Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Depok Larang Siswa Rayakan Hari Valentine, Pemerhati Pendidikan: Pendekatan Behaviorist Tidak Mencerdaskan

Pelarangan Hari Valentine itu menurut pemerhati pendidikan Indra Charismiadji sebagai pembodohan, karena siswa tidak tahu kenapa dilarang.

10 Februari 2023 | 21.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon pembeli memilih bunga di Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta, Ahad, 14 Februari 2021. Sejumlah pedagang mengatakan penjualan bunga pada momen hari valentine mengalami penurunan hingga 80 persen dari tahun sebelumnya. ANTARA/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Depok - Pemerhati pendidikan Indra Charismiadji angkat bicara soal larangan siswa di Depok merayakan Hari Valentine atau Valentine's Day. Menurut Indra, pelarangan adalah pendekatan behaviorist yang tidak mencerdaskan bangsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini kan tahun 2023, 23 tahun di abad 21 masa pendekatannya masih ngelarang-ngelarang, sudah tidak kena lagi," kata Indra, Jumat, 10 Februari 2023.

Dinas Pendidikan atau Disdik Kota Depok mengeluarkan Surat Edaran larangan siswa ikut serta merayakan Hari Kasih Sayang atau Valentine's Day yang jatuh saban 14 Februari.

Surat edaran mengenai larangan ikut serta merayakan Hari Kasih Sayang (Valentine Day) dengan nomor 421/960/sekret-2023 itu ditujukan kepada Pengawas SD dan SMP, Kepala SD negeri/swasta, kepala SMP negeri/swasta dan pimpinan lembaga nonformal. Surat pelarangan Hari Valentine itu ditandatangani Sekretaris Disdik Kota Depok Sutarno.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menanggapi larangan tersebut, Indra mengatakan anak sekarang harus diedukasi agar mereka bisa mengambil keputusan sendiri. Langkah itu harus diambil jika pemerintah ingin mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Kalau cuma melarang-larang itu sama saja pembodohan, karena mereka tidak tahu kenapa dilarang," ujar Indra.

Menurut Indra, biarkan anak mengambil keputusan sendiri. "Ini namanya pendekatan konstruktivis, kalau larang melarang itu namanya behaviorist, itu pendidikan era dulu banget."

Indra menegaskan, tanpa disadari melarang itu tidak lantas diikuti anak. Bahkan, sejarah manusia sendiri, pada manusia pertama dilarang makan buah terlarang oleh Tuhan. "Tapi tetap dimakan." 

Sebenarnya manusia tidak bisa dilarang, kata Indra, tetapi harusnya diedukasi agar bisa mengambil keputusan berdasarkan logika dan analisa.

"Kalau saya mengambil ke putusan A, konsekuensinya apa, ambil keputusan B, konsekuensinya apa, tapi bukan dipilihkan, bukan dilarang, biarkan mereka memilih sendiri keputusan. Itu yang namanya mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu tugas pemerintah lho," ujar Indra.

Menurut Indra, pelarangan ini bertentangan dengan konstitusi Negara Indonesia yang harus mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Cerdas itu kalau sekarang itu minimal di level analisis, di atas analisis ada evaluasi, yang paling tinggi dan paling cerdas itu menciptakan, jadi bukan cuma melarang, itu behavioral doang," tambahnya.

Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) ini pun menyarankan agar anak diedukasi tentang apa yang mau dihasilkan dan sejarah Hari Valentine. "Mungkin banyak anak yang tidak tahu sejarah kenapa ada Valentine, atau bahkan mungkin keliru tentang pemahaman Valentine di Indonesia dan negara lain, kan beda," kata Indra.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus