Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KKEPOLISIAN Republik Indonesia selayaknya membantu Komisi Pemberantasan Korupsi menuntaskan kasus suap penyelundupan daging sapi. Skandal yang diduga melibatkan importir daging dan sejumlah pejabat termasuk petugas Bea-Cukai ini sudah lama terkatung-katung kendati KPK telah menemukan bukti kuat.
Penyelidik KPK mengendus kasus penyelundupan daging sapi tersebut sejak Januari 2016. Saat itu, perusahaan milik Basuki Hariman, CV Krsna Jaya, diduga mengimpor secara ilegal tujuh kontainer daging sapi dari Australia lewat Tanjung Priok, Jakarta. Daging itu sempat disita, tapi kemudian dikembalikan kepada CV Krsna atas perintah Kepala Seksi Kantor Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok Aris Murdiyanto.
Lima bulan kemudian, Basuki menyelundupkan lagi tujuh kontainer daging sapi lewat PT Cahaya Sakti Utama Baru. Menteri Keuangan ketika itu Bambang Brojonegoro memerintahkan Bea-Cukai melelang daging yang telah disita itu. Lagi-lagi terjadi hal yang mencurigakan: lelang daging sitaan dimenangi PT Impexindo- salah satu perusahaan Basuki. Daging senilai Rp 6 miliar itu menjadi milik Basuki hanya dengan membayar Rp 1,7 miliar kepada negara.
Gara-gara penyelidikan KPK terhadap kasus daging itu pula suap Basuki kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar terbongkar pada Januari lalu. Patrialis dan Basuki sudah dijebloskan ke penjara karena suap uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan itu. Tapi suap penyelundupan daging belum juga beres.
KPK perlu mempercepat pengusutan suap daging impor. Apalagi Jaksa penuntut umum KPK,ketika membacakan tuntutan Basuki Hariman akhir Juli lalu, telah memperkuat indikasi keterlibatan "oknum" Bea Cukai tersebut. Polisi selayaknya membantu Komisi menggulung para pelaku.
Skandal itu juga memperlihatkan reformasi birokrasi di Bea-Cukai belum beres. Banyak pejabat nakal yang tidak ditindak tegas. Aris, yang melepas lagi daging sitaan milik Basuki, misalnya, hanya dipindahkan ke Purwakarta.
Sika hati-hati petinggi Bea Cukai untuk tak segera bertindak tegas bisa menerbitkan wasangka. Alih alih menghindari serangan balik jaringan pelindung importir lancung - alasan yang selama ini sayup sayup terdengar - mereka malah bisa dituding melindungi pejabat korup. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi yang pekan lalu dinobatkan sebagai penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award 2017, selayaknya memperhatikan hal ini.
Pemberian sanksi setengah hati pernah juga dilakukan terhadap Ahmad Dedi. Saat menjabat Kepala Kantor Bea dan Cukai Marunda, ia diduga terlibat penyelundupan minuman keras. Dedi juga memiliki rekening mencurigakan miliaran rupiah. Tapi, hingga sekarang, penanganan kasus ini mengambang. Direktur Jenderal Bea dan Cukai tidak memberikan sanksi berat kepada Dedi. Proses hukum kasus Dedi tersendat pula di kepolisian.
Tak seharusnya Kepolisian Daerah Metro Jaya ikut mengusut kasus suap penyelundupan daging perusahaan Basuki. Kepolisian hendaknya memperkuat KPK yang telah mengusut kasus ini sejak awal. Apalagi, Komisi telah pula menyimpan sejumlah bukti.
Kementerian Keuangan, KPK dan Kepolisian hendaknya bergandeng tangan dalam menuntaskan perkara ini. Ketidakkompakan ketiganya hanya menguntungkan para penyelundup dan pejabat yang mengambil manfaat dari tindak kriminal itu. .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo