Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lorong super-raksasa itu berderet panjang di Everett, setengah jam perjalanan mobil ke arah utara dari jantung ¡©Seattle, Amerika Serikat. Pabrik pesawat milik Boeing ini merupakan satu dari sedikit pabrik dengan ukuran mahaluas yang ada di muka bumi. Sepanjang mata memandang merupakan kawasan pabrik. Luasnya hampir 40 hek¡©tare. Hari itu, Rabu pekan kedua Mei lalu, kawasan pabrik Boeing ini bermandikan cahaya matahari musim semi.
Hawa kota di Puget Sound inisebutan untuk kawasan teluk dan pulau-pulau kecil di sekitar Seattle hingga ke tepian Samudra Pasifikterasa sejuk dan segar. Angin berembus dari lautan dekat perbatasan Kanada dan Teluk Alaska terasa hingga ke kawasan pabrik berkonstruksi kerangka baja berukuran jumbo itu. Pilar metal berdiri tegak, lalu melengkung di puncaknya, dan terhubung dengan ujung tertinggi pilar dinding pabrik yang berdiri di seberang.
Pilar dan kerangka atap pabrik sekaligus berfungsi sebagai tumpuan menggelantung crane yang bekerja secara mekanik. Tangan-tangan crane robotikal begitu enteng mengangkat dan memindahkan potongan badan pesawat atau bahkan bodi utuh pesawat. Pada dinding atas hanggar, di ujung sana, bendera Amerika Serikat, The Stars and Stripes, berukuran besar menempel.
Di tengah pabrik yang sibuk, April Wilson dari Boeing menyambut kami, 4 orang Indonesia serta 20 orang lain dari Singapura, Malaysia, Australia, dan Yunani. Sejak pagi hingga siang, ia menjadi pemandu berkunjung ke pabrik Boeing di Everett. "Di sini kami sedang menyelesaikan sejumlah pesanan pesawat seri terbaru Boeing 787 Dreamliner," kata Wilson.
Perempuan riang dan energetik ini menemani rombongan berlatar belakang jurnalis dan pekerja public relation. Sebelum berkeliling pabrik, pengunjung wajib mengenakan kacamata bening khusus berukuran besar untuk menjaga kesehatan mata. Tamu juga wajib berompi dengan warna terang berfosfor sehingga mudah terlihat. Agar instruksi dan penjelasan bisa diterima dengan jelas di tengah bisingnya pabrik, pengunjung mendapat pinjaman alat bantu dengar berfrekuensi.
Kami berkunjung ke Boeing atas undangan Scoot, anak perusahaan Singapore Airlines. Scoot mendatangkan satu pesawat Boeing 787 Dreamliner terbaru untuk memperluas rute penerbangannya, membuka rute Singapura-Athena, Yunani. Boeing 787 Dreamliner merupakan seri terbaru keluaran industri pesaingan Airbus ini. Selama empat hari pada pekan kedua Mei lalu, kami mengunjungi banyak fasilitas Boeing di sejumlah lokasi yang tersebar di Seattle.
Di pabrik Everett ini, Boeing merakit pula seri yang telah lahir sebelumnya, 747, 767, dan 777. Selain di Everett, Boeing memiliki pabrik perakitan di wilayah selatan Seattle dan sejumlah fasilitas lain yang menyebar di kawasan kota ini. Setidaknya 76 ribu orang bekerja di semua lokasi fasilitas milik Boeing yang telah berdiri sejak 101 tahun yang lalu itu. Total pekerja Boeing sekitar 160 ribu, menyebar di beberapa negara bagian Amerika Serikat dan anak perusahaannya, antara lain di Kanada, Australia, dan Inggris.
Adapun Seattle merupakan kota di wilayah teluk yang lautnya terhubung dengan Lautan Teduh. Kota di Negara Bagian Washington ini menempel di muara Sungai Duwamish. Seattle berada di wilayah barat laut Negeri Abang Sam, sekitar 180 kilometer dari kota ini berdiri pintu perbatasan ke Kanada dengan kota terdekat Vancouver. Setidaknya 700 ribu orang tinggal di kota ini.
Orang menjuluki Seattle kota zamrud. Ada juga yang menyebutnya gerbang menuju Alaska atau pintu Samudra Pasifik yang mahaluas. Julukan yang lebih dekat dan terbiasa di telinga orang Indonesia adalah kota hujan, mirip Bogor. Selain berada di tepi laut, Seattle memiliki sejumlah danau tak jauh dari kota, di antaranya Danau Union dan Danau Washington.
Tak lama setelah April Wilson menyambut hangat kami, pintu hanggar yang paling dekat dengan posisi kami berdiri membuka. Di halaman depan hanggar, trailer yang sedang mengangkut bagian sayap pesawat bergerak pelan. Semula maju, setelah berhenti sejenak, mundur lagi. Sopir trailer sedang mencari posisi belok yang tepat untuk masuk ke hanggar.
Wilson mengatakan sayap pesawat ini tiba dengan kereta api dari pelabuhan Houston, Texas, di bagian selatan Amerika Serikat. Sayap pesawat ini, kata dia, buatan pabrik Mitsubishi di Jepang. Dari Negeri Matahari Terbit ini, sayap diangkut dengan kapal laut dan bersandar di pelabuhan Houston. Dari pelabuhan ini, lalu menempuh perjalanan darat sekitar 4.000 kilometer. Ketika itu trailer mengangkut sayap mulai masuk pintu besar pabrik. "Hati-hati, tetap di jalur khusus orang. Jangan ke sana-kemari, truk akan masuk," ujar Wilson setengah berteriak.
Menurut Senior Brand Manager Support and Services Commercial Airplanes Boeing, Jim Proulx, sebagai perusahaan perakitan pesawat terbang, Boeing menggandeng perusahaan pemasok menurut keunggulan produknya. Selain memesan sayap yang diproduksi Mitsubishi, Boeing menggandeng Rolls-Royce. Perusahaan yang dikenal sebagai produsen mobil mewah di Kota Derby, Inggris, ini memasok mesin pesawat. Selain itu, Boeing menggunakan mesin buatan perusahaan mesin terkenal, General Electric, yang berpusat di Evendale, Ohio, negara bagian lain di Amerika Serikat.
Ia menjelaskan, Boeing telah memproduksi pesawat komersial dan militer pada 2016 dengan nilai US$ 94,6 miliar atau sekitar Rp 1.261 triliun. Saat ini, kata dia, pesawat rakitan Boeing telah digunakan setidaknya di 150 negara. Produksi Boeing yang kini beroperasi di seluruh dunia sebanyak 10 ribu unit pesawat. Dari jumlah itu, 70 persen melayani rute penerbangan di luar Amerika Serikat. "Kami ingin terus melayani dengan selalu melakukan inovasi dalam dunia penerbangan," ujar Proulx.
Keselamatan penerbangan merupakan faktor utama yang menjadi pertimbangan setiap temuan dan inovasi dalam dunia penerbangan. Boeing berusaha membuat inovasi teknologi untuk mendukung penerbangan yang aman, nyaman, dan tidak merusak lingkungan. Boeing membuat pesawat yang lebih irit bahan bakar dibanding sebelumnya. Komponen bahan bakar sering dikeluhkan sebagai penyebab mahalnya ongkos penerbangan. Selain itu, berat badan pesawat mempengaruhi penggunaan bahan bakar. Semakin berat badan pesawat, semakin banyak bahan bakar yang harus dikeluarkan.
Boeing generasi Dreamliner memiliki badan pesawat yang terdiri atas hampir 50 persen serat karbon yang diperkuat plastik dan komposit lain. Penggunaan bahan komposit ini menghemat sekitar 20 persen dibanding pesawat yang menggunakan bahan konvensional, yakni aluminium. Harga pesawat Boeing 787 Dreamliner yang Rp 2-2,5 triliun per unit merupakan hasil penghematan dari generasi sebelumnya.
Penggunaan komposit untuk badan pesawat juga memudahkan perawatan. Sebelumnya, perbaikan umumnya memerlukan waktu 24 jam atau lebih. Perawatan sungguh penting untuk keselamatan penerbangan. Dreamliner yang berbahan komposit mampu mempersingkat waktu perawatan hingga kurang dari satu jam. Sebab, penggunaan komposit mampu menghemat 50 ribu paku keling per unit pesawat. "Badan pesawat dengan bahan komposit lebih menghemat dibanding dari aluminium," kata Proulx.
Mekanik, insinyur, dan para mandor bekerja tanpa seragam. Ada yang bercelana pendek dengan topi dan kaus mirip anak muda yang sedang berjalan-jalan. Banyak pula pria berambut gondrong dengan dandanan sekenanya. Di bawah anjungan tempat pengunjung melihat kawasan pabrik, seorang perempuan berpotongan rambut eksentrik-pinggir pelontos dengan bagian tengah dari atas dahi hingga leher tetap panjang-bergerak cekatan di pelataran pabrik.
Seorang pekerja berkaus putih duduk di depan komputer di suatu sudut pelataran pabrik. Mangkuk dengan sedikit sisa makanan ada di samping komputer meja kerjanya. Di pojok yang lain, seorang mekanik beranjak dari meja kerjanya sembari membawa piring. Mulutnya sedang mengunyah makanan.
Di bagian ujung hanggar, sejumlah mekanik sedang menyelesaikan perakitan mesin pada bagian moncong pesawat untuk seri Boeing 787 Dreamliner. Panel-panel elektrik terpasang di dalam rongga bagian depan potongan pesawat. Kabel melingkar-lingkar di dalam pipa raksasa ini. Sejumlah kardus berisi peralatan elektronik terbuka di lantai, sebagian lainnya masih tertutup.
Bergeser ke bagian tengah hanggar, sejumlah pekerja sedang merakit bagian tengah badan pesawat. Beberapa pekerja yang lain lalu-lalang. Rupanya, kedatangan rombongan kami mengundang curiga seorang mandor di bagian tersebut. Ia sempat menanyakan siapa orang yang memberi izin kami berkunjung hingga ke lokasi yang dekat dengan mereka bekerja. Tentu ini dimaklumi karena Boeing menerapkan standar keamanan yang tinggi. Untuk masuk ke lokasi, orang harus melalui pemeriksaan yang ketat sejak di gerbang utama menuju kawasan pabrik.
Di pabrik perakitan, tak semua bagian bisa dikunjungi. Pun tak boleh memotret di sembarang tempat. Joanna Pickup, dari Asia-Pacific and India Sales Communications Commercial Airplanes Boeing, yang juga menyertai kami bersama April Wilson, diperiksa tanda pengenalnya oleh si mandor. Pickup menjelaskan, "Kami semua datang karena undangan Boeing dan telah berkomunikasi dengan bagian yang berwenang untuk izin kunjungan."
Sebenarnya Boeing memberikan layanan wisata kepada masyarakat umum dengan cara membayar US$ 10-20 per orang. Kunjungan wisata ini dikelola profesional. Meski begitu, pengunjung khalayak umum biasanya hanya menyaksikan dari anjungan, tak boleh turun ke lantai hanggar dan menyaksikan proses kerja dari dekat sekali. Alasan keamanan bagi pengunjung, juga aspek keamanan produk, menjadi pertimbangan utama.
Boeing juga memiliki lapangan terbang sendiri. Bandar udara khusus ini terletak di Paine Field, juga di kawasan sebelah utara Kota Seattle. Dari tempat inilah Boeing menerbangkan pesawat baru kepada pemesannya. Di Indonesia, Boeing digunakan oleh Lion Air, Garuda, dan Sriwijaya Air.
Selain itu, lapangan terbang ini untuk pendaratan pesawat yang memerlukan perawatan dan pemeliharaan. Di ujung bandara ini, berdiri terminal yang disebut Boeing Everett Delivery Center. Di sini berlaku standar pengamanan dan prosedur keimigrasian lazimnya di bandara internasional dengan tujuan penerbangan ke Amerika. Misalnya, calon penumpang harus mencopot sepatu.
Jim Proulx mengajak kami merasakan bagaimana menjadi pilot dan mendaratkan pesawat dengan aman dan nyaman. Titik krusial penerbangan adalah ketika pesawat mendarat dan ketika pesawat akan lepas landas. Sebuah ruang didesain mirip kokpit di lokasi pabrik Boeing di selatan Seattle. Di dalam ruang simulator ini, pilot digambarkan akan menyentuhkan pesawat di landasan.
Layar simulasi memperlihatkan landas pacu yang berada di bibir pantai pada posisi tengah dari pandangan pilot. Bangunan terminal bandara di bagian kiri. Hanya sedikit orang dari belasan orang yang mencoba menjadi pilot ini mampu mendaratkan pesawat dengan mulus. Banyak yang gagal. Ada yang mendarat terlalu tajam kemiringannya sehingga menyungsep ketika belum sampai landasan, bahkan menabrak bangunan terminal. Itu dialami Koh Chiew Heong dari Malaysia. "Aaah, landing yang gagal dan membahayakan," ujarnya.
Bagi Boeing, kata Proulx, penerbangan merupakan soal ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya semua hal-ihwal pesawat diurus dengan pendekatan sains. Sambil berkelakar, Proulx mengatakan hingga kini mungkin orang awam masih berpikir mengapa pesawat sebesar dan seberat itu bisa terbang. Sebagian orang awam bahkan masih menganggap pesawat terbang itu susah di nalar. "Ini bukan perkara magis. Pesawat terbang semata-mata merupakan buah dari ilmu pengetahuan," katanya.
Sunudyantoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo