Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETYA Novanto tak habis-habisnya mempertontonkan drama sebagai pesakitan. Setelah tiba-tiba menabrak tiang lampu penerangan jalan di tengah perburuan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Setya mendadak lunglai ketika menghadapi sidang perdana sebagai terdakwa kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Rabu pekan lalu. Mulutnya terus terkatup ketika ketua majelis hakim Yanto mengkonfirmasi identitasnya. Setya baru menjawab ketika memberitahukan bahwa ia menderita diare.
Hakim pun menghentikan sidang hingga dua kali. Akibatnya, pembacaan dakwaan itu molor hingga malam. Setya diduga berpura-pura sakit untuk menunggu keputusan hakim praperadilan yang menyidangkan gugatannya atas status tersangka perkara itu pada jam yang sama. "Saya bukan orang yang terbiasa dengan akal-akalan seperti itu," kata Maqdir Ismail, pengacara Setya, kepada Tempo di kantornya pada Jumat pekan lalu.
Apakah Setya benar-benar sakit ketika sidang itu?
Saya tahu sejak Jumat, pada sepekan sebelum sidang, dia mengeluh diare. Saya melihat dia bolak-balik ke toilet. Saya meminta dia mencatat. Tiga hari kemudian, saya kembali menjenguk dan dia mengaku masih sakit, tapi tak kunjung ada pengobatan dari dokter. Saya bersurat kepada Direktur Penuntutan KPK untuk meminta pemeriksaan dokter. Ternyata, menurut Pak Setya, dokter baru memeriksanya pada Rabu pagi sebelum persidangan.
Penjaga tahanan melihat Setya cuma dua kali ke toilet?
Itu keterangan versi pengawal tahanan. Memangnya mereka tahu kondisi Pak Setya di dalam sel? Mereka kan lebih banyak berada di luar. Apakah KPK memasang kamera CCTV? Kalau ada, mari lihat bersama-sama. Jaksa Irene Putri bilang Pak Setya berbohong. Jangan terlalu mudah mengatakan seseorang berbohong.
Setya Novanto main pingpong sehari sebelum sidang....
Main pingpong itu dua pekan sebelumnya, bukan pada hari itu. Cerita versi sebenarnya dengan versi jaksa belum tentu sama. Mereka terima yang baik-baik saja untuk kepentingan mereka.
Sakit ini bukan pura-pura untuk mengulur waktu menunggu praperadilan?
Untuk apa strategi itu? Saya sudah bilang ke Pak Setya bahwa kita harus menghadapi perkara ini. Saya bukan orang yang terbiasa dengan akal-akalan seperti itu. Kalau orang sakit, saya katakan sakit, sehat, ya, sehat. Cuma robot yang enggak bisa sakit.
Omong-omong, sejumlah nama politikus hilang di dakwaan Setya....
Dalam berkas perkara Irman disebut ada beberapa orang terlibat bersama. Sementara itu, di berkas Andi Narogong tertera enam orang. Namun di perkara Pak Setya menjadi sepuluh orang. Penambahan atau pengurangan nama ini disebut pengembangan kasus. Enggak bisa seperti itu.
Nama siapa saja yang hilang itu?
Saya sebut tiga nama ketika ditanya wartawan, yaitu Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey, dan Yasonna Laoly. Ade Komarudin, Markus Nari, Jafar Hafsah, dan Miryam Haryani masih ada. Berkas dakwaan Pak Setya juga disebutkan bahwa klien saya sempat menegur Pak Ganjar di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Pak Setya bilang, jangan galak-galak dalam urusan ini. Kenapa cuma percakapan itu yang masuk? Ke mana bagian lainnya? Toh, dalam berkas perkara Irman dan Andi Narogong, Pak Setya tak dijelaskan menerima duit berapa.
Anda melihat ada yang tak beres?
Pastilah. Di berkas perkara Irman bahkan disebut nama-nama sekaligus nominal duit yang diterima. Ada yang menerima US$ 1,2 juta, US$ 500 ribu, dan US$ 80 ribu. Ini yang sebenarnya kami persoalkan.
Ada kekuatan politik yang bermain?
Saya enggak tahu. Saya cuma menyodorkan fakta hukum. Urusan politik silakan pakar politik yang menganalisis.
Apa pengakuan Setya soal suap e-KTP?
Dia mengaku tak menerima duit.
Diduga ada yang disalurkan lewat keluarga?
Sudah saya tanya, ada keponakan Pak Setya yang bisnis motor besar. Dan dalam surat dakwaan ini ada US$ 3,3 juta. Saya tak tahu angka itu dapat dari mana.
Bagaimana dengan arloji dari Johannes Marliem?
Dia bilang punya jam tangan seperti itu tidak hanya satu. Ada sertifikatnya, saya sudah ditunjukkan. Dia punya dua buah arloji itu. Dia bilang kalau jam itu beli sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo