Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KERIUHAN sidang putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi pada Selasa, 7 November lalu, hampir tak terasa di gedung Graha Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Solo, Jawa Tengah. Ketika MKMK memecat pamannya, Anwar Usman, sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengikuti rapat anggaran di DPRD.
Ekspresi wajah laki-laki 36 tahun itu tak banyak berubah saat ditanyai wartawan seusai rapat berakhir. “Saya mengikuti saja,” kata calon wakil presiden Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden atau pilpres 2024 itu seraya masuk ke mobilnya.
Anwar Usman dicopot karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Ia, misalnya, terlibat konflik kepentingan lantaran mengikuti sidang mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden. Putusan dalam perkara nomor 90 itu membuka jalan bagi duet Prabowo-Gibran dengan membolehkan kepala daerah berusia kurang dari 40 tahun menjadi capres-cawapres.
Putusan MKMK bukan kejutan bagi kubu Prabowo-Gibran. Mereka yakin putusan majelis yang dipimpin Jimly Asshiddiqie itu tak akan mencabut putusan MK. “Putusan MK itu sudah final dan mengikat, tak bisa diganggu gugat,” ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Utje Gustaaf Patty, Selasa, 7 November lalu.
Menurut Utje, nyaris tiada pembahasan soal antisipasi putusan MKMK di tim Prabowo-Gibran. Mereka justru mengumumkan struktur awal TKN di Kemang, Jakarta Selatan, sehari sebelum putusan dibacakan. Gibran Rakabuming Raka datang dan menyatakan akan tetap berlaga dalam pilpres 2024. “Pastikan kapal besar ini berlabuh di dermaga kemenangan,” kata putra sulung Presiden Joko Widodo itu.
Namun pembahasan di TKN kini berfokus pada dampak pencalonan Gibran yang dianggap sebagai bagian dari dinasti politik Jokowi dan berbau nepotisme. Dua kolega Gibran, salah satunya anggota tim pemenangan, mengatakan baik Jokowi maupun putranya sama-sama meminta pendukungnya tak merespons isu tersebut.
Sumber yang sama mengatakan sentimen negatif publik terhadap dinasti politik dan nepotisme menggerus elektabilitas Prabowo-Gibran 3-4 persen. Pun tingkat kepuasan terhadap Jokowi menurun karena ia dianggap cawe-cawe dalam pencalonan Gibran. Wakil Ketua TKN Erwin Aksa tak membantah kabar tentang penurunan itu. “Sudah diperhitungkan,” ujarnya, Jumat, 10 November lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Francisca Christy Rosana, Hussein Abri Dongoran, dan Septia Ryanthie dari Solo berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Layar Terkembang untuk Dinasti"