal benar, karena harganya hanya Rp 1.250, komplet dengan tiangnya. Diakui oleh beberapa kepala sekolah di Yogyakarta, kewajiban baru ini memang baik. Tapi menanamkan rasa kebangsaan dan cinta seni budaya sendiri, kata seorang ahli, tak cukup lewat kewajiban yang formalistis sifatnya. Anak-anak SMP di Yogya itu mungkin benar, lebih baik mendengarkan cerita kepahlawanan dan mengunjungi museum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus